Love And Pain, Me And Her - Bab 148 Kompensasi

Aku sedang keliling melihat-lihat, Rose menyeretku ke sebuah sudut. Dia menunjuk ke beberapa lukisan, dengan bangga bertanya kepadaku, “Lihat, bagaimana dengan lukisan ini?”

Aku sama sekali tidak mengerti lukisan. Tapi lukisan ini kelihatannya lumayan. Aku mengangguk berkata, “Bagus, kamu yang melukis?”

Rose dengan bangga menganggukkan kepala. Jujur, lukisan Rose lebih bagus dibandingkan dengan puisinya. Setidaknya masih enak dipandang. Setelah melihat beberapa kali, aku bertanya dengan santai, “Kalian beneran mau mengadakan pameran seni?”

Rose mengangguk dengan serius, terlihat penuh dengan rasa percaya diri.

“Mengadakan di mana?”

Aku bertanya lagi.

Rose melihat sekeliling. Dia berkata dengan sedikit bingung, “Tentu saja disini, masih bisa pergi kemana lagi?”

Aku tersenyum getir. rumah kosong yang sudah rusak ini, untuk mengadakan pameran, apakah mungkin ada orang yang datang? Tapi, mungkin saja hanya untuk mereka para penyuka hobi yang sama ini, bergabung bersama untuk membuat pameran kecil. Aku juga tidak memikirkannya.

Melihatku tidak percaya, Rose dengan segera berkata lagi, “Aku beritahu kamu, pelukis wanita kami ini, pacarnya berasal dari sebuah stasiun TV. Pacarnya sudah menyetujui, selama kami sudah mempersiapkan dengan baik. Dia akan mengundang orang-orang dari stasiun TV, tiba pada saat itu, pasti bisa masuk berita. Kamu tunggu kabar baik dari kami.”

Aku setengah ragu dengan apa yang dikatakan Rose. Tapi sekarang, aku alergi dengan kata stasiun TV. Begitu mendengar stasiun TV, aku bertanya pada Rose dengan santai,

“Pacarnya di stasiun TV bekerja sebagai apa?”

Rose menganggukkan kepala, “Tidak tahu. Aku dengar, pacarnya sedang cuti tahunan. Begitu mulai kerja, langsung membantu kami untuk menghubungi tentang hal ini."

Stasiun TV, cuti tahunan. Kata-kata ini terhubung menjadi satu, hatiku langsung melompat. Bagaimana mungkin bisa sekebetulan ini? Orang yang dikatakan oleh Rose, jangan-jangan adalah Riski? Aku menoleh untuk melihat Rose, dan buru-buru bertanya kepadanya,

“Rose, apakah marga pacarnya adalah Rahman?

Melihatnya benar-benar tidak tahu, aku segera meraih lengannya dan berdiskusi dengannya,

“Rose, bantu aku untuk mencari tahu. Apakah pacarnya bermarga Rahman, namanya Riski.”

Rose dengan segera melepaskan tanganku. Dia menggelengkan kepalanya lagi dan lagi, “Tidak bisa, kami adalah orang yang bergerak di bidang seni, bagaimana mungkin sembarangan mencari tahu tentang hal pribadi orang lain?”

Rose terlihat sangat serius. Aku melihat ke kiri dan ke kanan, orang lain sedang melukis, tidak ada seorangpun yang memperhatikan kami. Aku berkata lagi dengan suara yang kecil, “Rose, bukankah kamu selalu ingin menerbitkan kumpulan puisi? Hanya dengan kamu membantu aku mencari tahu nama pacarnya, aku akan membantumu menghubungi penerbit, aku jamin kumpulan puisimu akan terbit, bagaimana?”

Sorot mata Rose langsung terang. Dia balik bertanya kepadaku, “Beneran yang kamu katakana?”

Dia terlihat lebih bersemangat daripada aku, dia juga sudah lupa bahwa seniman tidak bertanya tentang **. Aku mengangguk penuh semangat, "Tentu saja!"

Rose tersenyum, melihat ke kiri dan ke kanan. Berbisik, “Berikan nomor teleponmu kepadaku, sekarang dia tidak datang. Tunggu dia datang, aku jamin akan menanyakannya untukmu. Tapi, kamu jangan lupa hal yang kamu janjikan padauk, koleksi puisi!”

Aku segera mengangguk menyetujui.

Baru saja aku memberikan nomor ponselku kepada Rose, ponselku tiba-tiba berdering. Mengambil untuk melihatnya, ternyata adalah Lulu. Aku juga tidak enak di depan Rose mengangkat telepon dari Lulu, jadi aku segera jalan keluar. Setelah terhubung, aku mendengar Lulu berkata dengan serius, "Ugie, Presdir Mirani menyuruhku memberi tahu kamu, sekarang kembali ke perusahaan, datang ke ruang rapat kecil untuk rapat."

Mendengar nada resmi dari Lulu. Aku menebak, Isyana pasti sedang berada di sampingnya.

Setelah menutup telepon, aku menyapa Rose. Kemudian segera naik taxi kembali ke perusahaan. Di dalam mobil, Lulu mengirimi aku beberapa sms. Dia memberitahuku untuk cepetan, semua orang sudah sampai, hanya menungguku.

Sesampainya di perusahaan, mengetuk pintu memasuki ruang rapat kecil. Melihat sudah banyak orang yang duduk di dalam. Sama dengan yang Lulu katakan, semua orang dengan level direktur ke atas ada semua. Satu-satunya yang tidak punya level, yaitu aku.

Begitu melihatku masuk. HR direktur Franda langsung mengetuk meja dengan pena di tangannya, berkata dengan tidak puas, "Ugie! Begitu banyak eksekutif perusahaan menunggu Anda, bukankah Anda terlalu tidak disiplin?"

Aku meliriknya dengan canggung, aku tidak bisa mengatakan bahwa aku sedang nongkrong di kawasan seni. Dalam kecanggungan, Kalin tiba-tiba menjawab, "Ugie pergi mengunjungi pelanggan, saya yang menyuruhnya pergi."

Kalin cukup berarti. Pada saat ini, dia mengucapkan sepatah kata untukku, setidaknya tidak membuatku terlalu canggung.

Siapa yang tahu bahwa Franda tidak segan, dia menatap Kalin dan berkata dengan nada kasar, "Kalin, Anda adalah direktur departemen penjualan. Ugie sekarang adalah orang di bagian presiden office, Anda menyuruhnya pergi menemui pelanggan, bukankah ini melebihi wewenang? "

Jika Franda tidak mengatakan, aku sudah lupa, aku masih menjadi asisten khusus president office. Hanya di umumkan di pertemuan waktu itu, tidak ada orang yang mengatur kantor untuk aku. Aku ini asisten khusus, sampai benar-benar menjadi orang yang paling khusus di perusahaan.

Kata-kata Franda, membuat Kalin tidak bisa berkata-kata. Mungkin di dalam hati Kalin, dia juga tidak meletakkanku sebagai orang dari president office. Isyana tiba-tiba mengerutkan kening, menyela keduanya, dia berkata dengan ringan, “Ayo kita rapat dulu.”

Kalin menatap Franda dengan tidak puas, dan tidak berbicara lagi.

Aku menemukan posisi di sudut untuk duduk. Di sampingku adalah Lulu, dia bertanggung jawab sebagai notulen rapat. Melihatku datang, dia diam-diam mengingatkan aku, "Pertemuan itu berhubungan dengan kamu, hati-hati.”

Aku mengangguk sedikit. Melihat postur ini hari ini, sebenarnya, aku sudah menebaknya, masalah ini pasti berhubungan dengan aku.

Isyana melirik pria di seberangnya dan berkata dengan lembut, “Pengacara Lu , Anda beritahu kami terlebih dahulu tentang situasi saat ini.”

Pengacara Lu langsung berdiri, dia mengangguk ke arah Isyana. Mulai berbicara, “Para pimpinan, pada sore hari ini, kami telah secara resmi menerima surat dari pengacara KIMFAR. Tidak begitu mirip dengan pembicaraan kita sebelumnya. Kali ini KIMFAR telah mengajukan jumlah kompensasi yaitu 16 miliar."

Begitu Pengacara Lu selesai berbicara, ruang rapat segera seperti kapal pecah. Para eksekutif mulai berdiskusi satu demi satu, sedangkan Lulu menatapku dengan gugup. Dia berkata kepada aku dengan suara terendah, "Mengapa begitu banyak?"

Aku tersenyum getir, menganggukkkan kepala.

Pengacara Lu menunggu semuanya membahas beberapa saat, sebelum melanjutkan, "Saya berkomunikasi dengan pihak lawan mengenai jumlah kompensasi, tetapi pada dasarnya tidak menghasilkan apapun. Sikap pihak lawan sangat keras, 16 miliar, kurang satu poinpun tidak bisa. Dan pihak lawan juga hanya memberikan kita waktu tiga hari terakhir. Jika kita tidak membalas dalam tiga hari, mereka akan secara resmi menuntut kita. Pada saat bersamaan, mereka juga akan menangguhkan kerja sama mereka dengan PT. Nogo Internasional "

Situasi yang di katakan oleh pengacara Lu , aku sudah tahu lebih dulu Tetapi para eksekutif ini tidak tahu, kebanyakan orang yang mendengar, semuanya menjadi sedikit cemas.

Novel Terkait

1001Malam bersama pramugari cantik

1001Malam bersama pramugari cantik

andrian wijaya
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Revenge, I’m Coming!

Revenge, I’m Coming!

Lucy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Rahasia Istriku

Rahasia Istriku

Mahardika
Cerpen
5 tahun yang lalu
My Charming Wife

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
4 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
5 tahun yang lalu
My Perfect Lady

My Perfect Lady

Alicia
Misteri
4 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu