Love And Pain, Me And Her - Bab 210 Bunuh Diri

Isyana mengeluarkan kalung CB Jewelry lagi dan menunjukkan kepada aku, "Buka matamu dengan lebar, apa dua huruf ini?"

Aku melihat dengan teliti, di atas kalung ini terukit dua huruf CB dengan jelas, di samping huruf juga ada logo kecil.

Setelah melihat dua huruf itu, aku pun tertawa dengan pahit sebelum melihat ke Isyana, "Hais! Mungkin aku yang bersikap terlalu bodoh"

Sebenarnya kecurigaan aku sudah dimulai sejak bertemu dengan direktur pemasaran CB Jewelry. Aku sudah pernah menjumpai banyak berbagai jenis klien, tetapi ini adalah pertama kalinya aku bertemu dengan pelanggan seperti direktur pemasaran CB yang bahkan tidak bisa mengenal target pelanggannya sendiri.

"Ugie, apakah kamu bisa memberi tahu aku apa yang sedang kamu ragukan?"

Isyana bertanya dengan suara lembut.

Aku menggelengkan kepalaku, sejujurnya aku sendiri juga tidak tahu. Tetapi sekarang aku sudah merasa lebih baikan, karena setidaknya sudah terbukti bahwa kalung ini adalah produk CB Jewelry sendiri.

Melihat aku tidak berbicara, Isyana berdiri dan menatap aku dengan senyuman, "Ugie, sepertinya kamu trauma karena masalah iklan stasiun TV kemarin. Tenang saja, kali ini pasti akan baik-baik saja, hanya saja kamu harus memastikan kualitas iklan kali ini pasti terjamin. Lebih bagus kalau bisa dibuat semakin besar, jangan peduli dengan masalah uang, hanya melihat ke hasil saja"

Aku mengangguk.

Awalnya aku ingin mengajak Isyana makan bersama pada malam ini, tetapi setelah berkata, dia langsug menguap 2x berturut-turut. Aku tahu dia pasti kecapekan beberapa hari ini, akhirnya aku pun memutuskan untuk biarkan dia istirahat saja.

Pada saat hampir jam pulang kerja, Lulu memasuki ruangan aku lagi. Dia menunjukkan senyuman puas kepada aku sebelum berkata dengan nakal, "Asisten Ugie, mengenai masalah hari ini, bagaimana kamu mau berterima kasih kepada aku?"

Dia sedang mengatakan masalah memberikan Isyana bunga peri biru.

Aku tersenyum sebelum menyalakan sebatang rokok, "Lulu, mengapa kamu mencuri bunga Don Juan? Dia bahkan mengira aku yang mencurinya dan hampir berkelahi denganku"

Lulu tertawa dengan senang.

"Dia sendiri yang tidak hati-hati. Waktu dia pergi ke toilet, bunganya terletak di wastafel luar, jadi aku langsung mengambilnya"

Aku menatap kepada Lulu dengan mata membesar yang kaget, "Kamu benar-benar terlalu berani, apakah kamu tidak takut dia mengetahuinya?"

Lulu melirik aku dengan bibir menggembang, "Che! Kamu mengira aku itu bodoh seperti kamu? Kalau dia mengetahuinya, aku tinggal bilang aku membantu dia membawanya karena takut dicuri. Kalau dia tidak mengetahuinya, aku langsung kembali ke mobil dan memberikannya kepada Presdir Mirani atas namamu. Kamu tidak berterima kasih kepada aku, malahan bertanya ini itu!"

Berkata sampai sini, Lulu melirik aku lagi, "Malam ini traktir aku minum kopi di Robi sana"

Aku tertawa dan sengaja mengejeknya, "Lulu, apakah kamu jatuh cinta kepada Robi? Di sini ada begitu banyak kafe, mengapa kamu harus pergi ke sana?"

Lulu menggembangkan bibirnya dengan wajah tidak senang, "Tenang saja! Kalau di bumi ini hanya sisa Robi satu pria pun, aku tidak akan jatuh cinta kepadanya. Sudah, nanti aku menunggu kamu di bawah"

Setelah berkata, Lulu pun segera meninggalkan lapangan.

Sambil merokok, aku menatap bayangan belakang Lulu dengan senyuman. Aku mengingat Isyana pernah berkata, kalaupun harus mencari seorang pengemis pun dia tidak akan mencari aku. Tetapi sekarang? Sikap dia sudah semakin baik kepada aku! Manusia memang begitu, mengatakan kata-kata hanya karena di bawah kondisi.

Setelah pulang kerja, aku pun naik taksi ke kafe Robi bersama Lulu.

Setelah memasuki kafe, aku melihat seorang pelayan sedang menggunting bunga yang segar. Dia mengenal aku dan Lulu, melihat kedatangan kami dia pun menunjuk ke lantai atas dan memberi tahu kami bahwa Robi di lantai atas. 7-8 meja di lantai atas semuanya dipenuhi oleh pelanggan, hanya saja sepertinya semua pelanggan adalah mahasiswa yang kuliah di sekitar sini.

Lulu menoleh kepadaku dengan penasaran, "Ugie, bukannya kamu kemarin berkata bisnis kafe pasti tidak akan laris? Kamu lihat sekarang sudah jam berapa, pelanggan sudah penuh"

Aku tertawa, "Baru buka saja, makanya semua orang merasa segar"

Lulu menggembangkan bibirnya dengan wajah tidak senang.

Sementara Robi mengganti sudut yang awalnya mau digunakan untuk meletak foto menjadi sebuah kamar kecil dan menjadikannya sebagai kantor sementara dia.

Tanpa mengetuk pintu, aku pun langsung memasuk ke dalam. Robi sedang berbaring di atas kursi goyang sambil mengoyangkan teko di tangannya. Tampaknya manusia ini menjalani hidup dengan santai.

Di dinding sebelah terletak foto kami berdua yang hitam putih. Bunga yng dia gunakan untuk mengenang sebelumnya sudah melayu dan dia membiarkan begitu saja tanpa mengemasnya.

Melihat kedatangan aku dan Lulu, Robi juga tidak bangun dari tempatnya, dia hanya tersenyum kepada kami dan berkata dengan santai, "Hei! Kalian berdua ini memiliki banyak waktu ya, sampai datang ke aku sini untuk meminta nasi?"

Sementara Lulu berlari ke belakang Robi dan menarik kursi goyang ke arah belakang sambil berkata, "Turun, biarkan aku duduk sebentar"

"Hei, hei, harus kamu lepas tangan baru aku bisa turun"

Lulu pun melepaskan tangannya.

Kemudian Lulu berbaring di atas kursi goyang dengan santai, Robi menyerahkan sebatang rokok kepada aku, setelah menyalakannya dia pun menghisapnya sebelum berkata sambil menoleh ke luar jendela, "Ugie, menurut kamu, manusia hidup itu demi apa?"

Aku tidak tahu mengapa Robi berpikir seperti itu, sehingga aku pun sembarang menjawab, "urga dan dunia semua menguntungkan, dan dunia penuh dan menguntungkan. Menurut kamu, hidup bisa demi apa lagi?"

Robi menghela nafas panjang, "Hias! Hidup ini membosankan!"

"Kenapa? Tidak ingin hidup lagi?"

Aku sengaja mengejeknya, Robi tertawa dengan pahit, "Aku belum ingin mati, hanya saja ada satu temanku meloncat dari gedung untuk bunuh diri hari ini"

Pantasan Robi bersikap begitu emosional hari ini, aku bertanya mengapa dengan penasaran. Robi menggelengkan kepalanya dengan senyuman pahit, "Hais, masih bisa demi apa? ya pasti uang! Sahamnya gagal dan akunnya dilikuidasi. Tabungan yang dia tabung selama bertahun-tahun dengan kerja kerasya menguap dalam waktu semalam, bahkan dia harus menghutang uang yang berjumlah sangat banyak"

Setelah itu, Robi pun menghela nafas panjang lagi. Lulu langsung menoleh ke Robi dengan senyuman, "Robi, sebelum kamu mati, harus ingat memberikan kursi goyang ni kepada aku"

Setelah Lulu berkata, Robi pun sengeja menarik kursi goyangnya ke arah belakang. Satu goyang ini membuat Lulu segera berteriak dan mereka berdua pun mulai berantem lagi.

Membahas tentang saham membuat aku teringat dengan satu hal, aku pun segera bertanya kepada Robi, "Robi, ayahmu di Beijing mengenal lumayan banyak orang kan?"

Robi mengangguk.

"Kalau begitu, kamu coba bantu aku meminta dia untuk mencari tahu sebuah perusahaan bernama Jewelry, lihat apakah perusahaan itu bisa dipercaya"

Novel Terkait

Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Doctor Stranger

Doctor Stranger

Kevin Wong
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
3 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
4 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu