Love And Pain, Me And Her - Bab 620 Isyana Hilang

Kata-kata Veni sangat mengejutkanku. Aku hampir tidak bisa mempercayai telingaku. Aku langsung bertanya balik, "Veni, apa yang baru saja kamu katakan?"

Veni agak malu. Setelah ditanyai aku, dia membalas dengan suara kecil: "Aku hamil!"

Jawaban Veni membuatku amat gembira. Sebagai salah satu sahabatnya, aku merasa sangat bahagia untuknya. Kami semua tahu bahwa Veni sangat menyukai anak. Sekarang dia akhirnya bisa mempunyai anak sendiri. Ini pastinya merupakan kebahagiaan besar baginya.

Tetapi pada saat yang sama, hatiku mulai mengeluh. Saat di rumah sakit ibukota provinsi, Veni didiagnosa tidak akan bisa melahirkan anak. Kontradiksi nyata antara dia dan Sutan juga dimulai pada saat itu. Namun, tidak ada yang menyangka bahwa Veni yang sudah menikah jauh akan hamil setelah menikah. Aku tidak tahu bagaimana perasaan Sutan ketika mendengar berita ini. Dia mungkin akan mengeluh hidup mempermainkan orang.

Melihatku berekspresi semangat, Raisa bertanya padaku, "Ugie, ada apa dengan Veni?"

Aku segera menoleh dan memberitahunya dengan gembira, "Veni hamil!"

"Hah? Benarkah? Cepat, berikan ponselnya padaku. Aku mau bicara dengan Veni."

Raisa mendesakku dengan buru-buru. Aku segera menyodorkan ponsel kepadanya. Begitu Raisa mengambilnya, dia bertanya dengan senang hati.

Aku duduk diam di samping, melihat Raisa bertelepon dengan Veni. Mereka berdua mengobrol selama lebih dari setengah jam. Dulu setiap kali Raisa mengobrol untuk waktu yang lama, dia akan merasa kecapekan. Tapi hari ini dia terlihat sangat bersemangat. Setelah mematikan telepon, dia mulai mengobrol dengan aku lagi. Topik kami dimulai dari perihal Veni, kemudian sekali lagi kami berbicara tentang masa sekolah.

Entah berlalu berapa lama, ponselku bergetar lagi. Raisa menyerahkan ponsel kepadaku, berkata dengan lembut, "Ugie, kamu pergi sibuk. Aku mau istirahat sebentar."

Raisa mengobrol terlalu banyak hari ini. Sesuai kondisi fisiknya yang sekarang, memang sudah saatnya dia beristirahat. Aku membantunya membaringkan tubuh, lalu menutupinya dengan selimut. Setelah itu, aku pun keluar dari kamar tidur.

Ponsel masih bergetar. Aku mengeluarkannya dan melihat bahwa Kalin yang menelepon. Aku dan Kalin sudah lama tidak berkontak. Dia masih bekerja sebagai wakil presiden Departemen Pelatihan di Djarum Group. Aku pernah mendengar dari Isyana bahwa Kalin bekerja dengan baik di sana. Hanya saja tidak ada kesempatan untuk mempromosikannya dalam waktu dekat ini.

Setelah menjawab telepon, aku mendengar suara cemas dari Kalin: "Ugie, sepertinya terjadi seuatu pada Direktur Isyana."

"Apa?"

Aku sangat terkejut, buru-buru bertanya: "Ada apa? Apa yang terjadi?"

Kalin merendahkan suaranya untuk menjawab pertanyaanku: "Aku tidak tahu secara spesifik, tetapi aku mendengar bahwa tidak ada seorang pun di perusahaan yang dapat menghubunginya sekarang. Aku kira kalian berdua sedang bareng, tetapi kemudian aku merasa ada yang janggal. Kalau kalian berdua sedang bareng, orang-orang perusahaan pasti bisa menghubunginya. Maka dari itu aku menelepon kamu.”

Kata-kata Kalin membuat punggungku terasa dingin. Sebuah firasat yang sangat buruk membuatku bergidik. Aku langsung bilang ke Kalin: "Kalin, aku akan pergi ke perusahaan kalian sekarang juga. Kamu tunggu aku di lobi."

Usai berbicara, aku mematikan telepon.

Sambil mengingatkan beberapa hal kepada pengasuh dan meminta mereka untuk menjaga Raisa, aku mengambil mantel dan bergegas keluar pintu. Saat turun, aku sambil menelepon Isyana. Sayangnya, ponsel Isyana tidak aktif.

Karena aku tidak tahu situasi spesifik, sehingga aku tidak bisa menganalisis permasalahannya. Aku turun ke bawah dan mengemudi mobil, melaju di sepanjang jalan. Tidak lama kemudian, aku pun tiba di Djarum Group. Ketika aku memasuki lobi, aku langsung menemukan Kalin yang menunggu aku.

Melihatku masuk, Kalin berlari ke arahku. Sebelum dia sempat berbicara, aku langsung bertanya: "Apakah orang-orang di perusahaan belum bisa menghubunginya?"

Kalin menggelengkan kepala.

Aku mengerutkan kening, segera berkata: "Ayo, bawa aku menemui Sinarmas!"

Kalin mengangguk. Dia memanduku ke lift internal. Kami berdua langsung pergi ke kantor Sinarmas.

Menurut apa yang dibicarakan aku dan Isyana, Sinarmas menjabat sebagai presiden perusahaan. Tiba di depan pintu kantor, aku mengetuk pintu. Tanpa menunggu respon dari dalam, aku langsung masuk.

Begitu masuk, terlihat Sinarmas berdiri di depan meja besar dengan tangan di belakang punggung. Beberapa orang berdiri di sampingnya. Aku kenal salah satunya, dia adalah asistennya Isyana.

Sinarmas sangat sopan padaku. Melihat aku masuk, dia segera mendekati aku dan berjabat tangan denganku. Sebelum aku bicara, dia langsung berkata, "Direktur Ugie, apakah kamu punya kabar Isyana?"

Aku menggelengkan kepala, bertanya balik, "Apa yang terjadi? Apakah hari ini Isyana tidak datang ke perusahaan?"

Sinarmas menoleh ke asistennya Isyana dan berkata, "Asisten Belran, kasih tahu Direktur Ugie tentang situasinya!"

Asisten Belran tampak cemas. Dia menatapku, mulai menceritakan situasinya. Sesuai yang dikatakan Asisten Belran, ternyata pagi ini Isyana datang ke perusahaan untuk bekerja seperti biasanya. Saat itu Asisten Belran menyiapkan kopi untuk Isyana. Saat dia memasuki pintu, dia melihat Isyana sedang bertelepon. Sebelum dia sempat mendengar dengan jelas apa yang dikatakan Isyana, Isyana langsung mematikan telepon dan bergegas keluar dengan tergesa-gesa.

Biasanya Isyana selalu memberi tahu asistennya ke mana pun dia pergi, supaya asisten dapat menghubunginya ketika ada masalah mendesak di perusahaan. Tapi kali ini Isyana tidak mengatakan sepatah kata pun kepada asistennya. Dia pergi begitu saja.

Awalnya Asisten Belran mengira Isyana terburu-buru karena ada urusan mendesak. Tetapi ketika beberapa manajer puncak dari perusahaan datang untuk melaporkan pekerjaan mereka, Asisten Belran tidak bisa menghubungi Isyana. Asisten Belran tahu bahwa Isyana tidak mungkin kehabisan baterai ponsel karena dia melihat Isyana melakukan panggilan telepon di pagi hari. Isyana juga tidak punya kebiasaan menonaktifkan ponsel. Asisten Belran merasa ada yang tidak beres, dia pun segera melaporkan hal ini kepada Sinarmas. Kebetulan Kalin juga ada di tempat, jadi dia pun keluar dan menelepon aku.

Usai Asisten Belran berbicara, orang pertama yang muncul di pikiranku adalah Sutan. Sebelum aku berbicara, Sinarmas tiba-tiba berkata kepada beberapa orang di sampingnya: "Kalian keluar dulu, ada yang ingin aku bicarakan dengan Direktur Ugie."

Beberapa orang itu pun keluar. Sinarmas menatapku, segera berkata, "Direktur Ugie, masalah ini seharusnya berhubungan dengan Tyas. Ada sesuatu yang mungkin tidak kamu ketahui. Setelah rapat hari itu bubar, Tyas memang tidak mengatakan apa-apa. Tetapi ketika dia kembali ke kantor, dia membawa pergi segel resmi perusahaan, lisensi dan prosedur terkait lainnya, serta beberapa dokumen penting. Pada saat itu, aku dan Isyana mencoba menghubunginya, tetapi bagaimanapun kami tetap tidak dapat menghubunginya. Aku rasa hilangnya Isyana berkaitan dengan masalah ini."

Novel Terkait

Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
3 tahun yang lalu
The Comeback of My Ex-Wife

The Comeback of My Ex-Wife

Alina Queens
CEO
4 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
My Cold Wedding

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Berpaling

Cinta Yang Berpaling

Najokurata
Pertumbuhan
3 tahun yang lalu
Revenge, I’m Coming!

Revenge, I’m Coming!

Lucy
Percintaan
3 tahun yang lalu
Menunggumu Kembali

Menunggumu Kembali

Novan
Menantu
4 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
4 tahun yang lalu