Love And Pain, Me And Her - Bab 274 Bertemu Lagi

Aku sedikit tertegun. Kemarin baru saja bertemu dengan Jane, meskipun dia meminta aku untuk mengaktifkan ponselku karena dia ingin mencariku. Tetapi aku tidak menyangka begitu cepat. Rose melihat aku sedang memegang ponsel dengan keadaan bengong. Dia segera berkata di sampingku, “Ugie, kamu cepat sedikit. Begitu banyak buku, kamu jangan membiarkan aku sendiri yang mengangkatnya. Jangan malas”

Aku memelototinya. Pria ini, telah menganggapku sebagai pembantunya.

Setelah selesai mengangkat semua buku dengan Rose, sudah hampir jam dua. Awalnya Rose ingin membawaku pergi makan mie, tetapi aku takut tidak sempat, dan menolaknya. Kemudian aku langsung pergi ke Tongjie.

Tongjie merupakan sebuah rumah teh yang sangat terkenal ditempat kami. Lokasinya berada di tepi sungai dan merupakan bangunan antik, ditambah dengan keberadaan lokasinya yang lebih tinggi. Orang-orang suka meminum teh di sini sambil menikmati pemandangan sungai. Perlahan-lahan, juga menjadi salah satu spot di tepi sungai.

Karena membantu Rose mengangkat buku, bajuku pun penuh dengan debu. Tetapi takut akan terlambat. Jadi aku tidak pulang ke rumah untuk mengganti baju, dan aku pergi dengan bajuku yang penuh dengan debu. Berdasarkan nomor ruangan yang Jane katakan, aku naik ke atas dan mengetuk pintu. Setelah terdengar “Silakan masuk”, aku pun masuk ke dalam ruangan itu.

Ruangan yang antik ini, penuh dengan aroma yang wangi. Selain itu, juga terdapat suara guqin. Pada lingkungan yang elegan ini, terdapat dua wanita cantik yang duduk di dalam ruangan ini, sambil menatap aku yang berjalan masuk ke dalam ruangan itu.

Ketika melihat mereka berdua, aku tertegun. Aku tiba-tiba menyadari, kemarin Jane mengatakan, untuk masalah ini dia akan mencari sebuah solusi untuk menyelesaikannya. Aku hanya tidak menyangka bahwa, solusinya adalah mengajak aku dan Isyana untuk bertemu.

Isyana juga tampak tidak mengetahui aku akan datang, dia menatapku, dan juga tertegun. Aku dan Isyana saling menatap, tatapan kami penuh dengan perasaan yang mendalam.

Jane melihat aku berdiri di tempat semula, dan dia segera berkata, “Ugie, mari duduk”

Kemudian aku baru sadar. Lalu aku berjalan dengan lambat, dan duduk di sebuah kursi yang antik.

Jane bangkit lalu dia menuangkan secangkir teh kepadaku, sambil berkata dengan tersenyum, “Dulu orang mengatakan, pergi ke suatu tempat untuk menenangkan diri yang sedang sibuk. Hari ini kita bertiga juga bersantai ditengah kesibukan, untuk meminum teh dan menikmati pemandangan sungai di sini. Hanya saja, hari ini tidak turun salju. Jika terdapat pemandangan salju, maka akan menjadi sangat luar biasa”

Jane pun mulai berkata. Dia ingin menghilangkan rasa canggung di antara aku dan Isyana. Tetapi, aku dan Isyana tidak menjawabnya. Suasana di dalam ruangan tetap saja seperti sebelumnya.

Jane tampak tetap tenang, dia menunjuk ke arah cangkir teh, dan berkata dengan tersenyum, “Ugie, coba cicipin teh di sini. Ini adalah teh baru yang direkomendasi oleh bos di sini. Katanya air yang digunakan oleh mereka, merupakan mata air pegunungan. Tetapi aku tidak mengerti mengenai teh, dan juga tidak merasakan perbedaannya”

Aku pun mengambil cangkir itu, dan mencium teh itu, lalu tercium sebuah aroma yang sangat wangi. Kemudian aku pun meminumnya, benar saja terdapat sebuah rasa yang menyegarkan. Hanya saja terdapat rasa kepahitan sesudah itu, dan rasa menyegarkan itu juga hilang setelah ditutupi oleh rasa kepahitan ini.

Jane melihat tubuhku penuh dengan debu, dan dia bertanya kepadaku sambil mengernyit, “Ugie, kenapa bajumu seperti ini?”

Aku tersenyum pahit, dan tidak menjawab pertanyaan Jane.

Aku menatap Isyana dengan diam-diam. Semenjak aku masuk, Isyana hanya diam saja. Bahkan dia juga tidak menyentuh cangkir teh di depannya sama sekali.

Jane melihat kami tidak berkata, dia pun menghela nafas, sambil menatap Isyana, dan berkata dengan lambat, “Kalian berdua sudah saling kenal, seharusnya aku tidak perlu memperkenalkan kalian lagi?”

Isyana melemparkan senyuman kepada Jane, tetapi senyumannya itu terlihat terpaksa. Kemudian, Isyana menggelengkan kepalanya dengan pelan.

Aku berusaha menahan perasaan di dalam hatiku, untuk menatap Isyana, lalu aku bertanya kepadanya dengan berpura-pura tenang, “Isyana, bagaimana keadaanmu akhir-akhir ini?”

Tampaknya Isyana tidak menduga aku akan tiba-tiba berkata dengannya. Isyana tampak sedikit gelisah, tetapi dia mengangguk dan mengatakan, “Baik-baik saja, bagaimana dengan kamu?”

Aku tersenyum pahit, lalu aku mengeluarkan sebatang rokok, dan mengatakan, “Tidak terlalu baik! Akhir-akhir ini masuk ke kantor polisi, tetapi untungnya ada seseorang yang membantuku. Jika tidak saat ini aku masih berada di sana”

Isyana dengan ekspresi wajahnya yang datar berkata “Oh”, dan dia tidak berkata apa pun lagi.

Hatiku menjadi lebih sakit. Aku pernah memikirkan, adegan ketika aku dan Isyana bertemu lagi. Tetapi aku tidak menyangka, akan seperti ini. Kami sekarang berada di ruangan yang sama, tetapi seperti dipisahkan oleh sebuah jarak yang sangat jauh.

Jane melihat kami berdua tidak berbicara lagi. Lalu dia menatap Isyana, dan berkata, “Isyana, hari ini aku tidak memanggilmu Presdir Mirani. Aku langsung memanggil namamu saja”

Isyana tersenyum, dan mengangguk.

Kemudian Jane melanjutkan perkataannya, “Isyana, sebenarnya kita berdua seperti sudah ditakdirkan. Sebelumnya aku tidak mengetahui bahwa, ibuku dan tante Salim adalah teman lama, hubungan mereka cukup dekat. Jika seperti ini, pertemanan kita juga dapat dikatakan sebagai pertemanan dua generasi”

Jane adalah orang yang sangat pandai dalam berkata, perkataannya membuat Isyana terus mengangguk.

Kemudian, Jane menatapku, dia berkata dengan tersenyum, “Aku dan Ugie, juga seperti itu. Kami seangkatan ketika berkuliah. Dulu sewaktu kuliah, Ugie adalah mahasiswa yang sangat terkenal. Tetapi, pada saat itu aku hanya merupakan seorang mahasiswi yang biasa saja. Dan tidak mempunyai kesempatan untuk berkenalan dengan Ugie. Melainkan setelah memasuki dunia kerja, ketika melihat Ugie yang menghadiri konferensi pers. Dan aku merasakan bahwa Ugie masih tampak seperti dulu”

Jane memujiku. Sebenarnya dia juga bersikap rendah hati, dulu ketika sedang berkuliah, Jane adalah ketua tim debat. Dan juga pernah meraih peserta terbaik dalam lomba perdebatan nasional, bahkan orang seperti Robi yang sombong, juga berperhatian padanya. Bagaimana mungkin seperti yang dia katakan, mahasisiwi yang biasa saja?

Setelah selesai berkata, Jane mengalihkan tatapannya ke Isyana. Jane berkata lagi, “Isyana, sejujurnya. Aku sangat menghargai bakat Ugie, dan juga bersedia menjadi teman yang sangat baik dengannya. Tetapi aku dan Ugie, hanya sebatas hubungan pertemanan saja”

Sambil berkata, Jane mengambil cangkir, dan meminum teh dengan pelan.

Akhirnya Isyana berkata, dia menatap Jane, dan berkata dengan acuh tak acuh, “Jane, langsung katakan saja, apa yang ingin kamu katakan”

Jane tersenyum sejenak, dan kembali berkata, “Sebenarnya yang ingin aku katakan sangat sederhana. Karena aku merasakan bahwa Ugie adalah seorang teman yang bisa diandalkan, jadi kemarin aku memintanya untuk berpura-pura menjadi pasanganku, dan menemani aku untuk bertemu dengan ibuku. Sebenarnya ada sesuatu yang terjadi sebelum ini, pada saat itu Ugie menolak aku. Dan aku merasakan harga diriku diinjak, dan sangat emosi. Dapat dikatakan bahwa, setelah Ugie melihat aku marah, Ugie baru memutuskan untuk membantuku”

Perkataan Jane, membuat ekspresi Isyana menjadi canggung.

Novel Terkait

Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Takdir Raja Perang

Takdir Raja Perang

Brama aditio
Raja Tentara
4 tahun yang lalu
Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
5 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
Menantu Bodoh yang Hebat

Menantu Bodoh yang Hebat

Brandon Li
Karir
4 tahun yang lalu
Untouchable Love

Untouchable Love

Devil Buddy
CEO
5 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
5 tahun yang lalu