Love And Pain, Me And Her - Bab 469 Veni Yang Kasihan

Aku tertawa dengan pahit. Don Juan ini juga merupakan pengecualian dari emas dan giok, aku sudah berkata begitu jelas dan dia masih tidak mengerti kenapa aku memberi tahu dia masalah ini. Aku melihat ke Don Juan dan langsung berkata,

"Presdir Romino, aku juga tidak menyembunyikannya dari kamu. Masalah ini memang tidak berhubungan denganmu, tetapi aku ingin meminta bantuanmu, apakah kamu bisa mencari tahu mengapa produk Indoma Food bisa diluncurkan kembali dan bagaimana Sutan menghubungi Tyas ?

Setelah mendengar kata-kataku, Don Juan langsung mengerti dan berkata, "Oh, aku sudah mengerti! Ternyata kamu itu khawatir kepada Isyana ya? Baik, kamu tenang saja, serahkan masalah ini kepada aku!"

Aku mengangguk dan tersenyum kepada Don Juan.

kata-kata Don Juan benar, aku khawatir kepada Isyana, yang paling utama adalah aku khawatir tentang situasi Isyana berada di Djarum Grup. Isyana berhasil menurunkan produk Indoma Food melewati pamannya, tetapi sekarang produk diluncurkan kembali lagi, tidak tahu kenapa aku merasa ada sesuatu yang salah di antara ini, setidaknya aku merasa kemungkinan besar tujuan Tyas ini bukan mau membantu Indoma Food tetapi sengaja menargetkan Isyana.

Tentu saja, semua ini hanya pemikiran aku saja, tidak ada bukti yang menyakinkan juga.

Setelah mengobrol dengan Don Juan sejenak, dia pun pergi setelah melihatku tidak bisa memberi dia bantuan apa pun.

Setelah mengantar Don Juan pergi, aku merasa agak lucu, dulu dia selalu memandang rendah aku dan aku juga membencinya. Tetapi sekarang, dia tidak hanya setuju mau membantuku, kami bahkan mengobrol seperti teman lama di sini.

Pada saat hampir jam pulang kerja, Isyana meneleponku. Setelah telepon terhubung, suara lembut Isyana pun berdering, "Ugie, aku harus lembur hari ini. Kalau kamu tidak ada urusan lain, nanti pergi ke rumah sakit untuk jenguk Veni saja. Dalam beberapa waktu ini, seharusnya Veni sendirian di rumah sakit, Robi seharusnya berada di rumah memasak sup untuk Veni"

Aku segera setuju dan berkata, "Baik, kamu jangan khawatir, aku akan pergi nanti. Kamu jangan lembur terlalu malam, istirahat lebih awal"

Setelah itu, aku mengakhiri telepon dan sekedar memberes dokumen di atas meja sebelum mengemudi ke rumah sakit.

Karena saat sekarang adalah jam pulang kerja, kondisi jalan raya sedikit macet. Perjalanan yang biasanya membuntuhkan 30 menit lebih diperpanjang menjadi satu jam lebih baru tiba di rumah sakit.

Setelah parkir mobil, aku turun dari mobil dan berjalan ke arah lobi rumah sakit, pada saat itu sebuah suara wanita memanggilku dari belakang, "Ugie!"

Suara ini membuat alisku mengerut, aku terlalu mengenal suara ini, suara Wulandari.

Aku berputar balik badan dan melihat Wulandari baru mau masuk ke dalam mobilnya. Melihatku berhenti berjalan, dia pun menutupi pintu mobilnya dan berjalan menghampiriaku.

Setelah tiba di sisiku, Wulandari pun bertanya dengan senyuman.

"Ugie, kamu datang memeriksa kesehatan atau datang menjenguk teman?"

Aku tertawa dengan dingin dan bertanya Wulandari, "Presdir Wulandari, apakah kamu tidak ada urusan lain? Kalau tidak ada, aku mau pergi dulu"

Setelah itu, aku segera berputar balik badan. Aku benar-benar tidak ingin menghabiskan waktu dengan wanita ini, melihat penampilan dia yang sombong, aku langsung teringat dengan Veni yang berada di atas tempat tidur.

"Tunggu sebentar"

Wulandari berteriak. Aku menoleh ke Wulandari tanpa berkata apa pun, ekspresi Wulandari juga menjadi sangat dingin, dia langsung bertanya, "Ugie, sepertinya kamu sangat membenciku?"

Aku tertawa dengan dingin lagi dan menggelengkan kepala aku, "Tidak bisa berkata membenci, tentu saja juga tidak bisa berkata suka. Aku tidak dekat dengan kamu, kita hanya pernah berjumpa beberapa kali saja"

Kata-kataku membuat Wulandari merasa tidak senang, dia berkata dengan tidak puas, "Ugie, aku tahu kamu tidak senang kepadaku karena Sutan putus dengan Veni. Tetapi aku ingin bertanya kepada kamu, apakah aku salah mengejar cinta dan kebahagiaanku sendiri? Apakah harus mereka berdua bersama kalian baru merasakan kebahagiaan? Kamu bertanya saja kepada Sutan, dia lebih bahagia bersamaku atau bersama dengan Veni dulu"

Kata-kata Wulandari membuatku tidak tahu harus berkata apa. Kata-kata dia sepertinya tidak salah, dia juga sedang mengejar cinta dia sendiri. Dia ada salah apa?

Tetapi, ketika aku berpikir tentang Veni, hatiku terasa sakit. Aku melihat ke Wulandari dan langsung berkata, "Presdir Wulandari, kamu mengejar kebahagiaan kamu sendiri tidak salah. Tetapi kamu jangan lupa, pria yang kamu kejar itu pria yang memiliki pacar, hal ini sepertinya sungguh tidak bermoral. Tentu saja, batas moral di sudut pandang semua orang itu berbeda. Mungkin bagi kamu dan Sutan semua ini tidak termasuk apa-apa, karena di dunia kalian, yang kalian pikirkan hanya kalian sendiri dan kalian tidak akan berpikir dari sudut pandang orang lain"

Kata-kataku membuat ekspresi Wulandari menjadi semakin jelek, dia melirikku dengan marah kemudian menghela nafas panjang untuk menenangkan dirinya.

"Ugie, Sutan hanya memiliki satu teman baik, yaitu kamu. Aku berharap kamu bisa menghadiri acara pernikahan kami! Kalau tidak Sutan pasti akan merasa sangat sedih"

Aku tersenyum dengan ringan dan berkata secara perlahan, "Presdir Wulandari, terima kasih atas undangan kalian. Tetapi aku ini belum pernah menghadiri acara mewah, lebih baiknya kalau aku tidak menghadiri pernikahan mewah kalian. Aku takut akan aku akan membuat kalian merasa malu. Sudah, aku pergi dulu, Presdir Wulandari juga sibuk saja"

Setelah itu, aku langsung berjalan ke arah lobi rumah sakit tanpa menunggu jawaban Wulandari.

Waktu di elevator, aku memikirkan kata-kata Wulandari tadi. Sebenarnya Wulandari sepertinya juga tidak membuat salah apa pun. Di dunia cinta, ada salah dan benar apa? Kalau memang harus berkata ada yang salah, maka orang itu adalah Sutan!

Tiba di depan kamar, aku mengetuk pintu kamar dan membukanya setelah mendengar Veni berkata "Masuk"

Veni sedang berbaring di atas tempat tidur, dia pun duduk dari tempat tidurnya setelah melihat kedatanganku. Veni terlihat sehat, tetapi wajahnya yang sedih membuat orang yang melihatnya merasa sakit hati.

Veni tersenyum kepadaku dan berkata, "Ugie, bukannya aku sudah berkata? Aku tidak apa-apa. Kalian kerja sangat sibuk, tidak perlu terus datang menjengukku"

Veni ini memang begitu. Lembut, baik hati dan selalu berpikir untuk orang lain, sayangnya dia tidak pernah berpikir untuk dia sendiri.

Aku tersenyum dan sembarang berkata, "Tidak apa-apa. Aku sendiri di studio juga lumayan bosan, kebetulan datang ke sini bisa mengobrol dengan kalian"

Setelah mengobrol dengan Veni sebentar, tatapanku jatuh kepada buket bunga yang terletak di samping. Buket bunga ini terlihat agak berantakan, mencakup bunga lili, melati dan tulip. Begitu melihatnya aku sudah tahu bahwa bunga ini pasti bukan bunga dari Robi. Karena Robi lebih tahu dari kami bahwa bunga favorit Veni itu bunga Lili. Robi tidak mungkin membawa buket bunga yang berantakan seperti ini datang ke sini.

Novel Terkait

Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
1001Malam bersama pramugari cantik

1001Malam bersama pramugari cantik

andrian wijaya
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Anak Sultan Super

Anak Sultan Super

Tristan Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
4 tahun yang lalu
Unplanned Marriage

Unplanned Marriage

Margery
Percintaan
4 tahun yang lalu
Unlimited Love

Unlimited Love

Ester Goh
CEO
4 tahun yang lalu
Siswi Yang Lembut

Siswi Yang Lembut

Purn. Kenzi Kusyadi
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu