Love And Pain, Me And Her - Bab 264 Berusaha Memperbaiki

Karena masih sore, Bar Boss yang bisnisnya pada awalnya sudah suram ini tidak ada pengunjung lain selain Robi mereka bertiga. Ketiga orang itu duduk di dekat jendela. Raisa memeluk Veni dengan lembut, keduanya terus meringkuk seperti itu. Sementara Robi memandang jendela luar sambil merokok dan mengerutkan keningnya tanpa mengucapkan sepatah katapun. Aku dan Sutan berjalan mendekat. Mereka bertiga masih terdiam tidak ada yang mengatakan sepatah kata pun kepada kami.

Aku memesan selusin bir, membuka satu botol dan meminumnya dalam diam. Sutan pun menatap Veni, ketika dia baru mau mulai berkata. Tiba-tiba Veni duduk lurus melepaskan diri dari pelukan Raisa. Walaupun wajahnya masih terlihat lemah, namun pandangannya menunjukkan sebuah keseriusan. Dia menatap Sutan, dengan suara yang lembut berkata kepadanya, "Sutan, kita berpisah saja."

Begitu ucapan Veni ini keluar dari mulutnya, kita semua terpaku. Terutama Sutan, ekspresinya menjadi lebih panik, dia memandang sekilas ke arah Robi dan kemudian kembali melihat Veni dan segera mengatakan,

"Veni, apa yang kamu bicarakan? Hubungan yang baik ini kenapa tiba-tiba kamu ingin akhiri?"

Veni menatap Sutan, tiba-tiba matanya menjadi merah. Dia segera menundukkan kepalanya dan berkata dengan lembut, "Sutan, Aku sudah memikirkannya. Berpisah adalah keputusan paling baik bagi kita berdua."

Sutan tampak agak gelisah. Dia dengan cepat mengulurkan tangan untuk meraih tangan Veni dengan panik berkata, "Veni! Sejak hari pertama aku bersamamu, aku sudah menganggapmu sebagai istriku. Kamu juga tahu aku mengatakan ini karena"

Sutan sedikit terhenti ketika mengatakan sampai disini. Bisa dilihat hatinya sedang memberontak. Namun dia segera melanjutkan, "Bukankah hanya masalah kamu tidak bisa hamil? Veni, kita bisa tidak memiliki anak. Asalkan kita berdua bisa bersama, aku tidak terlalu peduli jika tidak mempunyai anak."

Sebenarnya kita semua tahu. Alasan mengapa Veni mengusulkan untuk berpisah saat ini bukan karena perasaannya kepada Sutan sudah berubah. Namun karena hasil pengecekan hari ini membuat dia kehilangan kepercayaan diri akan masa depan mereka berdua.

Begitu Sutan selesai berbicara, Veni sudah menangis dengan keras. Dia terisak sambil mengalihkan pandangannya. Raisa mengambil tissue di atas meja dan menyerahkannya kepada Veni. Kemudian dia kembali menatap Sutan dan bertanya, "Sutan! Kamu mungkin tidak peduli jika kalian tidak bisa memiliki anak. Tapi bagaimana dengan keluargamu? Apakah mereka juga tidak peduli?"

Raisa menatap dengan tajam dan dingin ke arah Sutan. Kita semua mengetahui bahwa Sutan adalah anak yang berbakti. Kedua orang tuanya juga sangat tradisional. Di mata mereka melanjutkan keturunan adalah tanggung jawab besar dari anak mereka. Ini adalah hal yang pernah dikatakan oleh Sutan kepada kami sebelumnya.

Begitu pertanyaan Raisa ini diucapkan, ekspresi Sutan langsung terpancar ekspresi yang kompleks. Dia melirik Raisa dan kemudian kembali menatap Veni yang sedang terisak. Setelah beberapa saat, dia seakan sudah menetapkan keputusan yang besar dan berkata kepada Veni, "Veni, Aku sudah memikirkannya! Kita sembunyikan dulu hal ini dari orang tuaku, ketika sudah tidak bisa disembunyikan, kita bisa mengadopsi anak. Asalkan kita bisa bersama-sama semua ini tidak akan menjadi penghalang bagi kita. Selain itu, kamu tolong berikan aku sedikit waktu. Tidak perlu banyak cukup setengah tahun saja. Saat ini perusahaan sangat penting bagiku. Setelah setengah tahun berlalu kita bisa membeli sebuah rumah. Dan pada saat itu aku pasti akan memberikanmu sebuah pernikahan yang indah. Veni, kamu tahu aku, aku tidak seperti Robi dan Ugie yang sangat bisa berbicara. Namun kamu seharusnya tahu dalam hatiku kamu akan selalu menjadi istriku yang paling sempurna. "

Perkataan yang Sutan katakan ini sangat tulus, Ekspresi wajah Robi pun menjadi lebih hangat, namun dia masih mengerutkan kening dan menatap singkat ke arah Sutan dengan tidak puas berkata kepadanya, "Kamu ada masalah? Mengapa kamu juga harus menarik kami ke dalam ketika kamu membicarakan ini dengan Veni? Bukankah perkataanmu ini sudah cukup bagus? Yang aku khawatirkan, kamu hanya bisa berbicara saja! "

Perkataan Robi ini membuat suasana yang awalnya tertekan ini mulai membaik. Ekspresi Veni juga tidak sesedih sebelumnya. Dia memegang tisu dan mengerutkan bibirnya memikirkan perkataan dari Sutan.

Dan aku juga berpura-pura tidak ada masalah dan berkata, "Veni, kamu tidak usah terlalu pesimis tentang masalah ini. Dengan teknologi medis yang sudah sangat berkembang pasti akan ada banyak cara untuk menyelesaikan masalah ini. Mundur selangkah untuk maju sepuluh ribu langkah ke depan, Sutan juga sudah mengatakannya. Jika tidak berhasil, kalian juga bisa mengadopsi seorang anak. Kamu tidak perlu lagi khawatir akan hal ini. "

Veni kali ini baru menatap Sutan. Dalam pandangannya terkandung kebingungan dan juga harapan. Namun paling banyak adalah cinta.

Setelah gelombang ini, akhirnya masalah Sutan ini juga berakhir. Perasaan hati kami pun membaik. Kami mulai minum bir dan mengobrol. Dan aku kembali menjadi fokus pembicaraan dari mereka.

Robi memiringkan kepalanya, mengambil botol bir dan kembali bertanya, "Ugie, apakah kamu tidak ada menghubungi Isyana beberapa hari ini?"

Nama Isyana seakan sudah menjadi hal yang tabu bagiku. Ketika diucapkan hatiku terasa menjadi sakit.

Aku menggelengkan kepala dan menyesap bir.

Robi masih belum berhenti dan kembali bertanya, "Dia tidak menghubungi kamu?"

Aku masih menggelengkan kepala.

"Tapi aku bisa memberitahumu. Aku mendengar Lulu yang akhir-akhir ini memberitahuku. Pertama, Suasana hati Isyana dalam beberapa hari ini sedang tidak baik. Dia sudah lebih dari satu kali melampiaskan emosinya. Kedua, orang yang bernama Don Juan itu sepertinya setiap hari datang memberikan bunga kepada Isyana, Dia terlihat mengejar Isyana dengan cukup erat. "

Apa yang Robi katakan ini sebenarnya sudah aku pikirkan sejak awal. Namun ketika Robi mengatakannya, seluruh tubuhku menjadi tidak nyaman, ini bukanlah sebuah perasaan sakit di hati yang sederhana, namun seperti sekujur tubuhku telah dikosongkan. Dalam pikiranku dipenuhi bayangan Don Juan dan Isyana yang bersama.

Tanganku yang memegang botol bir itu sudah bergetar dengan ringan. Aku sudah tahu dengan jelas meskipun waktu hubunganku dengan Isyana tidak selama ketika aku bersama dengan Raisa, Namun sakit yang diakibatkan berpisah dengan Isyana jauh lebih kuat dibanding ketika aku berpisah dengan Raisa.

Aku minum setengah botol bir sekaligus. Ketika meletakkan botol akupun bersendawa dan badanku pun menjadi lebih tenang. Raisa terus menatapku dan tiba-tiba berkata,

"Ugie, aku tidak tahu apa yang terjadi antara kamu dan Isyana. Tapi apakah kamu masih ingat? Apa yang kamu dan isyana bicarakan di sini ketika pembukaan toko bunga Robi."

Aku sedikit mengangguk. Aku pernah bertanya kepada Isyana apa yang dia dan Raisa bicarakan hari itu. Tapi Isyana tidak memberitahuku.

Raisa melanjutkan, "Sebenarnya yang kami berdua bicarakan semua tentangmu. Walaupun isyana tidak secara langsung mengatakannya, namun aku bisa merasakan perasaannya kepadamu sangatlah dalam. Sehingga aku menyarankan kamu untuk pergi kembali mengobrol dengannya, berusaha untuk memperbaikinya. "

Aku tersenyum pahit sambil melihat Raisa.

Novel Terkait

Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
My Perfect Lady

My Perfect Lady

Alicia
Misteri
4 tahun yang lalu
Takdir Raja Perang

Takdir Raja Perang

Brama aditio
Raja Tentara
4 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
Mr CEO's Seducing His Wife

Mr CEO's Seducing His Wife

Lexis
Percintaan
4 tahun yang lalu
Thick Wallet

Thick Wallet

Tessa
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu
Hidden Son-in-Law

Hidden Son-in-Law

Andy Lee
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu