My Goddes - Bab 994 Kehilangan Semuanya

Entah berapa lama waktu berjalan, Jilson pelan-pelan tersadar kembali dari tumpukan salju.

Kepalanya terasa sangat pusing, gendang telinganya mendengung, keempat alat geraknya seperti sudah terpisah.

Ia memandang ke gunung besar di hadapannya. Saat ini, seluruh tumpukan salju diatas puncak telah menggelinding ke bawah, menunjukkan gunung yang berwarna hitam itu. Ia berusaha untuk membangkitkan tubuhnya, menemukan Zoony.

Saat mencoba untuk bergerak pelan, ia hanya merasakan dadanya sesak. Ia pun menyemburkan darah dari mulutnya.

Tumpukan salju baru saja mengalir ke bawah gunung, detik dimana ia terbang keluar karena tumpukan salju, ia pun terlempar kasar.

Setidaknya ada enam buah tulang rusuknya yang patah. Seharusnya dua buah tulang dada juga patah.

Keempat alat geraknya perlahan-lahan membeku karena cuaca dan tumpukan salju yang dingin.

Tuan Muda Ben, Susi dan Ardham mereka masih belum menemukan ia. Jika ia terus rebahan dan tidak bergerak seperti ini, ia akan membeku hingga mati disini, bukan?

Tidak boleh. Aku tidak boleh terus rebahan seperti ini, aku harus melakukan sesuatu, aku tidak boleh mati disini, Zoony juga tidak boleh mati disini.

Jilson berbatuk ringan, berusaha menggunakan pusat energi untuk mengaktifkan energi Qi sejati dan memusatkan energi Qi sejatinya di telapak tangan.

Ia berusaha mengeluarkan sebotol Pil Dewa dari tubuhnya dan menumpahkan seluruh isinya ke dalam mulut. Setelah mencernakannya, ia merasa pusat energinya menjadi hangat, adanya energi Qi sejati yang mulai muncul, pelan-pelan mengalir ke seluruh nadi pada keempat alat geraknya.

Ia pun mengeluarkan sebatang rokok yang bengkok, menyalakannya dengan pemantik api, lalu mengisapnya pelan.

Ketika ia rebahan diatas tanah untuk beristirahat.

Tiba-tiba terdengar suara erangan dari tidak jauh sana.

Ia menoleh mengikuti arah suara, menemukan Fendi yang tengah berbaring tidak jauh dari dirinya. Saat ini mulut Fendi mengalir banyak darah dan tengah berusaha bangkit kembali dengan memasang wajah kesakitan.

“Bajingan! Bisa-bisanya kamu masih hidup.” Mata Jilson seketika berubah. Ia mulai berusaha untuk bangkit dan mau membunuh Fendi.

Ia harus membunuh Fendi. Beraksi selangkah terlebih dahulu lebih baik. Jika ia tidak membunuh Fendi, menunggu tenaga dalam Fendi memulih kembali, maka Fendi pasti akan membunuhnya.

Ternyata benar, ekspresi Fendi langsung berubah melihatnya. Tatapannya berubah menjadi panik, berusaha menelusuri tubuhnya untuk menemukan pistol.

Ia tidak mendapatkan pistol.

Jilson menahan rasa sakit pada tubuhnya dan bangkit kembali, sambil berjalan kearah Fendi dengan tidak seimbang. Tatapan Fendi menjadi semakin panik, ia berusaha menahan rasa sakitnya untuk bangkit dari tanah.

Terdengar suara bang.

Jilson tiba di hadapan Fendi terlebih dahulu, serta berhasil mendaratkan satu pukulan kasar pada wajah Fendi.

Tenaga pukulannya ini tidak kecil, sehingga Fendi menggelinding di tanah.

Selanjutnya, ia segera merangkak ke dekat Fendi. Melihat Fendi mau mendaratkan pukulan pada dirinya, ia lagi-lagi menjatuhkan satu pukulan keras pada wajah Fendi.

Pukulan ini membuat hidung Fendi mengeluarkan darah. Selanjutnya ia merangkak keatas tubuh Fendi, menarik kerah pakaian Fendi, lagi-lagi mendaratkan pukulan pada wajah Fendi.

“Dasar bajingan, kamu telah mencelakai Pearl, bisa-bisanya tidak merasa bersalah dan menangkap Zoony pergi.... Hari ini aku tidak boleh membiarkan kamu hidup. Aku harus membunuhmu.....” Setelah terbatuk kesakitan, Jilson langsung menduduki tubuh Fendi dan melayangkan enam pukulan di bagian kanan kiri wajahnya.

Selanjutnya, saat Jilson menghajar Fendi hingga kehabisan tenaga, ia langsung terjatuh di sebelah Fendi, berbaring dan menarik nafas di atas permukaan salju dengan kesakitan.

Perperangan besar, ia dan Fendi sudah kehabisan tenaga dalam. Sebuah bencana longsor salju membuat mereka berdua terlempar kasar, sehingga masing-masing meninggalkan luka berat.

Detik ini, setelah ia menghajar Fendi hingga kehabisan kemampuan untuk menyerang, ia juga sudah tidak bertenaga lagi.

“Jilson, jika kamu ada kemampuan, kamu langsung bunuh aku saja. Jika kamu tidak membunuhku, aku pasti akan membunuhmu, memusnahkan satu Keluarga Lu Kota Gangnam.....” Wajah Fendi telah dibengkak karena pukulan Jilson. Saat ini, ia berbaring di tanah sambil menarik nafas kesakitan.

“Orang sepertimu tidak akan pernah menyesal sebelum mati. Kalaupun aku melepaskanmu, kamu pasti akan mencelakai masyarakat lagi. Bagaimana mungkin aku akan melepaskanmu? Aku tentu akan membunuhmu.” Jilson mencari pedang di tanah.

“Hehe.” Sisi lain, Zoony tiba-tiba berbatuk ringan, sambil mengeluarkan erangan di dalam permukaan salju.

Mendengar suara Zoony, Jilson berusaha menahan rasa sakit pada tubuhnya, memandang kearah Zoony. Ia menemukan Zoony yang baru saja terbatuk ringan, kemudian jatuh pingsan. Di saat yang sama, pedang awan merahnya tengah menancap di dekat Zoony.

“Aku akan membunuhmu, aku pasti akan membunuhmu....” Hati Jilson telah memutuskan utuk membunuh Fendi. Ia berusaha membangkit dan berjalan tidak seimbang, menarik pedang awan merah yang tertancap di tumpukan salju.

“Jilson, bunuh aku sini jika kamu mampu.” Fendi tiba-tiba mengeluarkan suara ketawa yang aneh. Gigi yang putih pun menunjukkan darah yang amis.

“Fendi, apa pesan terakhirmu?” Jilson membawa pedang berjalan kemari sambil berkata.

“Hehe.” Fendy menyeringai.

Luar langit sana terdengar suara helikopter, bahwa Belinda, Leo, Roy, Tuan Muda Ben, Susi dan Ardham mereka sudah datang mencarinya.

Mereka melihat disini adanya longsor salju, menebak bahwa Jilson dan Fendi mungkin berada disini.

Melirik helikopter yang tengah mencari mereka, Jilson menyipitkan matanya pelan, berpikir-pikir dan mengeluarkan selembar dokumen yang berkerutan, lalu melemparkan sebatang bolpoin yang patah kepada Fendi. “Ini adalah surat perceraian antara kamu dengan Monika. Kamu tanda tangan saja surat perceraian ini.”

“Sialan!” Melihat surat perceraian dan bolpoin yang patah, tatapan Fendi seketika kembali bersemangat.

Ia marah besar, duduk dan merebut surat perceraian merobek hingga hancur. Selanjutnya, ia melihat Jilson tertawa kencang dengan gila. “Jilson, kita sudah berkelahi hingga kini, bisa-bisanya kamu masih teringat akan Monika. Kamu ingin menyuruhku untuk bercerai dengan Minika? Tidak mungkin. Aku sama sekali tidak takut mati. Kalaupun mati, aku juga tidak akan menandatangani surat perceraian itu. Jilson, lebih baik kamu lupakan hal itu. Aku tidak akan membiarkan kalian bersama untuk selamanya. Aku juga mau membiarkan kalian hidup untuk nama saja. Jika kamu tidak memberitahu, aku tidak akan tahu bahwa diriku memiliki banyak istri. Aku masih ada begitu banyak istri. Haha, aku ada tujuh belas istri di Pulau Kekaisaran dan masih ada istri di China secara resmi. Haha, aku tidak rugi selama hidup ini.”

“Jilson, jika aku mati, maka Monika adalah jandaku. Ia adalah seorang janda, kamu bersama dengan seorang janda, hahaha!” Fendi tertawa kencang dengan gila.

“Kamu!” Mata Jilson menunjukkan sinar hitam, lalu menunjuk kasar kearah Fendi.

“Sini, bunuh aku saja. Bunuh aku bagai prediksi Medea. Aku tidak takut mati, aku telah melakukan persiapan diri untuk mati. Lagi pula aku sudah tidak memiliki apapun. Pulau Kekaisaranku, uangku, tentaraku, Pearl-ku. Aku sudah tidak memiliki apapun.” Fendi berkata, sepasang matanya pun tiba-tiba memerah.

Selanjutnya, ekspresi pada wajahnya menjadi kesakitan. Air matanya pun mengalir keluar mengikuti kantong matanya. “Jilson, bunuh aku saja, biar aku bertemu degan Pearl.”

“Pearl, Pearl-ku. Selama ini Pearl yang paling baik kepadaku sudah mati....” Fendi menangkup wajahnya bagai bocah dan menangis sedu.

“...........” Melihat Fendi yang seperti ini, Jilson pelan-pelan mengerutkan dahinya.....

Novel Terkait

Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
5 tahun yang lalu
Perjalanan Selingkuh

Perjalanan Selingkuh

Linda
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
5 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Dark Love

Dark Love

Angel Veronica
Percintaan
5 tahun yang lalu
The Winner Of Your Heart

The Winner Of Your Heart

Shinta
Perkotaan
5 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
4 tahun yang lalu