Love And Pain, Me And Her - Bab 218 Sebuah Pertengkaran

Tidak lama. Asisten Bang Ndut masuk dengan enam atau tujuh aktor. Dia memberitahuku dan bertanya padaku dengan santai, “Kalian lihat lah, mana yang menurut kalian cocok, besok kita akan menggunakan dia.”

Kami perlu memilih dua aktris. Satu harus terlihat natural, atau yang terlihat keren. Dan satu lagi harus terlihat polos. Seperti ini baru bisa terlihat perbandingannya.

Namun setelah dilihat, entah kenapa aku semakin merasa makeup mereka terlalu tebal. Meskipun ada dua orang yang tidak memakai makeup tebal, namun mereka masih saja memberikan kesan wanita kurang baik.

bang Ndut memintaku untuk memilih, namun aku sedikit sungkan. Lagi pula wanita ini juga makan nasi dari mangkuk ini, tapi tetap saja tidak bisa mengatakannya di depan mereka, aku takut menyakiti mereka.

Aku melirik ke arah Jane, dan dia mengerti maksudku. Dia juga tidak mempedulikan ini, dia memutar kepalanya ke arah bang Ndut dan mengatakan, “Abang gendut, kamu hanya memiliki beberapa aktris ini?”

bang Ndut segera menjawab, “Masih ada beberapa aktris lainnya. Namun jadwal mereka tidak cocok, hanya aktris-aktris ini yang memiliki waktu luang. Aku lihat mereka semua cukup bagus, badan mereka bagus, penampilan mereka juga bagus.”

Jane secara jujur langsung mengatakan, “Tadi juga sudah bilang, iklan ini butuh dua mahasiswi. Aktris-aktris ini tidak terlihat seperti seorang mahasiswi.”

Mendengar itu, bang Ndut langsung membalas, “Jane, kamu tidak mengerti. Orang mengandalkan pakaian, kamu lihat setelah mereka melepaskan pakaian semuanya terlihat sama, saat mereka menggunakan pakaian, personalitas dan aura mereka juga akan terlihat berbeda.”

bang Ndut ini juga tidak segan di depan aktris-aktris ini, dia berani mengatakan apapun.

Namun Jane masih tidak setuju, aku juga ikut menggelengkan kepalaku.

Saat beberapa aktris ini keluar, bang Ndut menatapku, dia tiba-tiba mengatakan, “Ugie, sebenarnya aku memiliki pilihanku, namun aku tidak bisa mengundangnya. Harus kamu yang undang sendiri!”

Mendengar itu, aku langsung mengerti maksudnya. Aku segera bertanya, “Maksudmu Elisna?”

bang Ndut segera menganggukkan kepalanya.

“Kamu tau dia juga pandai bernyanyi, penampilannya juga cantik. Dia hanya perlu dandan, dia pasti akan terlihat sangat keren. Kamu coba tanyakan padanya.”

Setelah bang Ndut mengatakan itu, hatiku juga sedikit tergerak. Aku pernah melihat Elisna berdandan natural sebelumnya, benar-benar sangat cantik. Namun saat aku pergi ke Bar BOSS belakangan ini, aku tidak pernah melihatnya, tidak tau dia sedang sibuk apa.

bang Ndut melihat aku yang sedang ragu, dia segera mengatakan, “Ugie, kamu hanya perlu menemukannya. Aku akan mencarikanmu gadis yang polos. Iklan ini sudah 80% selesai.”

Setelah dipikir-pikir, aku menganggukkan kepala, “Baik, aku akan coba untuk menghubunginya. Besok aku akan memberimu kabar.”

bang Ndut segera menganggukkan kepala.

Setelah kami selesai membahas lebih dalam mengenai detail iklan, aku dan Jane baru berdiri untuk pamit.

Saat kami keluar dari pintu, langit di luar sudah gelap. Kami datang dengan terburu-buru, tidak sempat makan malam, aku mengusulkan untuk mentraktir Jane makan, lagi pula dia sudah banyak membantuku hari ini.

Aku sedikit linglung saat makan malam. Aku memikirkan keadaan Isyana dan Veni. Isyana tidak pandai masak, Veni juga baru saja menjalani operasi. Mereka berdua tidak mungkin kelaparan, kan?

Jane juga menyadari sikapku ini, dia menatapku, tertawa dan bertanya, “Ugie, apa yang sedang kamu pikirkan?”

Aku tertawa dengan canggung dan sedikit menggelengkan kepalaku.

Jane mencibir, dia menatapku dan berkata, “Kamu tidak bilangpun aku bisa menebaknya. Pasti kamu sedang memikirkan Presdir cantik kalian, kan?”

Perkataan Jane membuatku sedikit malu. Aku makan dengan kepala tertunduk, dan memutuskan tidak menjawabnya. Namun Jane masih belum selesai bicara, dia meneruskan, “Ugie, sebenarnya kamu tidak sopan kalau seperti ini. Kamu sedang makan dengan seorang wanita cantik yang baru saja membantumu. Namun hatimu malah memikirkan orang lain, bukankah itu kurang bagus?”

Aku tersenyum pahit, baru saja inginku jelaskan. Jane melanjutkan lagi, “Aku berharap saat kamu bertemu dengan ibuku, kamu tidak bersikap seperti ini. Kalau seperti ini, lebih baik tidak membawamu pergi.”

Aku tersenyum canggung, mengangkat kepalaku dan melihat Jane, bertanya, “Kapan bibi pulang?”

“Lusa!”

Entah kenapa, setelah Jane mengatakan itu, hatiku terasa sedikit gugup. Jane melihatku terdiam, dia juga tidak mengatakan apa-apa lagi. Kami berdua makan dengan seperti ini. Makan malam selesai dengan suasana suram.

Awalnya Jane ingin mengantarkanku pulang. Tapi aku tidak setuju. Setelah melihat dia masuk mobil dan pergi sudah cukup jauh, aku segera mengeluarkan ponselku, dan menelepon Isyana. Isyana dengan cepat menerima teleponku, dan terdengar dia bertanya dengan suara kecil, “Ugie, apakah kamu sudah selesai?”

Aku menjawab, “Hm! Bagaimana dengan Veni? Apakah kalian sudah makan?”

Isyana masih menjawab dengan suara kecil, “Sudah makan, Robi masih belum pergi, dia yang masak untuk kami. Veni baru saja tidur, kondisinya kurang baik, sepertinya pendarahannya belum berhenti, terkadang masih mengalir.”

Aku terkejut mendengarnya. Dengan gelisah aku bertanya, “Bagaimana ini? Haruskah kita ke rumah sakit?”

“Aku sudah bertanya pada Veni, katanya dokter pernah mengatakan, kondisi seperti ini normal. Dua hari lagi juga akan membaik.”

Kata Isyana sembari menghela nafas. Bisa dirasakan kalau Isyana sangat mengasihani Veni.

Namun setelah memastikan tidak ada masalah besar, aku baru bisa sedikit lega.

“Aku akan kesana untuk melihat kalian.”

Aku baru saja mengatakan itu, Isyana menjawabku dengan suara kecil, “Tidak usah, sudah malam. Kamu pulang dan beristirahat lah, oh iya, apakah masalah dengan sutradara berjalan dengan baik?”

“Cukup baik.”

Aku menceritakan proses pertemuan dengan sutradara secara sederhana kepada Isyana. Kemudian aku sedikit mengobrol dengannya lagi, dan menutup telepon, lalu naik taksi pulang ke rumah.

Saat sampai di rumah dan selesai membersihkan diri. Aku duduk di sofa, bersiap-siap untuk mengeluarkan sebatang rokok, dan menelepon Elisna. Aku baru saja memegang ponselku, tiba-tiba aku menerima sebuah panggilan masuk.

Sutan. Aku mengangkatnya, sebelum Sutan bisa berbicara, aku memarahinya terlebih dahulu, “Sutan! Dasar sialan. Kamu membiarkan Veni sendirian di rumah sakit, dan kamu pergi dinas? Katakan padaku apa yang kamu pikirkan?”

Tampaknya Sutan tidak begitu nyaman untuk menjelaskan, dia menjawabku dengan suara kecil, “Ugie, kamu tidak tau apa yang terjadi! Ceritanya panjang.”

Aku tidak puas dengan sikapnya dan segera mengatakan, “Cerita panjang apa? Aku lihat yang ada di pikiranmu hanya promosi jabatan dan menghasilkan uang, kamu tidak tau kondisi Veni kurang baik, dan kamu melontarkannya sendiri?”

Sutan berkata tanpa daya, “Kamu dengarkan aku terlebih dahulu! Kalau bukan Robi yang memberitahuku, aku sama sekali tidak tau kalau hari ini dia pergi ke rumah sakit. Aish, sebelum aku pergi dinas, kami berdua bertengkar.”

Aku terkejut, dan segera bertanya, “Apa yang terjadi?”

Di antara teman sekeleas kami. Veni memiliki kepribadian yang paling baik, dia dan Sutan sudah bersama cukup lama. Kedua orang ini tidak pernah memiliki perselisihan, apalagi sampai bertengkar.

Novel Terkait

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Vinta
Bodoh
4 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
5 tahun yang lalu
Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
4 tahun yang lalu
Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
Because You, My CEO

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
5 tahun yang lalu
After Met You

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu