Love And Pain, Me And Her - Bab 537 Masalah Yang Mengkhawatirkan

Setelah sampai di stasiun kereta. Aku melihat ayah dan ibuku yang menunggu di tempat yang sudah dijanjikan sebelumnya. Ayahku masih sama seperti sebelumnya sangat perhatian kepada ibu, walaupun sudah sore hari, namun matahari masih bersinar terik, dan ayahku membantu ibuku dengan memeganginya payung.

Melihat adegan ini, hatiku pun tersenyum. Selama puluhan tahun ini penjagaan ayah terhadap ibu bisa dikatakan sangatlah menyeluruh. Terhadap adegan ini, aku pun sudah tidak merasa aneh lagi.

Aku menghentikan mobil, turun dari mobil. Ayah dan Ibu melihatku, kedua orang itu terlihat sangat gembira dan tersenyum. Hampir satu tahun tidak bertemu, kedua orang ini tidak terlihat menjadi tua sama sekali, kebalikannya psikologis mereka terlihat sangat baik. Poin ini juga membuatku sangat lega dan gembira.

Ayahku yang melihatku langsung menepuk pundakku terlebih dahulu. Kemudian dia melihat Land Rover di belakangku, dan bertanya:"Nak, apakah mobil itu milikmu?"

Aku menganggukan kepala dengan sedikit bangga berkata:"Tentu saja, bagaimana? bagus kan?"

Ayahku pun melihat bagian depan dan belakang mobil itu . Sambil melihat dan sambil mendesah berkata:"Kamu hebat juga ya, mengendarai mobil Land Rover? Ayahmu ini pun seumur hidup belum pernah mengendarai mobil sebagus ini."

Sambil mengatakannya, dia dengan perlahan-lahan mengelus mobil. Melihat ekspresi ayahku yang sangat gembira,hatiku pun juga merasa bangga. Bagaimanapun bisa mendapatkan pengakuan dari orang tua. Adalah suatu hal yang membanggakan.

"Ayah, jika kamu suka, bawa pulang saja biar mobilmu aku yang kendarai."

Ketika aku mengatakannya, ayahku menggelengkan kepala:"Tidak usah, mobil kecilku ini sangat kokoh, tidak buruk jika dibandingkan dengan mobil Land Rovermu ini."

Ketika mengatakannya, ibuku berdiri di sampingku dan dengan suara tertekan bertanya:"Ugie, apakah mobil ini dibelikan oleh Isyana?"

Ketika Ibuku mengatakan ini, Ayahku juga dengan waspada menatapku. Aku tertawa terbahak-bahak, merangkul pundak ibuku dan dengan tersenyum bertanya balik kepadanya:

“Ibu, apakah kamu berpikir anakmu adalah orang yang makan dari pemberian orang lain? Aku memberi tahu ibu, saat ini anakmu sudah memiliki aset miliaran. Dan aku memberitahumu, di masa depan pasti akan semakin baik. Selain itu hubunganku dan Isyana sama sekali tidak ada kaitan dengan keluarganya, sepenuhnya bergantung dari percintaan kami berdua."

Ketika aku mengatakannya, ibuku dengan lega tersenyum. Dia pun menjawab santai:"Tentu saja anakku bukan orang seperti itu."

Aku pun mengantar orang tuaku pergi ke hotel, setelah meletakkan koper. Aku membawa mereka berdua makan di restoran di bawah. Waktu makan, ibuku pun bertanya kepadaku:"

"Ugie, apakah besok Isyana dan keluarganya akan pergi?"

Aku mengambil sayur secara sembarang, sambil makan sambil menjawab pertanyaan ibu:"Ibunya pasti akan pergi, namun ayahnya kemungkinan tidak akan pergi."

Sebelum aku selesai mengatakannya, ayahku yang berada di sampingku memotong percakapan:"Mengapa?"

"Orang tuanya sudah bercerai!”

Aku menjawab singkat, ketika aku mengucapkannya, ayah dan ibuku saling memandang. Keduanya tersenyum pahit. Ekspresi mereka berdua membuatku merasa agak aneh. Namun aku berpikir mereka memiliki pandangan karena orang tuanya yang berpisah. Aku pun segera menjelaskan: "Orangnya sudah berpisah, namun sama sekali tidak mempengaruhinya. Kedua orang tuanya sangat menjaganya, saat ini Isyana pun bekerja di perusahaan ayahnya."

Ibuku hanya menanggapi singkat, sama sekali tidak merespon perkataanku. Dan ayahku mengambil gelas alkohol dan menyisipnya dan tidak mengatakan apapun lagi.

Santapan makan kali ini pun berakhir dengan mengobrol seperti ini. Ketika mengantar mereka berdua naik ke atas, ibu kembali bertanya:"Oh ya, Nak. Bagaimana kabar Raisa sekarang?"

Ketika menyebutkan Raisa, aku pun hanya tersenyum dengan canggung. Aku tahu dalam pandangan mereka, mereka sampai saat ini menyesal akan perpisahan diriku dan Raisa. Pernah suatu saat dahulu, Ibuku berkata walaupun sudah berpisah. Namun dia tetap akan menganggap Raisa sebagai anak perempuannya sendiri.

Aku sudah lama tidak menghubungi Raisa. ketika Ibuku menyebutnya, aku pun hanya menjawab dengan samar-samar:"Seharusnya cukup baik, aku juga tidak tahu. Sudah beberapa saat tidak menghubunginya."

Ketika aku mengatakannya, Ibuku menghela nafas, dia menatapku dan berkata:"Ugie, walaupun sudah berpisah, tidak perlu menganggapnya sebagai seorang musuh. Raisa adalah anak yang baik, jika dia ada kesulitan, kamu seharusnya bisa membantunya. Bagaimanapun kalian pernah berhubungan."

Aku tersenyum pahit, Ibunya ini terus mengingat Raisa ya.

Setelah mengantar orang tuanya, sesudah sampai di workshop beberapa saat. Isyana menelpon ketika mengangkat telepon, aku mendengar suara Isyana yang kecil berkata:"Ugie, apakah kamu sudah bersama dengan paman dan bibi?"

Aku pun menceritakan kembali peristiwa yang barusan terjadi secara sederhana kepada Isyana. Isyana yang mendengar aku sendiri baru menghela nafas dan berkata kepadaku:"Ugie, saat ini aku mengalami masalah yang mengganggu hati, tidak tahu apa yang harus aku lakukan."

"Ada apa?"

Mendengar suara Isyana yang khawatir, aku pun segera bertanya dengan cemas.

Isyana menarik nafas dan menjelaskan kepadaku:"Aduh! Hari ini aku sudah bertemu ayahku. Aku juga mengatakan kepadanya masalah besok yang akan bertemu dengan paman dan bibi. Hal yang tidak aku bayangkan adalah, setelah dia mendengarnya,ternyata dia berkata dia juga mau bertemu dengan paman dan bibi. Aku sebenarnya mengerti pemikirannya, namun hal yang mengganggu hatiku adalah ibu tidak setuju. Dia baru saja memberitahu, jika ayah pergi maka dia yang tidak akan pergi. Dia berkata dia tidak ingin bertemu ayah. Menurutmu apa yang harus aku lakukan?"

Masahah Isyana ini langsung membuatku terpaku. Sejujurnya, aku juga tidak membayangkan Djarum mau bertemu dengan orang tua ku.

Mendengarku yang tidak berbicara, Isyana kembali melanjutkan:"Aduh, aku saat ini tidak memiliki cara apapun. Saat ini ibu pun sedang marah denganku di ruang tamu. Karena aku tidak mengatakan kepada dia terlebih dahulu dan langsung mengundangnya."

Setelah memikirkannya sejenak, aku pun berkata dengan suara kecil kepada Isyana:"Isyana, masalah ini aku juga tidak memiliki cara lain. Aku merasa lebih baik kamu yang membicarakannya kepada Bibi Salim. Bibi Salim adalah orang yang sangat logis, aku percaya dia bisa mengerti kita."

Isyana kembali menghela nafas tanpa daya. Dia dengan suara kecil berkata:"Aduh, saat ini hanya tersisa cara ini. Baiklah, tidak perlu mengobrol lagi, aku akan mencoba menghibur ibu, akan aku hubungi kamu lagi besok."

Aku menyanggupi singkat, Isyana pun memutus teleponnya.

Tidak tahu apa alasannya, ketika meletakkan telepon, detak jantungku terasa menjadi sangat cepat. Tidak tahu apakah karena gugup atau alasan lain. Yang paling utama adalah besok adalah pertemuan kedua pihak dan aku pun mulai menjadi cemas.

Novel Terkait

Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu
Pria Misteriusku

Pria Misteriusku

Lyly
Romantis
4 tahun yang lalu
The True Identity of My Hubby

The True Identity of My Hubby

Sweety Girl
Misteri
4 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
4 tahun yang lalu
Pengantin Baruku

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
4 tahun yang lalu
Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Jasmine
Percintaan
4 tahun yang lalu
My Charming Lady Boss

My Charming Lady Boss

Andika
Perkotaan
5 tahun yang lalu
Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
5 tahun yang lalu