Love And Pain, Me And Her - Bab 90 Kembali Baik

Melihatku yang menghindari tatapannya, tidak berani menatapnya. Isyana tiba-tiba tertawa, itu adalah sebuah tawa yang santai. Dia menurunkan jendela mobil disebelahku, dengan pelan berkata, "Merokoklah, jangan kamu tahan sampai sakit"

Aku tersenyum canggung. Melihat ke luar jendela, mengeluarkan setangkai rokok, belum sempat mengeluarkan mancis. Aku mendengar suara mancis yag dihidupkan, membalikkan kepalaku, tampak Isyana sedang memegang sebuah mancis, apinya sudah hidup. Sedangkan dia sedang tersenyum melihatku.

Aku hanya bisa mendekat kesana, menyalakan rokok.

Setelah Isyana menyalakan rokok, mancisnya diletakkan didepan. Dia dengan lembut berkata, "Kemarin mancis yang kuberi kepadamu kamu bilang mahal, tidak tega memakainya. Kalau begitu biasa pakai ini saja. Ini murah, beli dari internet"

Mancis tahan angin yang terbuat dari baja putih produksi dalam negri, cantik sekali. Harganya juga sekitar 200 ribu. Aku memegangnya didalam tanganku, membalik-balikkannya. Rasanya sangat nyaman.

"Ugie, aku menyadari aku semakin tidak mengerti kamu"

Isyana menghembus nafas, mengatakan kalimat ini. Kata-katanya tiba-tiba membuatku sedikit sedih. Beberapa hari yang lalu Raisa juga ada mengatakan ini padaku. Sedangkan sekarang, mengatakan padaku lagi.

Aku tersenyum pahit sebentar, bertanya balik padanya, "Apa yang tidak mengerti?"

Isyana melihat mancis yang ada di dalam tanganku, dengan pelan berkata,

"Kamu demi Nogo, tidak peduli akan menyinggung Bong Casa dan Raisa. Tapi setelah kemarin kamu mabuk, terus menghindariku. Bahkan obat yang kuberi padamu, kamu langsung membuangnya. Aku sungguh tidak tau kenapa bisa seperti ini, bukannya dulu kita baik-baik saja? Seperti teman lama, bisa mengatakan apa saja”

Aku menghisap rokokku dalam, melihat ke luar jendela dengan diam.

Isyana mungkin tidak tau! Kalimatnya yang "hanya teman kerja saja", membuatku marah dengan dalam. Dulu aku masih mempunyai sedikit imajinasi, merasa mungkin saja Tuhan membuka matanya, membuat Isyana menyukaiku. Tapi dari hari itu, aku sudah menghilangkan pemikiran ini seutuhnya.

Isyana melihatku tidak berbicara, dia juga terdiam. Tidak lama, handphonenya berbunyi. Panggilan dari perusahaan. Setelah berbicara 4-5 menit, baru memutuskan panggilan. Isyana bersandar di kursi, menghela nafas,

"Sebenarnya aku sungguh tidak suka kehidupan sekarang! Setiap hari sibuk, tampaknya memuaskan. Tapi jujur saja, semuanya demi uang dan keuntungan"

Aku tertawa sebentar. Melihat mobil dan orang yang di kejauhan, dengan pelan berkata, "Orang yang ada di seluruh dunia ini berbondong-bondong mencari keuntungan mereka sendiri. Di kota beton bertulang ini, siapa yang tidak mengejar status dan keuntungan?"

Isyana merapatkan bibirnya, pelan-pelan menggeleng, tapi tidak berbicara.

Aku menghisap rokok, bertanya balik padanya, "Kalau begitu kehidupan yang kamu harapkan, seperti apa?"

Begitu membicarakan topik ini. Isyana sepertinya sangat semangat, dia memiringkan kepalanya, memikirkan. Setelah beberapa saat, dia baru pelan-pelan mengatakan,

"Sederhana sekali! Aku berharap mempunyai sebuah rumah yang menghadap ke laut yang ada di pinggiran laut. Aku mempunyai sebuah studio kecil. Setiap hari ditiup angin laut, mendengar suara ombak. Memakai baju yang aku design sendiri. Dengan seorang pria yang aku cintai, berjalan menyusuri pantai"

Aku tertawa. Mungkin setiap wanita mempunyai imajinasi seperti ini. Tapi imajinasi hanyalah imajinasi.

Aku memutarkan kepala melihatnya, dengan sinis berkata, "Tapi semua yang kamu katakan ini, masih harus menggunakan uang untuk mencapainya bukan? Kamu tau tidak harga rumah yang bisa melihat pemandangan laut sekarang per meternya berapa? Kamu tau tidak biaya hidup di pinggiran laut lebih tinggi daripada di dalam kota? Kamu tau tidak setelah dihembus air laut, masih mau memikirkan kebutuhan sehari-hari?"

Isyana hampir runtuh mendengar pertanyaanku yang beruntun itu. Dia menaikkan bibirnya, mengerutkan keningnya, melihatku dengan tidak senang, dengan tidak senang berkata,

"Ugie! Aku baru saja mempunyai sedikit imajinasi yang bagus, langsung kamu hancurkan semua. Kamu bisa tidak jangan sekejam ini?"

Aku terkekeh. Sekarang kami berdua, seperti kembali lagi sebelum ada bir. Aku juga bisa tanpa rasa takut bercanda dengannya. Aku bertanya lagi padanya,

"Kalau begitu pria yang kamu sukai seperti apa?"

Sebenarnya ini adalah pertanyaan yang ingin kutanya, Tapi terus tidak ada kesempatan. Mumpung sekarang, hubungan kami berdua sudah membaik, aku masih tidak bisa menahan untuk bertanya. Tentu saja, aku sudah tidak mempunyai angan-angan apapun.

Isyana berpikir sebentar, dengan lembut berkata, "Setia! Ini nomor satu, juga yang paling penting"

Saat Isyana berkata, alisnya sedikit berkerut. Seperti kepikiran dengan hal yang tidak menyenangkan. Aku tau, pengkhianatan papanya kepada Bibi Salim, tidak hanya melukai Bibi Salim, juga membuat Isyana mempunyai trauma. Makanya dia menomor satukan setia.

"Lalu?"

Aku bertanya.

"Baik! Berbakat! Tentu saja ada satu yang sangat penting, masakannya harus enak, juga bisa mengerjakan pekerjaan rumah tangga"

Mengatakan sampai sini, Isyana sepertinya sedikit malu, dia dengan pelan berkata, "Karena aku tidak bisa apa-apa."

Aku tertawa, memikirkan Bibi Salim pernah menyindir Isyana, mengatakan dia suka makan tapi malas masak. Tentu saja, perkataan Bibi Salim sedikit berlebihan.

Begitu Isyana selesai berbicara, aku sembarangan berkata, "Aku malah semuanya bisa"

Begitu kata-kata ini keluar, aku langsung menyesal. Isyana melirikku, ekspresinya seperti sangat layak mempertimbangkan. Tapi aku tidak berani banyak berpikir, sedikit tidak natural memutar kepala melihat keluar jendela.

Suasana dimobil menjadi canggung lagi.

Suara dering handphone Isyana bergetar lagi. Ini malah menghilangkan kecanggungan dalam mobil. Isyana langsung menerima panggilan, melihatnya dengan tersenyum berkata,

"Don, ada sesuatu?"

Hatiku menjadi suram, panggilan itu dari Don. Di ujung telepon sedangkan mengatakan apa aku tidak bisa mendengarnya. Hanya mendengar Isyana berkata, "Tentu saja, aku tentu saja pergi. Aku tau kali ini SHOPI yang menyelenggarakannya. Tapi maaf, aku tidak bisa menjadi pendampingmu, karena aku sudah ada pendamping"

Aku dengan kuat menghisap rokok yang terakhir. Lalu, membuang puntungnya keluar jendela.

Perkataan Isyana membuatku insecure. Aku menebak pastinya ada undangan pesta koktail kelas atas apanya, sedangkan pesta seperti itu, biasanya akan membawa seorang lawan jenis pergi. Harusnya Don Juan mengundang Isyana, tapi tidak menyangka, Isyana sudah ada pendamping.

Kedua orang itu mengatakan beberapa kalimat lagi, baru memutuskan panggilannya.

Isyana memutarkan kepala melihatku, dia menjelaskan kepadaku, "Akhir pekan ini, Federasi Periklanan Perdagangan dan Industri mengadakan pesta koktail. Kebanyakan besar pejabat besar perusahaan iklan di kota akan pergi. Kali ini diselenggbiran oleh SHOPI "

Aku ber-oh ria. Aku tau tentang ini, bulan lalu di perkumpulan teman lama, Elisna pernah mengungkit, dia juga diundang untuk menyanyi. Tapi ini semua tidak ada hubungannya denganku.

Melihatku hanya terdiam, Isyana tiba-tiba melajurkan mobilnya, Langsung melaju ke arah perusahaan. Sekembalinya ke perusahaan, awalnya aku berencana kembali ke divisi pemasaran. Tapi Isyana malah menyuruhku pergi ke kantornya.

Novel Terkait

Be Mine Lover Please

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
4 tahun yang lalu
Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
5 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
4 tahun yang lalu
You're My Savior

You're My Savior

Shella Navi
Cerpen
5 tahun yang lalu
Awesome Husband

Awesome Husband

Edison
Perkotaan
4 tahun yang lalu
The True Identity of My Hubby

The True Identity of My Hubby

Sweety Girl
Misteri
4 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cinta Setelah Menikah

Cinta Setelah Menikah

Putri
Dikasihi
4 tahun yang lalu