Love And Pain, Me And Her - Bab 185 Kenangan Masa Muda

Di ujung tangga, Raisa dan Veni saling bergandengan tangan, naik bersama. Tanpa diduga, ternyata ada Rehan dengan mengenakan jas dan sepatu kulit mengikuti dari belakang.

Harus diakui, penampilan Rehan Bastar hari ini, dia memiliki watak unik seorang lelaki dewasa, bisa disebut sebagai kematangan dan kemampuan yang sudah diasah selama bertahun-tahun, semua itu tidak terdapat dalam penampilan orang seperti kita yang baru beberapa tahun terjun ke masyarakat.

Ini adalah pertama kalinya sejak aku putus dengan Raisa, dia secara resmi muncul di lingkaran kami dengan Rehan, Makna di sini sudah sangat jelas dan pasti dapat dipahami oleh orang yang paling bodoh sekalipun.

Lulu dan Robi terlihat berkumpul dengan mereka, Hanya saja, tidak melihat sosok Sutan.

Begitu Raisa dan Rehan muncul bersamaan, Isyana menatapku dengan penuh arti. Melihat mereka datang mendekati, Isyana dan aku otomatis berdiri. Begitu terlihat semua orang mendatangi kami, Rehan berjalan paling depan dan mendekati Isyana, tersenyum dan berkata, "Halo, Presdir Mirani , Senang bisa bertemu kamu di sini"

Isyana juga menyambutnya dengan sopan, berjabat tangan dengan Rehan.

Ketika mereka habis berjabat tangan, tatapan Rehan ke arah luar jendela, Dia pura-pura tidak melihatku.

Aku hanya tersenyum ringan dan aku memutuskan mencoba berjabat tangan Rehan dulu, aku tersenyum padanya dan berkata, "Halo, Presdir Rehan, Kita bertemu lagi!"

Inisiatif aku kali ini, mengejutkan semua orang.

Sebenarnya, aku sangat tulus! Tidak ada maksud lain, karena Raisa membawanya masuk ke lingkaran kita, Itu juga membuktikan bahwa Raisa sepenuhnya menerimanya. Mengapa aku masih terjerat dan dihantui oleh masa lalu?

Rehan tidak menyangka aku mau berjabat tangan dengannya, Dia terkejut, tetapi dia segera mengulurkan tangan dan menerima jabatan tangan aku dengan sopan. Kita berdua sangat sungkan, sangat sungkan seperti orang asing yang baru kenalan.

Robi sepertinya tidak terbiasa dengan suasana seperti ini, Dia berkata dengan tidak sabar, "Sudahlah, Oke, jangan sungkan begitu, Ini bukan negosiasi bisnis, kalian tidak usah pura-pura tidak kenal dan akting lagi, apa tidak capek ya."

Kemudian dia menoleh ke pelayan, "mbak, beri mereka kopi yang terbaik, Biar mereka yang tidak tahu apa-apa ini bisa mencicipi kopi terbaik kita."

Kata-kata Robi membuat semua orang tersenyum, Suasananya sepertinya sudah menjadi lebih nyaman.

Aku bertanya lagi pada Veni, "Veni, Sutan dimana? Kenapa dia tidak datang?"

Veni tersenyum lembut, dia berkata dengan nada meminta maaf, "Sutan akan sedikit terlambat, Ada beberapa hal yang harus dia tangani dulu di perusahaannya."

Robi bergumam dengan tidak puas dan sedikit kecewa, "Ini kan akhir pekan, Kupikir dia direktur pengawasan? sibuk apa coba?"

Begitu Robi selesai berbicara, Veni memberinya tatapan manja, Robi segera tutup mulut.

Lulu tiba-tiba nyelutuk dan menunjuk ke belakang kami dan berkata, "Kalian belum melihat ya, Itu adalah karya bos Robi.

Begitu Lulu selesai berbicara, semua orang berbalik untuk melihat.

Kita semua melihat rak bunga kecil di sudut dinding yang tidak jauh dari belakang kita, Beberapa buket bunga diletakkan di atas rak bunga, Karena jaraknya agak jauh, aku tidak bisa melihat dengan jelas bunga apa, Tetapi bunga-bunga itu hanya memiliki dua warna, satu berwarna kuning, yang lainnya berwarna putih, Yang paling mengejutkan aku adalah ada foto dengan ukuran besar di atas rak bunga.

Semua orang mendekati rak bunga, begitu kita tiba, aku akhirnya bisa melihat dengan jelas semua yang ada di depanku, ternyata bunga krisan, kolokasi kuning dan putih, memberikan semacam suasana yang elegan, Tidak heran Lulu mengatakan bahwa masih ada bunga di lantai atas tadi.

Lalu melihat foto ukuran jumbo di atas rak bunga, aku tertegun. Foto itu secara khusus dikembangkan menjadi warna hitam dan putih untuk nostalgia jaman dulu, Ini memberi orang perasaan seperti sedang menjelajahi waktu, aku sangat akrab dengan pemandangan dan orang-orang di foto itu.

Foto diambil di pintu masuk Universitas, pemandangan itu sama dengan pemandangan diluar jendela tadi, dalam foto ada aku, Raisa, Sutan, dan tentu saja ada Veni dan Robi.

Aku ingat itu adalah hari menjelang kelulusan, hari itu, matahari sudah terbenam. Kita berlima dengan sedih meninggalkan kampus, berjalan pelan di taman kampus, Raisa menyarankan agar kami berlima mengambil foto sebagai kenang-kenangan, maka terciptalah foto ini.

Dalam foto itu, terlihat senyuman masa muda kami yang ceria. Raisa meringkuk di sampingku, dan Veni memegangi lengan Sutan. Dan Robi, berdiri di tengah-tengah kami berempat. Dia meletakkan tangan kirinya di bahu Raisa dan tangan kanannya di bahu Veni, sambil tersenyum, dia menikmati kenyamanan merangkul wanita di kiri dan kanan.

Melihat foto itu, aku merasa tak berdaya dengan waktu yang begitu cepat berlalu, dulu begitu sederhana dan naif, lambat laun berubah menjadi kemunafikan dan dunia juga semakin canggih, Satu-satunya hal yang tidak berubah adalah kenangan yang tersisa di ingatanku.

Aku sepertinya sudah mengerti mengapa Robi ingin membuka toko bunga dan Kafe ini, Dia berbeda dari kita, Dia masih ingin hidup, atau ingin tetap tinggal di kehidupan kampus yang dulu kita miliki, Tetapi apakah mungkin?

Semua orang terdiam, Raisa dan Veni berdiri di depan, aku tidak bisa melihat ekspresi mereka, tetapi aku dapat dengan jelas merasakan bahwa tubuh Raisa sedikit gemetar.

Masa muda dan cinta, realitas dan pengkhianatan.

Tiba-tiba, terdengar suara "klik ", Isyana mengambil foto ini dengan ponselnya.

Mungkin suasana terlalu menyedihkan, Robi menyulut sebatang rokok dan sengaja bertanya kepada aku, "Ugie, bagaimana dengan foto ini? Apakah kamu bisa merasakannya?"

Robi bertanya dengan santai, tetapi ekspresinya terlihat jelas ada sedikit kehilangan.

Sebelum aku menjawab, Lulu tiba-tiba memotong dan berkata, "Perasaan apalah! Kamu malah meletakkan bunga krisan di depan foto, membuatnya tampak seperti ritual atau sembayang.

Lulu tidak mengatakan sampai habis, Dia mungkin ingin mengatakan upacara peringatan, tetapi karena semua orang di dalam foto masih ada dan dia menahan diri untuk mengatakan kata-katanya sampai habis.

Robi tidak peduli, Dia melihat foto di depannya, merokok dan berkata dengan ringan, "Lulu, kamu benar! Ini adalah upacara peringatan untuk masa muda kita yang sudah hilang.”

"Maka dari itu kamu menamakan toko ini menjadi Kepedihan Masa Muda?"

Lulu bertanya dengan penasaran.

Robi mengangguk pelan, Dia yang biasanya tidak bisa diam, kali ini berdiri setenang patung.

Percakapan mereka berdua membuat semua orang terdiam lagi.

Hatiku juga terasa sakit, Apa yang berlalu sudah berlalu, Bisakah foto ini membawa kita kembali ke masa lalu?

Aku menyalakan sebatang rokok, pura-pura berkata dengan santai, "Robi, kamu jangan berlebihan deh, kepedihan masa muda? Emangnya kamu ada melewati masa puber? Apakah kamu tahu kepedihan itu apa?"

Aku sengaja menggodanya, aku tidak ingin terlihat masih terkenang masa lalu di depan Isyana dan Raisa.

Robi juga tersenyum, Dia meletakkan lengannya di pundakku dan berkata, "kamu itu tahu apa? Ini disebut pemasaran, pemasaran khusus untuk nostalgia. Ini khusus disiapkan untuk kalangan menengah keatas seperti kamu."

Robi sudah kembali ke sikapnya yang terlihat sangat bandel, cuek dan tidak perduli dengan apapun.

Novel Terkait

Mr. Ceo's Woman

Mr. Ceo's Woman

Rebecca Wang
Percintaan
4 tahun yang lalu
My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
4 tahun yang lalu
Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
4 tahun yang lalu
Thick Wallet

Thick Wallet

Tessa
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu
My Lady Boss

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu