Love And Pain, Me And Her - Bab 519 Ibu Sutan

Aku melihat ke Robi dengan wajah yang tidak tahu harus menangis atau tertawa. Aku tahu kebencian Robi terhadap Sutan tidak akan bisa menghilang untuk sementara waktu, tetapi mau bagaimanapun, idiom yang dia pakai ini sama sekali tidak sesuai.

Beberapa saat setelah Robi selesai berbicara, Wulandari pun berjalan ke arah kami sambil berpegangan tangan dengan Sutan. Setelah tiba di sisi kami, Sutan mengulurkan tangannya kepada aku sambil berkata dengan senyuman: "Ugie, terima kasih kepada kalian telah menghadiri acara pernikahanku, aku benar-benar sangat berterima kasih"

Aku tersenyum dan bersalaman dengan Sutan. Aku tidak ingin membuat Sutan kesulitan hari ini. Aku hanya ingin tunggu Veni sampai dan menghadiri acara ini dengan tenang sampai akhir agar masalah mereka bisa berakhir dengan total.

Pemikiran Isyana dan Raisa sepertinya sama denganku. Mereka tersenyum kepada pasangan penggantin dan Isyana bahkan memuji Wulandari terlihat cantik hari ini.

Setelah berbicara dengan Wulandari sejenak, Raisa tiba-tiba bertanya kepada Sutan: "Sutan, mengapa aku tidak melihat teman kelas kita yang lain?"

Sebenarnya waktu datang aku juga mengira akan melihat teman kelas yang lainnya. Tetapi setelah datang aku menyadari tidak ada satu teman kelas kami pun yang hadir.

Sutan tersenyum dengan ringan dan melihat kami sebelum berkata dengan nada suara datar: "Aku tidak memberi tahu yang lain, hanya kalian beberapa saja. Asal kalian bisa datang, aku sudah merasa bersyukur. Untuk yang lain, aku tidak peduli"

Setelah Sutan selesai berkata, Robi langsung tertawa dengan dingin dan mengomel sendiri: "Sekarang sudah kaya, sama sekali tidak menganggap teman lama lagi"

Kata-kata Robi sama sekali bukan sedang bercanda, tetapi sedang menghina Sutan secara terus terang.

Sutan juga tidak peduli, dia menoleh ke Robi dengan senyuman: "Kenapa berkata tidak menganggap? Bukannya aku juga mengundang kamu?"

Robi tertawa dengan dingin lagi dan melirik ke Sutan sambil berkata: "Kata-katamu salah. Aku tidak menerima undangan ataupun telepon dari kamu. Ugie yang memintaku untuk datang"

Kata-kata Robi membuat Sutan terlihat agak canggung. Waktu dia mau berkata sesuatu lagi, Robi pun segera berkata: "Lalu, aku datang bukan demi menghadiri acara pernikahan kamu. Aku datang untuk menunggu orang! Oh iya, Veni dimana? Apakah kamu tahu dia kapan datang?"

Kata-kata Robi membuat Sutan terlihat semakin canggung. Dia melirik ke Robi dengan wajah tidak senang sementara Robi juga menatapnya dengan tidak senang.

Wulandari yang berada di samping segera menambah: "Robi, aku juga tidak tahu dimana suamiku bersalah kepada kamu. Kenapa kamu terus mencoba untuk menargetkan dia? Aku tidak peduli kamu mau menunggu Veni atau tidak. Tapi aku ingin beri tahu kamu, hari ini adalah hari besar aku dan Sutan. Aku tidak berharap siapa pun menghancurkan semangat kami"

Kata-kata Wulandari sangat serius. Bisa dilihat dia sangat tidak menyukai Robi sekarang.

Waktu Robi mau mengatakan sesuatu lagi, aku sibuk menghentikan dia dan berkata kepada Wulandari dan Sutan: "Sutan, kalian sibuk dulu saja! Tidak perlu pedulikan kami"

Sutan melihat ke jam tangannya dan mengangguk: "Baik, waktu acara sudah mau sampai juga. Aku dan Wulandari siap-siap dulu"

Aku mengangguk. Setelah mereka berdua pergi, aku segera menepuk bahu Robi dan berkata dengan lembut: "Robi, tidak perlu begitu! Mau bagaimanapun, hari ini adalah hari besar Sutan, kita tidak boleh menghancurkannya"

Robi mendengus dengan dingin dan berkata dengan tidak senang: "Hari besarnya jangan menjadi hari sedih saja"

Aku tertawa dengan tidak berdaya. Kata-kata Robi memang tidak pernah ada yang bagus. Karena takut Robi mengatakan kata-kata yang lebih buruk lagi, aku tidak berkata apa-apa lagi.

Melihatku tidak bersuara, Robi pun mengeluarkan ponselnya dan menelepon ke Veni lagi. Tetapi kali ini berbeda seperti dulu, waktu telepon baru terhubung, dia langsung menoleh kepadaku dan berkata dengan kaget: "Ugie, telepon sudah terhubung"

Kata-kata dia membuat kami semua sangat cemas. Raisa dan Isyana segera mendekati dan melihat Robi dengan hati-hati seolah-olah Veni akan menghilang lagi kalau mereka tidak bersikap teliti.

Dalam waktu sejenak, Robi langsung berkata: "Veni, kamu dimana?"

Kami bertiga tidak mendengar apa yang Veni katakan, jadi kami hanya bisa terus menatap ke Robi. Setelah itu Robi berkata lagi: "Baik. Ugie, Raisa dan Isyana semuanya di sini. Kami akan menunggu kamu di sini. Kamu tidak perlu buru-buru, tunggu kita bertemu baru bilang saja"

Setelah itu Robi pun mengakhiri telepon. Kemudian dia menoleh ke kami dengan terkejut dan berkata: "Veni berada di stasiun sekarang, dia sedang menuju ke sini"

Setelah Robi berkata, Raisa pun menepuk dadanya dan berkata: "Hais, akhirnya Veni pulang. Aku benar-benar sangat khawatir kepada dia baru-baru ini"

Raisa khawatir, kami juga khawatir. Veni yang lemah dan lembut selalu menyandari Sutan dalam kehidupan. Sementara kali ini dia tidak tahu pergi ke mana sendirian. Tidak tahu bagaimana dia melewati beberapa bulan ini.

Waktu acara sudah mau tiba. Para tamu juga mulai mengambil tempat duduk. Sinar matahari hari ini lumayan cerah, langitnya biru dan rumputnya berwarna hijau. Meja acara yang dibungkus dengan selendang putih membuat seluruh pemandangan diselimuti suasana yang romantis.

Kami awalnya berencana duduk di bagian belakang. Pada saat kami sedang mencari tempat duduk, sebuah bayangan tubuh yang familier tiba-tiba menarik mata kami. Orang itu adalah ibunya Sutan, dia sedang duduk sendirian di tempat duduk sudut paling belakang.

Meskipun dia mengenakan pakaian baru, wajahnya yang keriput dan tatapannya yang hati-hati tetap membuat orang yang melihatnya merasa dia tidak cocok dengan suasana sekitar.

Waktu masih kuliah, orang tua Sutan pernah datang ke kampus untuk menjenguknya. Kami juga pernah mentraktir mereka makan bersama. Aku ingat waktu itu orang tua Sutan terus meminta kami untuk menjaga Sutan secara berulang kali.

Robi juga melihat ibu Sutan, dia menyentuhku dan berkata dengan suara ringan: "Kenapa tidak melihat ayah Sutan?"

Sebenarnya aku juga merasa agak aneh. Kami bertiga saling menatap kepada sesama dan berkata: "Ayo, pergi melihatnya, mau bagaimanapun dia adalah keluarganya Sutan"

Raisa dan Isyana juga mengangguk. Raisa juga mengenal orang tua Sutan. Meskipun hubungan Sutan dan kami sudah berbeda dengan dulu, tetapi hal ini tidak ada hubungan dengan orang tuanya. Mau bagaimanapun mereka adalah orang tua, sebagai generasi yang lebih muda, kami tetap harus menyapanya"

Ibu Sutan hanya duduk di tempat dengan diam, dia bahkan tidak berani melihat ke arah lain. Aku bisa membayangkan, dia yang berasal dari desa sama sekali tidak pernah menjumpai adegan sebesar ini. Dia pasti sangat takut salah satu kata-katanya maupun gerakan yang salah bisa membuat orang ketawa dan membuat anaknya merasa canggung.

Novel Terkait

Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
5 tahun yang lalu
Terpikat Sang Playboy

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Istri kontrakku

Istri kontrakku

Rasudin
Perkotaan
4 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Siswi Yang Lembut

Siswi Yang Lembut

Purn. Kenzi Kusyadi
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
5 tahun yang lalu