Love And Pain, Me And Her - Bab 570 Kerja Sama

Melihat Papang Yan tetap tidak berbicara, Robi sengaja berkata dengan santai, “Semuanya, sudah jam sepuluh lebih, kalau tidak, istirahat sebentar saja, sudah sekian lama kita duduk dan berunding, semuanya juga sudah lelah.”

Perkataan Robi segera mendapat tanggapan dari semua orang, sebenarnya kami semua tahu, Robi bukanlah benar-benar ingin beristirahat, melainkan ingin memberi kami waktu untuk berdiskusi.

Setelah keluar dari ruang rapat, Papang Yan langsung memanggilku, “Ugie, datang ke kamarku sebentar.”

Kami serombongan pun pergi ke kamarnya, begitu masuk ke dalam, Papang Yan merogoh batang rokok dan menyodorkan sebatang untukku, lalu kami menyalakannya. Papang Yan menghisap rokok dengan kuat, alisnya masih berkerut dengan kencang, dan dia tetap tidak berkata apa-apa.

Aku memahami pemikiran Papang Yan saat ini, jika dia menyetujui perkataan Viali, maka dia mungkin akan tersingkirkan, karena Viali adalah pemegang saham terbesar, sedangkan dia hanyalah pemegang saham terbesar kedua.

Papang Yan menghisap rokok beberapa kali, lalu mendongak dan bertanya padaku, “Ugie, mengenai perkataan Direktur Viali tadi, bagaimana menurutmu?”

Aku berpikir sejenak, lalu berkata sambil bergeleng pelan, “Presdir Papang, masalah ini bisa dilihat dari sisi. Pertama, Viali memang bisa membawakan sumber daya untuk kita, tidak perlu dikatakan lagi pentingnya bagi perkembangan Cantique. Namun, juga harus mempertimbangkan resiko ke depannya.”

Maksudku adalah jika suatu hari nanti Papang Yan tersingkirkan, maka harus bagaimana? Papang Yan mendesah, lalu dia berdiri dan berjalan mondar-mandir di dalam kamar.

Aku sedang merokok, juga tidak berbicara, hanya menunggu jawaban Papang Yan dengan hening. Di dalam kamar sangat tenang, tiba-tiba, ponselku berdering. Aku mengeluarkan ponsel dan melihat bahwa itu adalah sebuah nomor asing, aku langsung menutupnya tanpa berpikir panjang. Ini adalah kebiasaan kami di Cantique, apabila sedang rapat, maka ponsel akan dititipkan pada asisten, kalaupun memegangi ponsel sendiri, juga akan sebisa mungkin untuk tidak mengangkat telepon.

Sesaat kemudian, barulah Papang Yan menoleh menatapku, dan berkata perlahan-lahan, “Ugie, bagaimanapun juga, ini adalah sebuah kesempatan pengembangan bagi Cantique yang sangat tidak mudah didapatkan. Cantique didirikan dengan tanganku sendiri, jika berkembang dengan baik, tentu saja aku adalah orang yang paling senang. Karena Direktur Viali sudah berjanji untuk tidak terlibat dalam pengelolaan dan operasional Cantique, maka aku setuju dengan pendapat Direktur Viali, kita akan memberikan empat puluh persen saham, dan menyelesaikan Cantique tahap b.”

Sambil menatap Papang Yan, aku mengangguk dengan serius. Sejujurnya, jika aku adalah Papang Yan, aku juga akan ragu-ragu, karena tidak ada orang yang tahu apa yang akan terjadi pada esok hari. Namun, demi Cantique, pada akhirnya Papang Yan tetap memutuskan untuk menyerahkan posisi pemegang saham terbesar. Dilihat dari hal ini, Papang Yan pasti adalah orang yang melakukan hal besar.

Kami kembali lagi ke ruang rapat, dan Viali mereka juga sudah duduk di sana. Papang Yan langsung berkata sambil menatap Viali, “Direktur Viali, setelah berdiskusi, kami memutuskan untuk melaksanakan sesuai dengan yang dikatakan Direktur Viali tadi, menyerahkan empat puluh persen saham, dan menyelesaikan Cantique tahap b. Namun di saat bersamaan, harap Direktur Viali bisa menuliskan janji yang telah dibuat tadi ke dalam kontrak.”

Papang Yan tidak memiliki pilihan lain, dia hanya bisa mengekang Viali dengan kontrak. Mendengar perkataannya, Viali tersenyum dengan percaya diri sambil bangkit berdiri, lalu dia mengulurkan tangan pada Papang Yan, dan berkata sambil tersenyum, “Presdir Papang, kalau begitu, selamat bekerja sama.”

Sambil berkata, mereka berjabat tangan dengan sopan.

Karena sebelumnya Viali sudah memutuskan untuk berinvestasi pada Cantique, perundingan kali ini berjalan dengan sangat lancar. Kami semua memutuskan untuk menandatangani kontrak setelah kontrak selesai dibuat pada tiga hari kemudian, di saat bersamaan juga mengadakan konferensi pers, secara resmi mengumumkan pada khalayak bahwa Cantique telah menyelesaikan Cantique tahap b. Tentu saja, mengenai pembagian pendanaan, tidak mungkin diberitahu pada media.

Setelah perundingan berakhir, Robi membawa kami semua ke restoran di hotel. Jarum jam menunjukkan sudah pukul sebelas lebih tengah malam, tetapi karena perundingan berjalan dengan lancar, semua orang pun tidak merasakan lelah. Kami membuka beberapa botol bir, lalu sambil minum sambil mengobrol santai.

Aku dan Robi memegangi gelas bir, kami sedang berdiri di depan jendela kaca besar sambil memandang malam di Kota Beijing yang ramai, lalu Robi bertanya padaku sambil tersenyum, “Ugie, bagaimana aku sebagai lawan perundinganmu?”

Melihat Robi yang bertampang penuh dengan percaya diri, aku tertawa kecil, dan sengaja menjatuhkannya, “Lumayan, hanya saja terlalu muda.”

“Qie.”

Robi memberi wajah remeh padaku, dia meminum seteguk bir, lalu bertanya lagi, “Oh iya, Ugie, bagaimana kamu dan Isyana Mirani sekarang?”

Membicarkan Isyana Mirani, aku langsung mengeluarkan ponsel, sudah hampir jam dua belas tengah malam, tetapi Isyana Mirani tetap belum menelepon kembali padaku, aku pun berencana untuk pergi keluar dan menelepon lagi padanya. Namun, aku mendengar seorang wanita berkata, “Apa yang sedang kalian bicarakan?”

Aku menoleh dan melihat Viali berjalan ke arah kami sambil membawa gelas bir.

Tidak terlalu baik jika aku langsung pergi keluar ketika Viali baru saja datang kemari, maka aku tersenyum dan mengobrol santai dengan Viali. Awalnya Robi ingin ikut mengobrol, tetapi sayangnya, aku dan Viali tidak terlalu menghiraukannya. Dengan tidak berdaya, Robi pergi minum bir bersama Lulu dan Papang Yan.

Di depan jendela hanya tersisa aku dan Viali. Viali sedang melihat pemandangan malam yang ramai, lalu dia menolehkan kepala dan menanyakan pertanyaan yang sama dengan Robi, “Ugie, bagaimana kamu dan Isyana Mirani sekarang?”

Aku tersenyum, dan mengangguk sambil berkata, “Lumayan baik, semuanya masih berjalan dengan lancar.”

“Benarkah?”

Viali bertanya balik, lalu meneguk habis bir di gelasnya. Gerakan Viali membuatku sedikit kaget, lalu Viali tiba-tiba melangkah maju. Saat ini, Viali berjarak sangat dekat denganku, saking dekatnya, aku bahkan bisa merasakan hembusan napasnya.

Aku terbengong sambil menatap Viali, tetapi Viali berkata dengan suara rendah, “Kita ganti tempat saja, aku ingin minum bir dan mengobrol denganmu sendirian.”

Terhadap ajakan Viali, tentu saja aku akan menyetujuinya.

Viali langsung turun ke lantai bawah tanpa menyapa semua orang, sedangkan aku meyapa Papang Yan dan Robi terlebih dahulu sebelum turun ke bawah. Siapa tahu, tiba-tiba Robi merangkul pundakku dan berbisik, “Ugie, kalian berdua minum bir maka minum bir saja, tetapi kamu jangan berbuat salah, kamu telah memiliki pacar, jangan mengusik kakak sepupu aku ini.”

Aku menurunkan tangan Robi, lalu memelototinya dan berseru dengan suara rendah, “Pergi sana, kamu mengira semua orang begitu kotor sepertimu?”

Sambil berkata, aku pun berjalan keluar dari restoran. Viali sedang menungguku di samping lift, sebelum berjalan sampai ke lift, aku bergegas mengeluarkan ponsel dan mengirimkan pesan Wechat pada Isyana Mirani, menanyakan kenapa dia tidak menelepon kembali padaku.

Setelah turun ke lantai bawah dengan lift bersama Viali, aku sekali lagi melihat ponsel, tetapi sayangnya, Isyana Mirani tetap belum membalas pesanku, hatiku terasa tidak tenang. Kami tiba di bar, baru saja duduk, aku berkata pada Viali, “Viali, kamu tunggu aku sebentar, aku pergi menelepon.”

Novel Terkait

 Istri Pengkhianat

Istri Pengkhianat

Subardi
18+
4 tahun yang lalu
Anak Sultan Super

Anak Sultan Super

Tristan Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
4 tahun yang lalu
Love And War

Love And War

Jane
Kisah Cinta
3 tahun yang lalu
Siswi Yang Lembut

Siswi Yang Lembut

Purn. Kenzi Kusyadi
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Menunggumu Kembali

Menunggumu Kembali

Novan
Menantu
4 tahun yang lalu
Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
4 tahun yang lalu