Love And Pain, Me And Her - Bab 395 Ciuman

Dengan Lulu yang masuk rumah sakit, pekerjaanku seketika bertambah banyak. Sepanjang sore hari ini, aku selalu dalam kesibukan, bahkan Amori dan Deren pulang kerja jam berapa, aku juga tidak tahu.

Setelah selesai menyibukkan semuanya, sudah jam delapan. Aku pun teringat aku masih harus pergi ke tempat Isyana untuk mengambil lisensi dari PT. Nogo Internasional. Ini adalah persyaratan mutlak jika aku ingin berpartisipasi dalam pertemuan tender.

Aku mengambil ponsel dan menelepon Isyana, belum lama berbunyi, Isyana sudah mengangkatnya. Tidak menungguku berbicara, terdengar suara Isyana yang sedikit malas dari sebelah sana, “Ugie, aku baru saja ingin meneleponmu.”

Aku tersenyum dan berkata pelan, “Isyana, katamu, tidakkah kita semakin hari semakin sepemikiran? Inilah yang dikatakan dengan telepati bukan?”

Isyana terkekeh. Bisa dirasakan, suasana hatinya lumayan baik. Aku segera berkata lagi, “Oh iya, sekarang aku pergi ambil lisensi PT. Nogo Internasional, bisa tidak?”

Isyana menguap, dan berkata dengan suara lembut, “Apanya yang bisa tidak bisa? Bukankah itu juga rumahmu? Tetapi sekarang aku belum sampai di rumah.”

Aku segera bertanya heran, “Sudah begitu malam kenapa masih belum pulang?”

Suara Isyana tetap sedikit malas, dia menjelaskan dengan lambat laun.

“Hari ini hari pertama bekerja, Paman dan Paman Santoso, serta beberapa rekan kerja lainnya mengadakan sebuah acara penyambutan yang kecil untukku. Kami baru saja bubar, aku sedang mengarah ke rumah, sudah hampir sampai juga.”

Tidak heran suara Isyana bermalas-malasan. Aku segera berkata, “Isyana, kamu minum bir tidak? Jangan menyetir kalau minum.”

Isyana tersenyum, “Tentu saja tidak! Supir yang mengantarkanku pulang. Sudah, di sini saja. Kamu datang saja, kita bicarakan nanti.”

Aku meletakkan ponsel dan tersenyum pahit. Banyak orang yang selalu menggantungkan ‘setiap orang adalah sederajat’ di mulut mereka, tetapi kenyataannya, bahkan orang yang baru saja dilahirkan, juga tidaklah sederajat.

Misalnya Isyana. Dengan keruntuhan PT. Nogo Internasional, seharusnya kehidupan dia mungkin akan sedikit suram, tetapi dia bergabung dengan Djarum Grup. Baru saja masuk kerja, mobil khusus saja sudah dilengkapi. Berapa banyak orang yang pada usianya, masih meronta-ronta di garis permulaan untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Bagaimana mungkin ini adalah sederajat?

Sementara aku, terlebih lagi tidak dapat dibandingkan dengan Isyana. Meskipun sekarang aku memiliki sebuah studio kecil, tetapi tidak punya mobil dan rumah sendiri. Semua dari segalanya, hanya bisa mengandalkan perjuangan keras diriku sendiri. Sementara bisa sukses atau tidak, hanya bisa serahkan pada Tuhan.

Aku berkemas sebentar, lalu keluar memanggil taksi, dan langsung pulang ke rumah. Bibi Salim dan Isyana tinggal di rumahku, satu-satunya keuntungan dari ini adalah, jika aku ingin melihat Isyana, ada banyak alasan untuk pulang melihatnya.

Tiba di depan pintu, aku mengetuk pelan beberapa kali, tetapi tidak ada orang yang menyahut. Aku punya kunci cadangan, aku mengeluarkannya, dan membuka pintu. Begitu masuk, awalnya aku ingin memanggil Bibi Salim, tetapi melihat tampilan di depan ini, aku pun tersenyum.

Isyana sudah pulang, dia mengenakan piyama sutra warna putih, lengannya yang putih dan kakinya yang halus terpapar di luar. Sekujur orangnya sedang berbaring menyamping di atas sofa, dan tertidur.

Sementara itu, Bibi Salim sepertinya juga tidak ada di rumah. Aku mengendap-endap ke sebelah Isyana, dan berjongkok di depannya. Aku mengamati wanita ini yang begitu membuatku terpukau.

Karena minum bir, wajah Isyana sedikit merah, ditambah lagi kulitnya memang sudah putih cerah, perasaan putih bercampur merah ini, menambah beberapa pesona padanya. Isyana bernapas stabil, gunung yang menjulang di depan dadanya, pelan-pelan naik turun mengikuti napasnya.

Menatap Isyana, aku tetap tidak tahan, lalu aku memberi ciuman pelan pada dahi Isyana yang mulus.

Bagaikan yang tertulis dalam kisah dongeng, sebuah ciuman membangunkan putri tidur. Ciumanku yang pelan, membuat Isyana membuka matanya yang mengantuk. Begitu melihatku, dia sama sekali tidak terkejut, melainkan menguap dengan malas. Kemudian, dia menunjukkan sebuah senyuman yang memikat, dan berkata sambil menatapku, “Ugie, kamu menyebalkan, menggangguku ketika sedang tidur.”

Nada Isyana yang mengeluh manja, membuat hatiku terasa gatal tidak keruan.

Aku tetap berjongkok di depan Isyana, sambil menatap matanya yang berair, aku berkata, “Kalau begitu sekarang kamu sudah bangun, bisakah aku mengganggumu?”

Sambil berkata, tanganku pelan-pelan memegangi wajah Isyana.

Kulitnya yang halus dan cerah, membuat tanganku terasa seperti mengelus kain sutra. Isyana tidak menolak gerakanku, sebaliknya dia memegangi tanganku, dan berkata manja sambil menatapku.

“Tarik aku bangun.”

Aku menarik pelan, dan Isyana pun bangkit duduk.

Aku duduk di sebelah Isyana, sambil menatap rambutnya yang sedikit berantakan, aku bertanya padanya, “Di mana Bibi Salim?”

“Pergi keluar main kartu.”

Perkataan Isyana, membuat hatiku diam-diam merasa girang. Pada malam yang sunyi ini, berkesempatan untuk berduaan dengan Isyana, bagiku benar-benar adalah hadiah kejutan.

Isyana sambil merapikan rambutnya, sambil menoleh menatapku. Melihat aku sedang menatapnya, dia membalikkan bola mata padaku, dan berkata tersenyum, “Lihat apa kamu sampai bengong begitu?”

Jika ada seorang wanita, setiap tatapan dan senyuman, setiap gerak-geriknya, bahkan gerakan yang tidak disengaja, semuanya penuh dengan keindahan dan godaan yang tak berujung. Pada saat ini, aku pun begitu.

Isyana hanya sekedar merapikan rambut, tetapi dalam mataku, ini adalah gerakan yang sangat menebar pesona.

Setelah Isyana selesai berkata, tidak menunggunya berbalik, tiba-tiba aku merangkul pundaknya, dan menariknya ke dalam pelukanku. Gerakanku membuat Isyana sedikit terkejut, dia berseru kaget, dan bergumam, “Kamu menyebalkan.”

Kalimat selanjutnya belum terucap, aku pun mencium bibirnya yang cerah menggoda itu. Isyana mendorongku dengan kedua tangan, tetapi ini hanya gerakan simbolis saja. Kemudian, tangannya berhenti di punggungku, dan dia mulai membalasku dengan pelan.

Ini adalah ciuman yang begitu memuaskan. Hingga ketika susah bernapas, barulah kami berpisah dengan terengah-engah. Aku mengira Isyana akan mengeluh manja padaku, tetapi dia mengangkat kepala dan menatapku dengan matanya yang lembut. Kemudian, dia bersandar padaku.

Gerakan Isyana ini membuat dalam hatiku girang sekali. Setelah dia benar-benar berjalan keluar dari bayangan gelap, dia pun tidak lagi menolakku, melainkan semakin inisiatif untuk berdekatan denganku.

Aku merangkul pinggang Isyana yang ramping, kami berdua pun duduk dengan tenang. Saat ini, dalam hatiku tidak ada pikiran lain, hanya berharap waktu bisa berjalan dengan lebih lambat lagi, sehingga membuat kedekatan yang singkat ini, menjadi lebih panjang.

“Ugie, apakah aku terlalu egois?”

Isyana berkata pelan, tetapi aku tidak paham dengan maksudnya, maka aku bertanya balik padanya, “Kenapa?”

Isyana bergeleng pelan, rambutnya yang halus menyapu pada pipiku. Dia mendesah pelan, dan berkata dengan suara ringan.

“Jelas-jelas sangat menyukaimu, tetapi tidak setuju untuk menjadi kekasihmu.”

Sambil berkata, Isyana mendongak menatapku, “Ugie, kamu tidak akan merasa aku sedang sengaja menyiksamu bukan?”

Novel Terkait

My Secret Love

My Secret Love

Fang Fang
Romantis
5 tahun yang lalu
Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
5 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
4 tahun yang lalu
My Superhero

My Superhero

Jessi
Kejam
4 tahun yang lalu
Hidden Son-in-Law

Hidden Son-in-Law

Andy Lee
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu