Love And Pain, Me And Her - Bab 466 Jawaban Veni

Setelah selesai masak, kami semua duduk di sekeliling meja makan dan mulai menyantap makanan. Namun Veni seolah-olah tidak berselera, dia bahkan tidak terlalu banyak makan, sesuap nasi saja perlu mengunyah beberapa waktu baru bisa menelannya.

Aku dapat mengerti perasaannya, namun aku tidak menyetujui cara kerjanya, bagaimanapun saat ini dia sedang menyiksa dirinya sendiri.

Robi melirikku, aku mengangguk kepadanya, mengisyaratkan dirinya untuk mengungkit masalah berobat di luar negeri. Aku dapat merasa kalau Robi sedikit grogi, dia bersiap-siap dan menatap Veni, lalu berkata dengan nada ringan “Veni, aku beberapa hari lagi mau ke Amerika, Ugie memintaku mengurus sesuatu di sana. Aku sendiri sepertinya tidak sanggup mengerjakannya, kamu boleh membantuku ?”

Veni melirik sekilas kepada Robi, lalu tersenyum pahit dan menggeleng kepala dengan perlahan-lahan, setelah itu berkata dengan suara lemas “Robi, aku tahu kamu ingin aku mengganti suasana hati di luar. Tetapi aku sekarang tidak apa-apa, benaran tidak apa-apa, kalian tidak perlu mengkhawatirkanku.”

Penolakan Veni membuat Robi menjadi canggung dan tersenyum pahit, dia menoleh menatapku, dalam hatiku juga ikut tersenyum pahit. Seandainya aku adalah Veni, aku juga tidak bakal pergi hanya dengan alasan yang dilontarkan oleh Robi pada barusan.

Setelah berpikir sejenak, aku langsung menatap Veni dan berterus terang kepadanya “Veni, aku jujur saja. Sebenarnya menyuruh kamu ke Amerika, dikarenakan Robi telah menghubungi sebuah rumah sakit. Rumah sakit ini sangat ahli dalam gejala infertilitas. Kami semua telah diskusi, lalu memutuskan agar Robi yang membawamu menjalankan pemeriksaan di sana.”

Setelah selesai bicara, Veni tiba-tiba terbengong. Tangannya yang sedang memegang sumpit juga sedikit gemetar. Meskipun sebelumnya Isyana tidak mengenai hal ini, namun setelah mendengar pembicaraanku pada barusan, dia juga ikut membujuk Veni “Veni, kamu pergi saja ! Tidak berobat juga tidak masalah, setidaknya jalan-jalan di luar, mungkin saja kamu akan berpendapat lain terhadap kehidupan. Contohnya seperti aku sendiri, pada saat Nogo bangkrut dan harta rumahku juga dibekukan, aku juga merasa seperti dunia telah kiamat, tetapi setelah jalan-jalan di luar, aku menyadari ternyata dunia ini sangat luas, kita juga sangat kecil, semua senang dan susah, pisah dan kumpul, sama sekali tidak seberapa apabila di hadapan dunia ini.”

Veni tetap saja terdiam, setelah itu Isyana menatapku dan sedikit memiringkan kepalanya kepadaku, mengisyaratkan aku untuk melanjutkan pembicaraan. Aku menatap Veni dan berkata dengan perlahan-lahan “Veni, benar kata Isyana. Kamu tidak boleh seperti ini lagi, kamu tahu seberapa khawatirnya kami kepadamu ? Meskipun kamu tidak memikirkan dirimu sendiri, juga harus memikirkan keluargamu dan kami yang sebagai teman-temanmu. Dengan wajahmu yang begitu pucat, kami semuanya sangat sakit hati. Ayo ikuti saran kami, coba ke Amerika bersama Robi.”

Mata Veni juga telah kemerahan, air matanya bergenang di dalam mata. Beberapa saat kemudian, Veni mengangguk dengan perlahan-lahan “Baik, aku pergi, aku pergi ke Amerika.”

Setelah selesai berbicara, Veni langsung meneteskan air matanya, Isyana buru-buru mengambil tissue dan memberikan kepada Veni. Sementara aku dan Robi saling bertatapan secara diam-diam, kami berdua lega secara bersamaan. Bagaimanapun Veni telah setuju untuk berangkat ke Amerika, kami percaya bahwa pada perjalanan kali ini, meskipun Veni tidak berhasil mengobati penyakitnya, namun setidaknya akan sangat membantu Veni dalam memulihkan kesedihannya.

Dikarenakan Isyana pernah sekolah di luar negeri dan pernah berkunjung ke berbagai negara, dia mulai menjelaskan kepada Veni dan Robi mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat keluar negeri. Bagaimanapun Veni telah menyetujui kami, sehingga suasana hati kami juga menjadi lebih tenang dan santai. Kami sambil mendengar penjelasan Isyana, sambil menyantap makanan.

Beberapa saat kemudian, suara deringan ponsel tiba-tiba muncul dari ruang tamu. Veni mendengar sekilas dan berkata “Ponselku.”

Setelah itu dia bermaksud untuk berdiri. Namun Robi malahan menghalanginya dan berkata “Kamu duduk saja, aku yang ambil.”

Setelah selesai berkata, Robi langsung berjalan ke arah ruang tamu.

Sejenak kemudian, Robi sudah kembali dengan tangan kosong dan sama sekali tidak memegang ponsel. Veni menatapnya sambil bertanya “Robi, di mana ponselku ?”

Robi duduk dengan gaya tidak peduli, lalu menjawab dengan nada santai “Oh, itu orang yang menawar asuransi, aku sudah memutuskan teleponnya. Ayo, Isyana, kamu lanjut cerita, ada berbagai hal yang memang belum aku ketahui. Aku mesti lebih mengingat lagi, daripada nanti memalukan di sana pula.”

Aku saling bertatapan dengan Isyana, karena pada saat Robi berkata demikian, reaksi wajahnya sangat tidak wajar. Aku bahkan sudah dapat menebaknya, telepon barusan sama sekali bukan telepon dari agen asuransi, malahan adalah telepon yang berasal dari Sutan.

Veni meletakkan sumpitnya, dia terus menatap Robi dengan tatapan bengong dan tidak terima. Robi menjadi tidak nyaman karena tatapan Veni, sehingga tersenyum canggung kepadanya dan bertanya “Veni, kamu kenapa ?”

Veni menatap Robi, lalu bertanya dengan nada ringan “Robi, sebenarnya telepon dari siapa ?”

Reaksi wajah Robi sedikit tidak wajar, namun dia tetap nekat dan menjawab “Benar-benar dari agen asuransi, aku perlu bohong padamu ya ?”’

Kedua tangan Veni sedang memegang pegangan kursi, saat ini dia berdiri dengan perlahan-lahan dan langsung berjalan ke arah ruang tamu. Namun pada saat tiba di depan pintu, Robi tiba-tiba menjerit “Veni, kamu tunggu sebentar !”

Tubuh Veni gemetar sejenak, dia berdiri di tempat dan menoleh kepalanya, setelah itu menatap Robi dengan wajah yang penuh dengan kesedihan.

Robi juga ikut berdiri, dia menatap Veni dan berkata dengan perlahan-lahan “Aku memang berbohong, telepon barusan bukan dari agen asuransi, malahan dari Sutan.”

Setelah Robi selesai berkata, kami dapat merasakan bahwa tubuh Veni telah mulai terhuyung . Setelah itu Robi berkata lagi “Veni, kalian sudah putus, kamu jangan merindukan dia lagi. Dia sekarang sangat baik, lebih baik dari kita semua. Dia tinggal di perumahan mewah dan membawa mobil mewah, lalu juga sangat berkuasa di dalam perusahaan. Dia sudah mendapatkan hidup yang diinginkannya, kenapa kamu harus merindukan dirinya lagi ?”

Veni tiba-tiba tersenyum, namun senyumannya sangat sedih dan kasihan. Dia menatap Robi, lalu menggeleng kepala dengan perlahan-lahan. Setelah itu tiba-tiba tubuh Veni menjadi lemas dan jatuh tergeletak di lantai.

“Veni !”

Kami bertiga menjerit nama Veni secara serentak. Gerakan Robi paling cepat, dia langsung beranjak ke sisi Veni, lalu menjerit nama Veni dan ingin memeluknya, namun aku langsung menghalanginya dan berkata “Robi, jangan bergerak dulu, cepat panggil ambulans.”

Aku tidak tahu Veni pingsan karena tubuhnya yang sudah terlalu lemas atau dikarenakan alasan lainnya. Oleh sebab itu aku tidak membiarkan Robi menyentuhnya, sementara pada saat ini Isyana telah memanggil ambulans. Aku dan Robi masing-masing mencubit bagian philtrum dan purlicue Veni.

Tidak lama kemudian ambulans telah tiba, pada saat di dalam mobil, Veni pernah sadar sejenak. Namun dia hanya sekedar membuka matanya dan menatap kami, setelah itu menutupi matanya lagi dengan perlahan-lahan.

Setelah tiba di rumah sakit, Veni langsung dibawa ke unit gawat darurat. Robi terus berdiri di depan ruangan operasi, kedua matanya terus menatap pada tempat jauh, tidak tahu juga apa yang sedang dipikirkannya.

Novel Terkait

Istri kontrakku

Istri kontrakku

Rasudin
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Because You, My CEO

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
4 tahun yang lalu
Get Back To You

Get Back To You

Lexy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Menaklukkan Suami CEO

Menaklukkan Suami CEO

Red Maple
Romantis
3 tahun yang lalu
Pergilah Suamiku

Pergilah Suamiku

Danis
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Back To You

Back To You

CC Lenny
CEO
4 tahun yang lalu
Asisten Bos Cantik

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Gadis Penghancur Hidupku  Ternyata Jodohku

Gadis Penghancur Hidupku Ternyata Jodohku

Rio Saputra
Perkotaan
4 tahun yang lalu