Love And Pain, Me And Her - Bab 528 Kepergian Veni

Meletakkan gelas wine, pandangan semua orang tertuju pada Isyana. Karena Isyana baru saja mengatakan bahwa ada sesuatu yang ingin dia umumkan. Isyana melihat Veni, tersenyum lembut dan berkata dengan lembut"Veni, sebenarnya aku berterima kasih kepadamu. Itu karena ketenanganmu terhadap perasaan cinta dan benci, meskipun dikhianati dan disakiti, kamu juga memilih untuk menghadapinya sendiri dengan berani. Dan ini membuatku menyadari bahwa aku begitu lemah dan penakut. Aku begitu takut, sehingga aku tidak berani menghadapi ketika cinta datang. "

Sambil mengatakan, Isyana melihat Robi dan berkata dengan ringan lagi "Robi, aku juga ingin berterima kasih padamu. Apakah kamu masih ingat apa yang kamu ajarkan padaku di rumah sakit? Apa yang dikatakanmu, aku berpikir-pikir ketika kembali ke rumah. Aku ngaku, dalam dunia cinta, aku selalu merasa tidak nyaman dan, aku juga wanita yang suka curiga. Jadi, selama periode ini, aku sedang merefleksikan diri dan menyesuaikan diri. "

Sambil mengatakan, Isyana berbalik melihatku, dia tersenyum padaku. Kemudian berkata "Ugie, masih ingat dulu aku sering berkata padamu. Aku menikmati cara kamu menaksirku, aku berharap suatu hari, kamu bisa menyatakan perasaan padaku di depan semua orang di tempat umum. Karena aku berpikir, itu sangat romantis dan itu baru namanya cinta. Tapi, kemudian aku menyadari, bahwa aku salah. Cinta itu, seharusnya adalah kehidupan yang sederhana dan hangat, bukan menggunakan sesuatu yang romantis untuk mempertahankan cinta. Karena aku sudah salah, aku harus merefleksikan diri. Ugie, hari ini didepan semuanya. Aku mau menyatakan perasaanku kepadamu, aku mencintaimu, sangat mencintaimu. Aku berharap kamu bisa menjadi pacarku, menemaniku, melindungiku, menggandeng tanganku, bersamaku menjalani kehidupan yang panjang ini. Bisakah kamu berjanji padaku? "

Ketika Isyana mengatakan ini, matanya membasah, namun aku sedikit bengong. Aku tidak pernah berpikir, hari ini, dengan suasana yang begitu kacau, Isyana melepaskan harga dirinya, menyatakan perasaan kepadaku.

Aku menginginkan dia menjadi pacarku, aku sudah menunggu sangat lama. Tapi aku tidak pernah berpikir, hubungan kami yang resmi, terjadi karena dia yang berinisiatif duluan.

Aku tentu saja setuju!

Ketika aku hendak menjawab pertanyaan Isyana, ponsel yang di meja tiba-tiba berbunyi. Aku melihatnya, di layar muncul nama "Viali".

Aku baru saja berpikir mengapa Viali meneleponku, tiba-tiba sebuah tangan putih mengulur. Dia mengambil ponselku, meletakkan di meja. Itu Raisa.

Raisa tersenyum padaku dan menggelengkan kepala pada saat yang sama. Dia memberikan isyarat padaku, agar tidak menjawab telepon pada situasi ini.

Aku mengabaikan ponsel yang di meja, berbalik dan melihat Isyana. Memegang tangannya, tersenyum lembut dan berkata dengan ringan "Maafkan aku, Isyana. Sebagai pacarmu, aku tidak bisa membuatmu menikmati pengejaranku sebelum hari ini. Tapi aku berjanji, meskipun kita menjadi pacar, bahkan suami istri. Aku tetap akan memperlakukanmu seperti dulu. "

Saran Isyana hari ini, membuat hatiku terkejut. Tapi aku tidak bercerita banyak tentang hubungan kami berdua, karena di meja ini, selain kami berdua. Yang lainnya, sepertinya hubungan mereka tidak begitu mulus. Aku tidak ingin memamerkan kebahagiaanku, ketika orang disekitarku tidak bahagia.

Pikiran Isyana sepertinya sama denganku. Setelah aku selesai berbicara, dia tersenyum padaku. Kemudian, melepaskan tangannya dariku.

Mata Veni merah dan bengkak, tapi dengan segera dia menuang segelas wine. Dan berkata kepada kami "Ugie, Isyana, aku merasa senang untuk kalian. Sebelum aku meninggalkan kota ini, aku masih bisa mendengarkan kabar yang begitu baik. Sepertinya benar sekali ini aku kembali kali ini, wine ini bersulang untuk kalian berdua. "

Tiga gelas wine ini bersentuhan, ketika kami menghabiskannya, Raisa menuangkan untuk Isyana lagi. Dia mengambil gelas, menatapku dan berkata "Ugie, sebenarnya aku menunggu hari ini, menunggu cukup lama. Hari ini melihatmu bersama Isyana, aku merasa lega. Aku tidak ingin berkata banyak, jika semuanya baik-baik saja. Aku ingin menunggu ketika kalian menikah, aku ingin menjadi pengiring pengantin Isyana. "

Sambil mengatakan, Raisa berbalik dan melihat Isyana, bertanya dengan senyum "Bisakah, Isyana? "

Isyana segera mengangguk dengan senang dan berkata "Tentu saja bisa! "

Sambil mengatakan, kami bertiga minum bersama.

Hanya saja ketika aku sedang minum, aku berpikir kata-kata Raisa tadi. Dia berkata jika semuanya berjalan dengan baik, apa maksudnya? Apa dia ingin pergi dari sini juga? Meskipun aku sangat penasaran, namun aku tidak bertanya pada Raisa. Karena aku tahu, apapun yang aku tanya padanya sekarang, dia tidak akan memberitahuku.

Aku tidak pernah berpikir, bahwa suatu hari Veni akan meninggalkan kehidupan kami dengan cara seperti ini. Dan juga, aku tidak pernah berpikir, aku dan Isyana akan bersama dengan cara seperti ini.

Pagi itu ketika Veni pergi, kami semua pergi ke bandara untuk mengantarnya. Robi sengaja membawa segenggam bunga lili yang anggun. Kami semua tahu, ini bunga kesukaan Veni.

Awalnya kami sudah berjanji, siapapun jangan menangis. Tetapi ketika Veni memasuki ruang pemeriksaan keamanan, Raisa dan Isyana menangis sedih. Robi benar seperti apa yang dikatakannya, tidak menangis. Tapi ketika kami keluar, Robi menatap langit, tetesan air mata yang jernih, mengalir jatuh dari mukanya.

Tiba di tempat parkir, aku berencana kembali ke studio. Meskipun hari ini akhir pekan, tapi masih ada banyak kerjaan yang menungguku. Tapi Robi tiba-tiba berkata padaku "Ugie, temani aku kembali ke toko bunga, ada yang ingin kubicarakan padamu. "

Aku tertegun. Aku tahu suasana hati Robi tidak baik, tetapi aku paling khawatir, paling tidak nyaman, karena aku takut dia akan meninggalkan provinsi. Aku mengerti Robi, sebelum simpul hatinya terbuka penuh. Dia tidak akan kembali ke Beijing.

Isyana berbisik disampingku "Ugie, kamu pergi dengan Robi. Aku dan Raisa pulang duluan. "

Setelah mengatakan, mereka masuk ke mobil masing-masing. Robi duduk mobilku, dia duduk disamping penyetir. Setelah masuk mobil, dia menyalakan rokok, menghirup dengan kuat. Melihat ke luar jendela dengan hampa.

Aku juga tidak menganggunya, menyetir dengan diam menuju toko bunga.

Toko bunga di pagi hari sangat sepi, jangankan pelanggan, pelayan pun tidak ada. Aku dan Robi naik ke atas, dia pergi ke bar untuk membuat kopi dan aku berkeliling dengan santai.

Tiba-tiba, aku menyadari. Foto kami berdua yang dulunya Robi gantung di dinding, sekarang sudah hilang. Melihat dinding yang kosong, hatiku merasa sedikit kecewa.

Novel Terkait

Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
3 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Cinta Di Balik Awan

Cinta Di Balik Awan

Kelly
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
Beautiful Love

Beautiful Love

Stefen Lee
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Be Mine Lover Please

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
3 tahun yang lalu
After Met You

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Husband Deeply Love

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu
My Superhero

My Superhero

Jessi
Kejam
4 tahun yang lalu