Love And Pain, Me And Her - Bab 412 Menjemput Veni Di Rumah Raisa

Berkata sampai sini, Viali tiba-tiba diam dan tidak berbicara lagi.

Aku bertanya dengan penasaran "Lalu?"

Viali melirikku, kemudian menggelengkan kepalanya "Lalu? Lalu aku terus sekolah dan ikut ujian nasional"

Aku tersenyum dan sengaja mengejek Viali "Aku mengira ada kejadian pacaran antara guru dan siswa yang mengesankan, sepertinya aku berpikir terlalu banyak"

Viali juga tiba-tiba tertawa, senyuman dia itu tulus dari dalam hati secara senang. Dia hanya senyum dan tidak berbicara membuatku semakin penasaran "Viali, apa yang sedang kamu tertawakan?"

Viali sepertinya tidak bisa menahan lagi, dia berdiri di tempat dan terus tertawa sambil melihat ke arah jauh. Aku merasa agak bingung, setelah beberapa saat Viali baru menoleh kepadaku "Aku tertawa karena kamu berkata pacaran antara guru dan siswa. Apakah kamu tahu? Waktu aku ujian nasional, guru sejarah aku pas berusia 60 tahun dan pensiun secara resmi!"

Kali ini giliran aku yang tertawa. Pacaran apaan kalau ini? Hanya bisa dibilang mengagumi saja. Guru sejarah Viali sudah berusia 60 tahun.

Melihat suasana hati Viali lagi bagus, aku pun bertanya lagi "Sekarang ada rencana apa? Kapan bermaksud mau menikah? Aku mendengar dari Robi meskipun pria yang menyukaimu sangat banyak, tetapi yang berani mengejarmu hanya beberapa"

Viali tiba-tiba menggelengkan kepalanya, dia melihat ke langit dan berkata dengan nada suara datar "Mungkin di mata orang luar, aku hanya seorang wanita kuat yang tahu bekerja. Tetapi sebenarnya, di dunia ini tidak ada wanita yang tidak berharap dilindungi dan di sayang"

Berkata sampai sini, ekspresi Viali terlihat agak kesepian. Kalau dulu, kata-kata dia pasti akan membuatku merasa tidak nyaman, karena dulu aku tidak dekat dengan dia.

Tetapi setelah kejadian Viali ketakutan kemarin, aku tahu dari dalam Viali itu sangat lembut. Seperti wanita yang lain, Viali juga menginginkan cinta, menginginkan sandaran. Hanya saja Viali tidak pernah menunjukkan penampilan sisi itu saja. Sementara dia bisa berkata kata-kata itu kepadaku hari ini sudah bisa menunjukkan dia sangat mempercayaiku.

Viali menambah "Mungkin waktunya belum sampai. Kalau waktunya telah tiba, aku merasa semuanya akan berjalan lancar seperti air mengalir"

Aku mengangguk dan setuju dengan kata-kata Viali. Seperti masa aku baru berpisah dengan Raisa, aku mengira aku tidak akan mencintai siapa pun lagi pada kehiduapn ini, tetapi aku tetap jatuh cinta lagi kepada Isyana, seperti aku jatuh cinta kepada Raisa kemarin.

Tiba-tiba aku teringat dengan sesuatu yang aneh, jadi aku bertanya kepada Viali "Viali, kalau suatu hari kamu jatuh cinta kepada seorang pria. Kalau pria itu membuatmu memilih antara karier atau dia, kamu akan memilih yang mana?"

Pertanyaan aku membuat Viali melamun sejenak, dia berpikir sejenak dan malah bertanya lagi "Bagaimana denganmu?"

Tanpa berpikir, aku langsung menjawab "Aku pasti akan memilih orang yang aku cintai! Kehidupan seseorang itu memang begitu, ketenaran, kekayaan, kemakmuran dan kekuasaan itu pasti mengejar yang tidak ada batasnya. Sementara aku malahan ingin menjalani hidup yang tenang dan biasa dengan kekasihku"

Melihat Viali tidak berbicara, aku pun bertanya lagi "Bagaimana denganmu? Kamu akan memilih apa?"

Viali menggelengkan kepalanya dan berkata dengan lembut "Aku juga tidak tahu! Mungkin aku akan memilih karier"

Jawaban Viali tidak mengejutkanku. Ada yang memilih cinta, pasti ada yang memilih karier juga. Dunia ini begitu luas, tidak mungkin setiap orang memiliki pemikiran yang sama.

Aku dan Viali berjalan dengan santai dan berbicara sampai malam baru aku mengantar dia pulang ke hotel.

Tiba di depan hotel, Viali tidak buru-buru mau naik ke atas. Berdiri di samping lampu membuat wajah dia yang putih terlihat agak kuning, dia berkata dengan lembut "Ugie, apakah kita sudah termasuk teman sekarang?"

Kata-kata Viali membuatku melamun sejenak. Aku bertanya kepadanya dengan senyuman "Viali, dari dulu aku sudah menganggapmu sebagai teman. Tetapi kamu sepertinya tidak menganggap seperti itu"

Waktu berkata, nada suaraku mencakup sedikit keluhan. Kemarin Viali langsung berkata di depan rekan kerjaku bahwa kami berdua bukan teman dan aku hanya temannnya adik saudara dia.

Viali tertawa mendengar kata-kataku, tiba-tiba dia mengulurkan tangannya dan aku pun bersalaman dengan dia. Viali berkata "Aku menarik kembali kata-kataku kemarin! Kamu adalah temanku, teman baikku sepanjang hidup!"

Kata sepanjang hidup membuatku merasa agak tersentuh. Memegang tangan Viali, aku juga berkata "Tanganmu terasa dingin"

Viali tertawa dengan pahit dan berkata "Semua orang berkata orang yang memiliki tangan dingin itu tidak ada yang menyayanginya!"

Setelah itu, dia menarik kembali tangannya dan langsung berputar balik badan naik ke lantai atas.

Aku naik taksi kembali ke studio. Meskipun belum lewat jam 8, aku keramas dan bermaksud mau istirihat. Beberapa hari ini sangat capek, di tambah aku ada minum bir tadi, aku ingin istirahat dengan baik.

Pada saat aku mau mengganti baju tidur, ponselku tiba-tiba berdering. Sutan meneleponku, aku mengangkat telepon dan suara Sutan yang capek pun berdering "Ugie, apakah kamu sibuk sekarang?"

Aku mengira Sutan ingin mengajakku minum bir, jadi aku pun segera berkata "Tidak sibuk, tetapi aku minum bir tadi, sekarang sudah mau istirahat"

Setelah diam sejenak, Sutan berkata "Ugie, apakah kamu bisa jangan istirahat dulu? Temani aku pergi cari Raisa"

Nada suara Sutan sedikit gugup, aku pun bertanya dengan bingung "Kamu bukan tidak mengenal Raisa juga, kenapa harus aku temani kamu? Buat apa kamu mencari dia?"

Kata-kata Sutan membuatku penasaran. Raisa dan Veni adalah teman paling dekat, kalau dia ada urusan mau mencari Raisa, seharusnya dia meminta Veni menemaninya. Kenapa malah mencariku?

Sutan pun menjawabku dengan gugup "Veni, Veni pergi ke rumah Raisa. Aku merasa tidak tenang, mau pergi menjenguknya dan menjemput dia pulang kalau bisa"

Setelah mendengar kata-katanya, aku langsung mengerti maksud Sutan "Kamu bertengkar dengan Veni? Dia merajuk dan pergi?"

Mungkin merasa canggung, Sutan diam sejenak sebelum berkata "Iya, semalam kami bertengkar dan Veni pergi begitu saja"

"Karena apa?"

Aku tahu Veni itu mencintai Sutan dengan dalam. Kalau bukan Sutan terlalu kelewatan, Veni tidak mungkin mau pergi. Sutan tidak menjawab pertanyaanku dan malahan berkata "Kamu mau temani aku pergi atau tidak? Kalau kamu mau, aku akan pergi ke kantor menjemputmu sekarang"

Aku menghela nafas panjang. Meskipun merasa capek, aku tidak ingin melihat Sutan dan Veni kenapa kenapa. Mengerutkan alisku, aku berkata dengan tidak senang "Kamu datang sekarang saja, tunggu ketemu baru bahas"

Setelah mengakhiri telepon, aku berpikir dengan alis mengerut, dua orang ini kenapa lagi?

Novel Terkait

Diamond Lover

Diamond Lover

Lena
Kejam
4 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu
Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
4 tahun yang lalu
The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Pengantin Baruku

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
4 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
5 tahun yang lalu
Loving Handsome

Loving Handsome

Glen Valora
Dimanja
4 tahun yang lalu