Love And Pain, Me And Her - Bab 320 Bibi Zhang Marah

Lulu meletakkan hp, menatapku dan bertanya, “Ugie, apa yang dimaksud Robi pulang ke Beijing ?Sebenarnya apa yang terjadi?”

Sejak Lulu menunjukkan dia menyukai Robi. Dia berubah menjadi sangat sensitif dengan urusan Robi. Tapi aku tidak akan berani memberitahunya masalah ini, aku hanya bisa pura-pura bisu dan tuli, menatap Papang dan berkata, “Direktur Yan, kamu datang langsung ke studio kami, apakah ada yang bisa kami bantu?”

Papang tertawa keras melihat diriku mempermainkan Viali,“Boss Ugie bernyali besar ya. Berani mempermainkan investor besar seperti Direktur Viali, kamu tidak takut nanti akan dalam masalah.”

Aku tersenyum, tidak menganggapnya sebagai masalah. Papang berkata, “Kemarin aku melihat di internet ada Rencana Makan Teman Lama kalian. Kebetulan hari ini aku melewatinya, jadi ingin melihat. Kalau memungkinkan, aku ingin mencari beberapa teman lama, bersama-sama menyumbangkan dana untuk satu sekolah.”

Aku segera menganggukkan kepala, menyetujuinya. Meminta Deren mengambil dokumen, meminta mereka memilih sendiri.

Melihat Papang dan asistennya memilih dengan serius, hatiku sedikit bangga. Tampaknya hasil rencanaku ini lumayan bagus, di hari pertama sudah ada banyak orang yang datang bertanya. Bahkan banyak yang menelepon, dan menambah akun whatsapp kantor kami untuk konsultasi.

Papang memilih sebuah sekolah, lalu memahaminya secara singkat. Menatapku dan berkata, “Direktur Ugie, aku memutuskan untuk memilih sekolah ini. Hari ini begini saja, kamu lanjutkan pekerjaanmu. Nanti kita saling menghubungi lagi. Siapa tahu suatu hari nanti kita bisa bekerja sama.”

Aku segera mengangguk dan menyetujuinya, setelah bersalaman dengan Papang, aku mengantarnya keluar.

Aku memiliki kesan baik pada Papang, dia memberiku perasaan sangat baik. Mengingat proyek investasinya ditolak Viali, ekspresinya tidak berubah sama sekali, dan hanya tersenyum. Dapat dilihat dia tipe orang yang melakukan hal besar.

Begitu Papang pergi, Lulu mulai menanyakan masalah Robi. Menggunakan segala macam cara paksaan, tapi aku tetap diam. Setelah dia pergi bekerja, aku baru merasa lega.

Studio kembali menjadi tenang. Aku kembali ke kantor, mengambil hp, dan ingin menelepon Isyana. Sudah hampir jam dua, dia masih belum menghubungiku. Hatiku sedikit khawatir.

Setelah telepon terhubung, terdengar suara Isyana dari ujung telepon, “Ugie!”

“Isyana, sekarang kamu dimana? Kenapa tidak meneleponku?”

Di tempat Isyana sangat tenang. Dia tidak menjawab pertanyaanku, Selang sesaat, dia berkata, “Aku dibelakang bar Seamoon.”

Aku semakin merasa aneh, dan segera bertanya kepadanya, “Kenapa kamu pergi ke bar? Dan tidak pergi melapor polisi?”

Isyana menjawab, “Sudah pergi dan sudah selesai melapor. Aku ingin menenangkan diri, makanya datang kemari duduk sebentar.”

Melihat suasana hati Isyana tidak senang, aku menjadi semakin khawatir. Aku buru-buru bertanya padanya, “Kalau begitu kenapa kamu tidak memberitahuku, kamu tidak tahu betapa khawatirnya aku.”

Aku bukan orang yang bisa mengucapkan kata-kata manis. Bersama dengan Isyana, aku hanya bisa mengatakan isi hatiku.

Mendengar Isyana menghela nafas. Dia berkata dengan santai, “Ugie, terima kasih! Jangan khawatir, aku baik-baik saja.”

Kata-kata Isyana sedikit segan. Dia yang segan, jelas membawa perasaan asing. Untuk sesaat, aku tidak bisa berkata-kata. Setelah Indoma Food mengalami masalah, aku pikir hubunganku dengan Isyana akan berubah. Tapi sikapnya, membuat hatiku semakin tidak yakin.

Melihat aku tidak berbicara, Isyana terus berkata, “Ugie, tadi aku memikirkan banyak hal. Aku merasa, aku terlalu niaf, naif sampai tidak berguna. Aku juga berpikir dengan serius, aku tidak bisa terus bergantung kepada orang lain. Ketika di rumah, aku terbiasa mengandalkan orang tua; di sekolah, terbiasa mengandalkan guru; setelah mengenalmu, aku juga terbiasa mengandalkan dirimu. Seolah tidak mengandalkan orang lain, diriku bukanlah apa-apa, aku tidak ingin seperti ini terus. Jadi, tidak peduli, bagaimana akhir dari masalah cb, aku ingin menghadapinya seorang diri.”

Ucapan Isyana mengejutkan hatiku. Dia seorang diri pergi ke Beijing , tidak disangka akan memiliki pemikiran seperti ini. Aku sedikit tidak rela, dan balik bertanya kepadanya, “Isyana, di dalam hatimu, apakah aku termasuk orang lain?”

Isyana terdiam! Selang beberapa saat, dia baru berkata, “Ugie, kabut asap di Beijing sangat parah, tidak ada cahaya matahari sama sekali.”

Isyana tiba-tiba mengalihkan pembicaraan. Tapi ini bukan topik yang ingin aku bicarakan. Aku memilih untuk diam, dan Isyana menghela nafas, perlahan-lahan berkata, “Ugie, jangan khawatirkan aku, aku baik-baik saja.”

Isyana belum selesai berbicara, tiba-tiba terdengar suara ketukkan dari luar “tok tok”. Aku mengerutkan kening, dan berpikir, siapa yang begitu tidak sopan. Mengetuk pintu begitu keras.

Karena kantor sangat sunyi, ketukan pintu ini terdengar oleh Isyana. Dia berkata, “Ugie, kamu urus urusanmu, aku baik-baik saja.”

Setelah itu, dia menutup telepon.

Ketukan di pintu masih berlanjut, dan aku meletakkan telepon, berteriak “Masuk” dengan tidak senang.

Begitu pintu terbuka, aku melihat seorang wanita berusia lima puluhan berdiri di pintu. Begitu aku melihatnya, aku terkejut. Dengan tergesa-gesa berkata, “Bibi Zhang, mengapa kamu di sini?”

Aku tidak menyangka, di hari kedua pembukaan studio, ibunda Jane akan datang.

Ekspresi Bibi Zhang tampak dingin, dia mengangkat kepalanya dan berjalan masuk ke kantorku. Menatapku dengan tatapan dingin, lalu berkata dengan marah, “Kenapa, sudah hebat menjadi boss? Aku sudah tidak boleh masuk?”

Aku tersenyum muram dan berkata, “Bibi Zhang, ucapan apa ini. Silahkan duduk.”

Sikap Bibi Zhang tampak jelas tidak senang, ini membuatku merasa aneh. Sejak makan bersama dengannya, aku belum pernah bertemu dengannya lagi. Dia tiba-tiba marah padaku, apakah ada hubungannya dengan Jane yang marah denganku? Seharusnya tidak mungkin, Jane tidak mungkin mengatakan ini kepada Bibi Zhang.

Bibi Zhang duduk di sofa. Aku bertanya kepadanya, “Bibi Zhang, ingin minum apa? Akan aku sediakan.”

Bibi Zhang tidak menatapku. Dia memalingkan muka dan berkata dengan dingin, “Tidak perlu repot-repot, setelah mengatakan beberapa hal aku akan pergi.”

Aku segera menganggukkan kepala, dan duduk di depan Bibi Zhang.

Bibi Zhang berdeham. Kemudian membalikkan pandangannya, menatapku dan berkata dengan dingin, “Ugie, aku mengira kamu anak yang baik. Tidak disangka, kamu juga licik, dan memiliki maksud dibelakang!”

Ucapan Bibi Zhang membuatku tertegun. Aku memandangnya dengan bodoh dan tidak mengerti apa yang dia maksud.

“Bibi Zhang, apa maksud ucapanmu?”

Aku tidak mengerti dan langsung menanyakannya.

Novel Terkait

Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu
Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Jasmine
Percintaan
4 tahun yang lalu
Mr Lu, Let's Get Married!

Mr Lu, Let's Get Married!

Elsa
CEO
4 tahun yang lalu
Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
4 tahun yang lalu
Unlimited Love

Unlimited Love

Ester Goh
CEO
4 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Cutie Mom

Cutie Mom

Alexia
CEO
4 tahun yang lalu