Love And Pain, Me And Her - Bab 526 Pertemuan Pertama

Aku melirik Veni dan Bagas yang berada di sisinya. Jujur saja, mereka sama sekali tidak sepadan. Mereka bahkan memiliki selisih yang sangat besar. Selisih seperti ini membuat kami sangat kasihan kepada Veni.

Kami tidak ada yang berbicara, semuanya sedang menanti cerita lanjutan dari Veni. Veni menatap kaki domba yang sedang dipanggang , lalu berkata dengan nada datar :”Sebenarnya takdir antara manusia sangat luar biasa, contohnya seperti aku dan Bagas. Pada hari itu, aku juga tidak tahu di mana tempat kepergianku setelah meninggalkan rumah sakit. Aku membuka peta, lalu memejamkan mata dan menunjuk sebuah wilayah dengan sembarangan. Tidak peduli di mana tempatnya, aku langsung berangkat ke sana. Namun di luar dugaanku, ternyata tempat yang aku tunjuk secara sembarangan adalah sebuah wilayah yang tidak masuk akal. Maksud dari tidak masuk akal karena aku sama sekali tidak pernah mendengar nama tempat tersebut. Akan tetapi akhirnya aku tidak merasa ragu dan langsung berangkat juga. Semua ini tidak berjalan dengan lancar, setelah mengganti kendaraan hingga kedua kalinya, aku baru tiba di wilayah itu…”

Veni menjelaskannya dengan nada lembut. Kami tidak ada yang memotong pembicaraannya dan hanya diam mendengar. Reaksi wajah Veni sangat datar, suaranya juga sangat lembut. Setelah itu dia lanjut berkata :”Aku masih ingat lagi, pada saat tiba di tempat itu, kebetulan pada saat siang hari yang bercuaca terang. Aku berjalan sendirian di jalan yang asing hingga waktu yang lama. Aku hanya berjalan begitu saja dengan tanpa tujuan. Ketika aku sudah lelah berjalan, aku melihat sebuah toko buku kecil yang berada di samping perjalananku. Setelah itu aku berjalan masuk ke dalam. Namun di luar dugaanku, dikarenakan kondisi kesehatan tubuhku yang memang sudah tidak baik, ditambah lagi keberangkatan yang melelahkan pada beberapa hari itu dan tidak makan dengan teratur, aku langsung pingsan setelah masuk ke dalam toko buku tersebut. Namun untung sekali, ada seorang lelaki di sampingku yang langsung menangkap tubuhku, sehingga aku tidak jatuh tergeletak di lantai. Kalian semua juga dapat menebak kan, lelaki itu adalah Bagas …”

Setelah sampai di sini, Veni menoleh dan menatap Bagas, lalu tersenyum kepadanya. Sedangkan Bagas juga menatap Veni dan tersenyum lebar. Senyuman Bagas kesannya sangat polos. Namun sayangnya, aku tidak merasakan keharmonisan apapun di antara senyuman yang menebar pada kedua orang tersebut. Aku malahan merasa bagaikan seorang kerabat tua yang sedang menatap anak muda dengan tatapan penuh kasih sayang.

Aku menyalakan sebatang rokok dan mengisap sekilas. Setelah itu aku menatap Veni dan menunggu cerita lanjutannya.

“Bagas sangat baik hati, dia menyadari kalau aku memiliki sedikit gejala hipoglikemia dan juga anemia, sehingga memberitahuku bahwa ada sebuah kafe di dekat toko itu, aku dapat makan sedikit dessert di sana. Dia juga menyadari kalau aku bukan warga setempat, sehingga mengusulkan untuk pergi bersamaku. Mungkin saja dia khawatir kalau aku akan berprasangka buruk terhadapnya, sehingga memberitahuku kalau dirinya adalah seorang guru. Dia masih bilang lagi, orang yang suka dengan baca buku, tidak mungkin bisa terlalu jahat juga. Namun pada kenyataannya, ketika aku bertemu dengan Bagas, aku sudah melepaskan semua niat kewaspadaan. Semua ini dikarenakan senyumannya. Aku tidak percaya kalau orang yang memiliki senyuman cemerlang seperti itu adalah orang yang berniat busuk …”

Kata-kata Veni membuat kami semua menoleh lagi ke arah Bagas. Bagas tersenyum lagi, namun senyuman dia terkesan canggung dan segan. Setelah itu Veni lanjut berkata :”Pada hari itu aku dan Bagas ke restoran dessert, dia menceritakan budaya lokal dan ciri khas lokal kepadaku. Kalian sekarang pasti merasa kalau dia sangat lugu, tetapi dia lumayan aktif mengobrol. Dia mengundang aku ke sekolahnya pada senin ini untuk melihat dia mengajari anak-anak. Oh ya, kalian mungkin masih belum tahu, Bagas tamatan dari kampus terbesar di ibu kota ….”

Kami sedikit kaget setelah mendengar kata-kata Veni. Mahasiswa unggul yang tamatan dari universitas ibu kota, mana mungkin mengajar di sekolah wilayah kecil ini ? Veni juga menyadari keraguan kami, sehingga lanjut menjelaskan lagi :”Sebenarnya Bagas juga bukan orang setempat. Dulu dia pernah ditugaskan untuk mengajar di sana, namun penghasilan tempat itu sangat kecil, fasilitas di tempat itu juga sudah ketinggalan jauh. Apalagi perkembangan pendidikan, dikarenakan penawaran di berbagai sisi yang kurang baik, sehingga tidak bisa menahan guru untuk mengajar di sana. Pada hari ketika Bagas bersiap-siap untuk berangkat pulang, semua murid dan wali sama-sama mengantarnya di stasiun. Anak-anak pada menangis untuk menahannya. Sementara bagi wali murid yang ingin menahannya, mereka juga segan membuka mulut karena mengetahui fasilitas tempat itu. Bagas dan anak-anak pamit dengan penuh kesedihan. Pada pertengahan perjalanan, dia mengambil sebuah keputusan yang berani, dia memilih untuk pulang ke tempat tersebut dan menetap di sana. Dengan bahasanya, apabila dia kembali ke kota besar, pada beberapa tahun yang akan datang, bagi kota tersebut hanya menambah seorang karyawan saja. Namun apabila dia menetap di tempat itu, mungkin saja bisa mengubah nasib beberapa generasi warga setempat ….”

Aku melirik Bagas setelah mendengar cerita dari Veni. Dalam hatiku sangat salut dengan lelaki yang berpenampilan tidak menonjol ini.

Setelah Veni selesai menceritakannya, Raisa langsung menyambung, dia menatap Veni dan bertanya :”Veni, kami tahu kalau Bagas baik hati, memiliki rasa simpati dan sangat unggul. Tetapi kamu harus tahu, dua orang bisa bersama, dasar dari hubungan perasaan juga sangat penting. Kamu mengambil keputusan dengan mendadak, sama saja tidak bertanggung jawab terhadap diri sendiri …”

Raisa dan Veni adalah sahabat yang paling dekat. Mengenai kata-kata yang dilontarkan oleh Raisa, mungkin saja akan kurang cocok apabila kami yang menasihatinya. Namun Raisa sama sekali tidak memedulikan hal ini, dia bisa langsung bertanya dengan terus terang kepada Veni.

Veni tersenyum pahit, dia memegang gelas dan menghabiskan sisa bir di dalamnya. Lalu menoleh dan menatap Veni, akhirnya tersenyum dan berkata :”Raisa, menurutmu perasaan sangat penting, aku juga percaya, tetapi apa dayanya juga meskipun penting ? Dulu hubungan kami dan Ugie bukannya juga sangat baik ? Kamu juga tahu bagaimana hubungan aku dan Sutan, tetapi bagaimana pada akhirnya ? Bukannya tetap menuju ke arah pilihan hidup masing-masing ? Meskipun aku belum lama mengenal dengan Bagas, tetapi dia dapat memberikan perasaan nyaman dan tenang kepadaku. Raisa, kamu tahu betapa pentingnya perasaan ini bagiku ?”

Dalam menghadapi Veni yang balik bertanya, Raisa tidak dapat membantah apapun. Kami semuanya juga mengetahui, dalam hubungan perasaan antara Veni dan Sutan, Veni selalu berada di pihak yang disakiti, dia sudah tidak mengenal dengan rasa nyaman dan tenang.

Veni lanjut bercerita :” Bagas pernah menikah. Mantan istrinya adalah seorang wanita biasa di desa. Tidak lama setelah mereka menikah, mantan istrinya sudah mengidap penyakit uremia. Namun mantan istrinya nekat menginginkan seorang anak, katanya apabila dirinya telah dijemput ajal, setidaknya masih ada anak yang dapat menemani Bagas. Akan tetapi Bagas tahu sendiri, apabila ingin hamil, kemungkinan besar nyawanya akan ikut terancam. Oleh sebab itu Bagas tidak menginginkan anak, dia rela merawat istrinya yang terus berbaring di kasur karena sakit. Dia merawat istrinya hingga belasan tahun. Aku tidak percaya dengan adanya cinta yang menghebohkan di antara mereka berdua. Namun hanya dengan tanggung jawab dan keberanian seperti ini, lelaki mana juga yang sanggup memilikinya ?”

Setelah berjeda sejenak, Veni mengeluh nafas dan lanjut bicara :”Aku tidak memikirkan cinta menghebohkan lagi, aku hanya berharap dapat melalui hidupku dengan tenang. Sedangkan hanya Bagas yang dapat memberikan kehidupan seperti ini untukku. Dia baik padaku, dia tidak akan meninggalkan aku meskipun aku tidak dapat hamil. Alasan ini saja sudah cukup bagiku …”

Kata-kata Veni membuat hatiku terasa sakit lagi. Cinta yang dulunya sangat indah tetap saja akan musnah di depan kehidupan nyata.

Novel Terkait

His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
3 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Wanita Pengganti Idaman William

Wanita Pengganti Idaman William

Jeanne
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Shuran
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Mr Huo’s Sweetpie

Mr Huo’s Sweetpie

Ellya
Aristocratic
3 tahun yang lalu
My Superhero

My Superhero

Jessi
Kejam
4 tahun yang lalu