Love And Pain, Me And Her - Bab 495

Djoko belum tahu kalau aku sudah bergabung dengan Cantique. Dia mengira aku masih di studio. Jadi secara singkat aku memberi tahu Djoko tentang bergabung dengan Cantique. Djoko mendengarkan dengan seksama dan menanyakanku beberapa pertanyaan dari waktu ke waktu.

Setelah mengobrol sebentar, pramusaji mulai menyajikan makanan. Meskipun aku biasanya tidak menyukai makanan Barat, aku tetap berusaha untuk bersikap seperti seorang pria terhormat dan dengan hati-hati menghabiskan steak di piringku.

Setelah makan sebentar, Djoko bertanya lagi padaku "Ugie, kamu tahu siapa pemilik Jump Corp itu?"

Aku mengambil gelas, menyesap anggur merahku dan dengan santai bertanya "Aku tidak tahu, Paman Santoso kenal?"

Aku pikir jika Djoko mengenalnya, akan lebih baik jika dia ada di tengah dan membantu menyelesaikan masalah ini.

Djoko menatapku dengan senyuman di wajahnya dan saat dia memotong steak di piringnya, dia berkata "Bukan hanya kenal, tapi aku sangat mengenalnya. Seharusnya kamu juga sudah sedikit tahu siapa dia, tapi mungkin karena kamu belum pernah bertemu dengannya "

Aku terkejut dengan kata-kata Djoko. Bagaimana mungkin aku bisa mengenal kenalannya?

Melihatku memandangnya dengan bingung, Djoko menambahkan "Pemiliknya bernama Tyas dan dia adalah Wakil Presdir dari Perusahaan Djarum."

Begitu Djoko selesai berbicara, aku segera menghentikan pisau dan garpu di tanganku. Menatapnya, sambil tersenyum pahit dan berkata "Klinik kencantikan itu, sebenarnya miliknya?"

Djoko mengangguk dan Bibi Santoso yang berada di sebelahnya langsung menjawab "Ugie, apa kamu ingin aku memperkenalkanmu kepadanya? Aku mengenal Tyas cukup baik, jika kamu ingin dia bergabung dalam aplikasmu, menurutku itu bukan masalah besar."

Aku tidak langsung menjawab pertanyaan Bibi Santoso. Benar yang dikatakan Bibi Salim, Djoko adalah orang yang pandai memainkan peran. Di satu sisi dia dekat dengan keluarga Bibi Salim dan di sisi lain dia juga berteman baik dengan Tyas.

Alasan mengapa aku tidak terburu-buru menjawab pertanyaan Bibi Santoso adalah karena aku tiba-tiba mengerti kenapa Manajer Oei, begitu enggan bergabung dengan Cantique. Alasannya sangat sederhana, Tyas pasti sudah tahu tentang ini, karena itu idenya. Karena itulah Manajer Oei tidak berani mengambil keputusan.

Sebenarnya aku juga punya alasan lain yaitu Isyana. Rasanya kurang tepat untuk langsung pergi menemui Tyas tanpa memberitahu Isyana. Setelah memikirkannya, aku melihat ke arah Bibi Santoso dan menjawab "Bibi Santoso, aku tidak mau merepotkanmu untuk saat ini. Aku ingin mencoba untuk bertemu dengannya lagi dan jika memang tidak berhasil, maka aku baru meminta bantuan dari Bibi Santoso. "

Bibi Santoso heran dengan penolakanku. Lau dia menatapku penuh keheranan, sementara Djoko yang sedang tertawa berkata "Istriku, bukankah aku sudah memberitahumu sebelumnya? Kalau Ugie ini, dia sering melakukan hal-hal yang tidak bisa ditebak oleh orang kebanyakan. Kalau tidak, bagaimana bisa Eddy mau mendengarkanya dan dengan patuh mau kembali ke kampus? "

Aku tahu karena berkat kembalinya Eddy ke kampus. Djoko selalu sangat berterima kasih kepadaku. Begitu Djoko dan Bibi Santoso selesai berbicara, dia tiba-tiba bertanya lagi kepadaku "Ugie, bagaimana menurutmu tentang masa depan perusahaan Cantique?"

Aku tercengang, pertanyaan macam apa itu? Sebelum aku membuka mulut, tiba-tiba Bibi Santoso melihat ke arah Djoko dan berkata dengan nada mengejek "Djoko, itu bukan pertanyaan yang bagus kan? Prospek ke depannya pasti sangat bagus, jika tidak mana mungkin Ugie akan melepas studionya dan pergi untuk memulai bisnis dengan seseorang? "

Aku memang berpikir seperti Bibi Santoso. Tetapi aku tahu kalau Djoko sudah berkecimpung dalam dunia bisnis selama bertahun-tahun. Dia tidak akan begitu saja mengajukan pertanyaan rendahan seperti itu. Dia pasti punya agendanya sendiri.

Benar saja, Djoko menyesap anggur merah. Sambil menghela nafas cemas, dia berkata "Ugie, sebenarnya alasan aku menanyakan hal ini padamu karena Eddy. Seperti yang kamu tahu, sudah tiga atau empat bulan sudah berlalu sejak saat itu dan kurang lebih setengah tahun lagi, Eddy akan lulus. Aku harus memikirkan tempat untuknya, jadi aku takut kalau anak itu mulai tidak serius lagi dalam menjalani bisnis."

Aku langsung tertawa, karena sejujurnya, sudah lama sekali aku tidak melihat Eddy . Aku sedikit merindukannya. Aku meletakkan pisau dan garpu dan berkata langsung kepada Djoko "Paman Santoso, jika kamu percaya padaku, minta Eddy ke Cantique setelah dia lulus. Aku akan menerimanya, bagaimana menurutmu?"

Begitu aku selesai berbicara dan tanpa menunggu Djoko untuk berbicara, Bibi Santoso langsung menjawab "Nah, jika kamu yang membawanya, aku dan Pamanmu, merasa lega sekali."

Djoko, sebaliknya, menoleh ke Bibi Santoso dan mengejek "Itukan pendapatmu!"

Bibi Santoso tidak senang dengan ucapan Djoko. Meskipun dia tidak senang, tetapi dia tidak berkata apa-apa di depanku. Dia hanya menatap Djoko dan diam saja.

Ketika Djoko menatapku, dia tersenyum tipis dan bertanya lagi "Ugie, pendanaan Seri A kamu, kamu belum menyelesaikannya, kan?"

Kata-kata Djoko membuat jantungku berdebar kencang. Apakah dia ingin berinvestasi di Cantique? Jika itu yang terjadi, ini hari yang besar. Tetapi aku tahu orang-orang seperti Djoko. Dia bukan investor baik yang profesional. Jadi aku tidak mau terlalu berharap padanya, semakin aku mengharapkannya, maka semakin buruk hasilnya.

Melihat Djoko, aku mengatakan kepadanya dengan jujur "Yah, memang benar putaran Seri A memang belum selesai. Tetapi aku masih melakukan pembicaraan dengan beberaba investor dan karena beberapa dari mereka ingin menekan harga, jadi kesepakatan belum tercapai."

Aku tidak benar-benar berbohong, karena memang ada tawaran, tapi nilainya terlalu rendah.

Selesai berbicara, Djoko menatapku dan bertanya, “Ugie, apa kamu mengatakan yang sejujurnya, berapa valuasi Cantique saat ini? Berapa saham yang akan kamu jual? Dan juga bagaimana pandanganmu terhadap prospek bisnismu ke depan?. "

Aku tersenyum kecil dan mulai menjawab "Cantique sekarang bernilai 800 Miliar. Kami siap memberikan sepuluh persen dari saham kami untuk 80 Miliar."

Aku sengaja melebih-lebihkan valuasinya hingga 200 Miliar. Jika Djoko benar-benar ingin berinvestasi pada kami, hal ini untuk memberi ruang penawaran.

Djoko mengangguk dan aku melanjutkan,"Soal masa depan bisnis ini, pasti akan baik-baik saja. Bibi Santoso baru saja melakukan perawatan kecantikannya hari ini dan dia mengeluarkan uang setiap tahun untuk perawatan kecantikan. Aku rasa Paman juga sudah menyadarinya, ditambah dengan o2o yang sedang tren dan Paman Santoso sendiri juga sudah menilai hal ini. Mungkin kami bukan yang terbaik dalam menjalankan aplikasi o2o ini di industri kecantikan saat ini, tetapi kami jelas memiliki potensi yang paling besar. "

Aku mulai berbicara panjang lebar dan mengeluarkan beberapa data yang relevan, serta pendapatku tentang industri ini.

Djoko selalu mendengarkanku dengan seksama. Lalu ketika aku selesai berbicara, dia memikirkannya dan bertanya lagi "Ugie, bagaimana menurutmu jika aku berinvestasi padamu?"

Sambil melirik Djoko, aku tidak langsung menjawab perkataannya.

Novel Terkait

Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
5 tahun yang lalu
Antara Dendam Dan Cinta

Antara Dendam Dan Cinta

Siti
Pernikahan
4 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
4 tahun yang lalu
Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu
4 tahun yang lalu
Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
4 tahun yang lalu