Love And Pain, Me And Her - Bab 579 Ketidaksabaran

Semua kata-kataku tulus dari dalam hati. Aku tahu sekarang adalah waktu tersulit untuk Isyana, dia membutuhkan bantuanku. Tetapi hal yang di luar ekspektasi aku adalah Isyana malah menggelengkan kepalanya lagi dan berkata "Ugie, aku percaya kata-katamu. Tetapi kamu harus tahu, kematian ayahku sangat aneh. Sekarang aku harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada malam itu. Jadi kamu harus mengerti aku, oke? Ugie, kita tidak putus. Aku juga tidak tega putus darimu. Kita hanya tidak kontak untuk sementara saja, boleh? Anggap saja aku memohon kepadamu"

Sambil berkata, mata Isyana memerah. Dia mengulurkan tangannya dan mengelus pipiku dengan lembut "Kita akan menikah setelah melewati masalah ini. Tidak perlu kamu melamar aku, aku yang melamar kamu, seperti aku menyatakan perasaan aku kepada kamu pada hari itu. Oke? Berjanjilah kepadaku"

Setelah itu, Isyana mengelus pipiku lagi.

Isyana sangat emosional, kata-kata dia membuat hatiku juga terasa masam. Tetapi aku harus mengerti Isyana, setiap hari dia harus pergi ke kantor dan menghadapi semua anggota perusahaan. Orang-orang yang dia hadapi semuanya adalah orang yang mungkin mau mengusir dia.

Sambil berkata, Isyana memeluk aku dengan lembut dan menambah lagi "Ugie, percayalah kepadaku. Hari itu akan tiba dalam waktu singkat"

Aku mengangguk dengan diam. Sebelum itu, yang aku pikir adalah bagiamana membantu Isyana untuk berdiri dengan lancar di Djarum Grup. Sekarang aku sedang berpikir mau melakukan apa untuk langkah selanjutnya, sementara Isyana meminta untuk menjaga jarak dariku, jadi aku hanya bisa membantu Isyana secara diam-diam.

Pada saat pulang sampai rumah, waktu sudah jam 7 lebih. Langit di luar sudah gelap. Aku telah sibuk seharian dan tidak sempat makan apa pun. Aku keramas secara sederhana dan bermaksud untuk memasak di dapur.

Sebelum aku sempat ke dapur, ponsel di atas meja kopi tiba-tiba berdering. Djoko meneleponku. Hari ini sebelum meninggalkan rumah Isyana, aku sudah berpikir mau mencari waktu menghubungi Djoko. Tidak menyangka dia akan menelepon aku terlebih dahulu.

Aku mengangkat telepon, sebelum sempat bersuara, Djoko sudah berkata "Ugie, kalau sisimu ada orang sekarang, kamu pergi ke tempat yang tidak ada orang dulu untuk berbicara denganku"

Aku segera berkata "Paman Santoso, aku berada di rumah sendirian. Silahkan katakan saja apa yang ingin anda katakan"

Aku sudah berhasil menebaknya, Djoko mencariku seharusnya karena masalah Djarum Grup. Sesuai ekspektasi, setelah mengetahui aku sendirian, Djoko langsung menghela nafas panjang dan berkata "Baik kalau begitu, kita cari tempat untuk bertemu saja. Ada beberapa hal yang ingin aku bahas bersamamu. Kalau tidak, bolehkah kamu datang rumahku?"

Aku segera setuju. Setelah mematikan telepon aku langsung keluar dan mengemudi ke rumah Djoko. Aku pernah pergi ke rumah Djoko sekali, waktu Eddy meminjam mobilku untuk menjemput Viali.

Dalam waktu singkat, aku pun tiba di rumah Djoko. Pembantu membuka pintu dan memberi tahu aku "Tuan Ugie, tuan Santoso sedang menunggu anda di ruang teh lantai dua. Biarkan saya membawa anda naik ke atas"

Aku mengangguk dan mengikuti pembantu naik ke lantai dua.

Djoko suka minum teh. Dia sengaja membuat satu ruang khusus untuk membuat teh. Di dalam ruangan itu terdapat berbagai macam alat memasak teh beserta beberapa barang kuno yang berhubungan dengan teh.

Waktu masuk ke dalam ruangan, aku melihat Djoko sedang memasak teh dengan teknik yang sangat familier. Melihat kedatanganku, Djoko langsung berdiri dan menunjuk ke tempat di seberangnya dengan senyuman "Ugie, cepat datang, minumlah teh yang aku masak untukmu"

Aku duduk di seberang Djoko. Dia mengambil teko dan menuangkan secangkir teh untukku. Memegang cangkir teh yang jernih itu, melihat teh di dalam cangkir yang berwarna merah kuning, aku menciumnya terlebih dahulu dan aroma yang wangi dan seger segera memasukki hidungku. Aku mencicipinya sebelum memuji "Paman Santoso, aku tidak mengerti tentang teh. Tetapi teh ini benar-benar sangat wangi"

Setelah mendengar kata-kataku, Djoko pun tertawa. Dia melihat aku dengan wajah yang puas "Ugie, tehnya bagus itu satu faktor. Masih ada satu faktor yang sangat penting yaitu airnya harus bagus. Yang tadi kamu minum itu airnya berasal dari air telur alami Gunung Sungai Moon. Aku sengaja mencari orang untuk membawa airnya turun dari gunung demi memasak teh"

Djoko berkata dengan senang, tetapi aku sama sekali tidak mengerti tentang teh. Tiba-tiba Djoko mengganti topik dan berkata "Sebenarnya memasak teh dan mengurus perusahaan itu hal yang sama. Setiap prosesnya tidak boleh ceroboh. Selain itu, tidak boleh bersikap tidak sabar juga. Harus memiliki niat dan usaha baru bisa memasak teh yang enak dan wangi. Sementara Tyas dan Isyana memiliki satu penyakit yang sama, yaitu mereka terlalu tidak sabar"

Djoko akhirnya mau membahas tentang ini. Dia adalah senior berpengetahuan di bidang ini, aku harus mendengar kata-katanya dengan serius.

Djoko mencicipi tehnya sebelum lanjut berkata "Tidak sabarnya Tyas adalah dia terlalu tidak sabar mau duduk di posisi CEO. Djarum baru saja meninggal dan dia sudah meloncat keluar dengan tidak sabar. Sementara tidak sabarnya Isyana adalah dia terlalu ingin mengalahkan Tyas. Ketidaksabaran mereka berdua terlalu kelewatan, sehingga mereka pasti tidak bisa menjalani semuanya dengan lancar. Kalau begitu, berjuang sampai akhir, semuanya akan kalah dan tidak akan ada pemenang"

Kata-kata Djoko sangat benar. Aku mengangguk dengan serius sebelum bertanya lagi "Paman Santoso, bagaimana pemikiran kamu tentang hal kematian mendadak CEO Mirani?"

Djoko tidak menjawab pertanyaanku. Sebaliknya dia malah bertanya "Bagaimana menurut kamu?"

Aku tersenyum. Dari hal Djoko mencari aku hari ini, aku sudah tahu dia sama sekali tidak percaya kata-kata sembarang asisten Han. Aku berpikir untuk kembali dari hari itu aku menjumpai Djarum beserta percakapan kami. Kemudian aku menceritakan proses itu kepada Djoko. Selanjutnya aku menambah lagi "Hari itu, waktu aku pulang, kondisi CEO Mirani masih sangat normal, suasana hati dia juga bagus. Hal yang aku ragukan sekarang adalah, meskipun penyakit CEO Mirani benar-benar tiba-tiba kambuh, asisten Han sebagai perawat khusus CEO Mirani, dia pasti ada membawa obat darurat pada setiap saat. Tetapi pada akhirnya CEO Mirani tetap meninggal. Selain itu, hal yang aku tidak mengerti adalah, kalau menggunakan waktu CEO Mirani mengucapkan kata-kata terakhirnya untuk menolong dia, bukannya CEO Mirani akan baik-baik saja?"

Setelah mendengar kata-kataku, Djoko pun tertawa dengan dingin. Dia melihat ke aku dan berkata dengan nada suara datar "Aku sudah memberi tahu kamu, Tyas terlalu tidak sabar. Mereka merasa seluruh masalah ini terlihat mulus. Tetapi sebenarnya, ada banyak celah di dalam masalah ini. Tujuan aku mencari kamu adalah ingin memberi tahu kamu jangan takut mereka akan menuntut kamu. Berkata mau menuntut kamu hanya cara mereka menakuti semua orang. Mereka tidak akan berani. Kalau masalah ini benar-benar sampai pengadilan, kemungkinan besar rencana mereka akan menjadi hancur. Jadi, jangan takut kepada mereka"

Aku mengangguk secara perlahan. Analisis dia sangat benar, tetapi sebenarnya aku tidak pernah khawatir tentang masalah mereka mau menuntut aku. Hal yang paling aku khawatirkan adalah suasana keberadaan Isyana di Djarum Grup.

Novel Terkait

Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku CEO Misterius

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Vinta
Bodoh
4 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
5 tahun yang lalu
My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
4 tahun yang lalu
Aku bukan menantu sampah

Aku bukan menantu sampah

Stiw boy
Menantu
4 tahun yang lalu
Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
5 tahun yang lalu
The Winner Of Your Heart

The Winner Of Your Heart

Shinta
Perkotaan
5 tahun yang lalu