Love And Pain, Me And Her - Bab 377 Curhat

Pemikiran seperti Eddy, cari seorang yang suka berpikir dan memiliki sedikit pemikiran, pun bisa mengutarakannya dengan mudah, ditambah lagi pemikiran ini sangat biasa sekali. Mungkin sudah ada orang yang pernah sukses sebelumnya, namun semuanya hanya bisa melihat pemikiran mudah dari orang yang sukses itu, tetapi mengabaikan berbagai masalah dan kesusahan yang ditemui di dalam proses pelaksanaannya.

Jika benar-benar bisa sukses dengan begitu mudah, mungkin sekarang di mana-mana sudah memiliki banyak perusahaan makanan dan minuman yang telah tercatat.

Sambil menatap Eddy, aku tidak terburu-buru untuk menyangkal pemikirannya, melainkan bertanya, “Eddy , tadi ketika aku berjalan melewati area kantor, aku melihat banyak kursi kosong, sepertinya tidak banyak orang yang bekerja. Kamu beritahu aku dulu tentang struktur organisasi dari perusahaan kalian saja.”

Eddy berpikir sesaaat, lalu bergumam, “Aku adalah CEO, bertanggung jawab atas pekerjaan secara menyeluruh. Lika adalah cfo, bertanggung jawab atas pekerjaan keuangan.”

Saat aku sedang mendengarkan, tiba-tiba Eddy berhenti berbicara. Aku menatapnya, dan bertanya, “Tidak ada lagi?”

Eddy tersenyum canggung, “Hhmm, untuk sementara tidak ada lagi! Awalnya mitra kerja aku itu, menjabat sebagai CEO, tetapi dia kabur di tengah jalan. Namun di restoran sana sudah cukup orang, manajer dan pemilik toko pun sudah lengkap.”

Aku menatap Eddy dengan senyum pahit. Sebuah perusahaan yang dikatakan akan didaftarkan, bahkan struktur organisasi yang paling mendasar saja tidak mereka miliki. Ingin terdaftar dengan hanya tiga toko saja, benar-benar mimpi belaka.

Namun di hadapan Eddy, aku juga tidak terlalu enak untuk berkata dengan menusuk, maka aku bertanya lagi kepada Eddy, “Kalau begitu katakan tentang bisnis restoran saja, lebih baik jika bisa secara rinci.”

Mendengar perkataanku, Eddy Santoso langsung mengernyit. Jelas bahwa dia juga tidak terlalu tahu dengan bisnis restoran, sehingga merasa kesulitan lagi. Mungkin dia takut Djoko akan memarahinya lagi, dia diam-diam melirik kepadanya, lalu bergegas berkata kepadaku, “Kak Ugie , keadaan mengenai restoran itu, aku akan meminta manajer menyiapkannya untukmu. Kamu lihat, sekarang sudah siang, kita makan ke bawah, sambil makan sambil bahas saja?”

Aku segera menolaknya. Sejujurnya, aku benar-benar ingin segera menolak proyek ini. Karena menghadapi pengelola seperti Eddy, sebagus apapun strategi pemasaran yang aku buat, pada akhirnya juga akan susah untuk dijalankan. Tetapi mengingat Isyana Mirani yang berpesan secara khusus kepadaku untuk membantu Eddy, aku pun tidak bisa menolaknya.

Berpikir sampai di sini, aku dan Lulu bangkit berdiri. Sambil menatap kedua ayah-anak dari Keluarga Santoso, aku berkata tersenyum, “Kedua Pak Santoso, masih ada urusan di studio yang harus aku tangani. Nanti sore suruh manajer antarkan dokumen restoran itu padaku, strategi pemasaran lebih lanjutnya, kita bahas nanti saja.”

Eddy berulang kali menahanku, memintaku untuk makan ke restoran, tetapi aku tetap menolaknya. Djoko sejak awal memberi orang kesan akan dewasa dan kuno, dia juga tidak berbicara sama sekali, hanya mendengarkan di samping.

Setelah keluar dari restoran, aku saling bertukar mata dengan Lulu, dan kami pun tertawa. Kemudian, Lulu bertanya kepadaku, “Ugie, dari mana kamu temukan Eddy si lucu ini? Dia ini mana mirip menjalankan perusahaan, kenapa aku merasa seperti bermain rumah-rumahan saja?”

Aku juga bergeleng sambil tersenyum, lalu menoleh dan bertanya kepada Lulu, “Ingin makan apa? Aku traktir!”

Lulu mengerutkan bibir, “Makanan ala barat yang sudah ada kamu tidak makan, justru makan keluar menggunakan uang sendiri. Sudahlah, hari ini aku tidak memerasmu, mie sapi saja.”

Aku mengangguk sambil tersenyum.

Sebenarnya aku tidak makan di restoran Eddy, masih ada satu alasan lagi, yaitu ingin membahas secara pribadi dengan Lulu mengenai Robi. Meskipun kelihatannya Lulu tidak ada apa-apa, tetapi aku tahu, dalam hatinya pasti sangat tidak nyaman. Karena tadi ketika sedang rapat, dia yang paling suka berbicara, sepatah kata pun juga tidak dia tuturkan, melainkan melamun sepanjang pembicaraan.

Setelah memasuki sebuah kedai mie sapi, dan memesan dua porsi mie sapi beserta beberapa lauk, aku dan Lulu duduk di tempat yang dekat dengan jendela, lalu menunggu pelayan untuk mengantarkan makanan.

Begitu Lulu duduk, dia menyangga dagu dengan tangan, dan melamun sambil memandang ke luar jendela. Aku menatapnya, dan langsung bertanya, “Lulu, lihat apa?”

Semangat Lulu tidak terlalu tinggi, dia berkata dengan datar, “Tidak lihat apa-apa.”

Aku pun tersenyum pahit. Lulu yang dulunya aktif dan polos, mendadak berubah menjadi pendiam dan galau, seketika aku tidak terlalu terbiasa.

Aku berpikir sejenak, lalu aku menatap Lulu dan langsung bertanya, “Lulu, kamu tahu tidak? Dulu ketika aku putus dengan Raisa, aku merasa dunia ini runtuh semuanya. Waktu itu, aku bahkan merasa kehidupan ini menjadi tidak ada artinya lagi sama sekali. Oleh karena itu, aku mabuk-mabukan, berkelana di klub malam, dan membuang waktu dengan semena-mena, menyia-nyiakan kehidupan. Tetapi setelah aku berjalan keluar dari bayangan gelap putus cinta, tiba-tiba aku menyadari, aku yang dulu itu betapa kekanak-kanakan, betapa konyolnya. Putus cinta sekali tidak ada apa-apanya, lagi pula bencana selalu beriringan dengan rejeki, jika tidak ada putus cinta kali itu, aku juga tidak mungkin bertemu dengan Isyana. Oleh karena itu, terkadang, menganggap penderitaan sebagai pengalaman, juga adalah sebuah pengalaman yang bagus.

Aku tidak membujuk Lulu secara langsung, melainkan menggunakan masalah aku dan Raisa sebagai contoh kepadanya.

Seperti namanya, Lulu pintar sekali, tentu saja dia paham dengan maksudku. Dia menoleh menatapku, dan berkata tersenyum, “Ugie, apakah kamu khawatir aku akan seperti kamu yang dulu, terjerumus ke dalam percintaan, menderita dan tidak bisa menarik diri?”

Aku menatap Lulu, dan mengangguk pelan.

Lulu tertawa lagi. Dia bergeleng sambil tersenyum, dan langsung berkata, “Kamu salah, Ugie! Kamu tidak memahamiku, aku berbeda dengan kamu. Kamu menyukai seseorang, akan mempertimbangkan depan belakang, terlalu banyak berpikir. Tetapi aku tidak sama, aku menyukai seseorang, akan terus maju pantang mundur, tidak akan berbalik. Sebenarnya, tadi malam aku sudah berpikir dengan lama, keputusan terakhir aku adalah, aku tidak akan menyerah terhadap percintaan ini, aku akan terus mengejar Robi. Yang hari ini aku pikirkan adalah, mengapa Robi tidak jatuh cinta selama delapan tahun. Aku mendapatkan dua kesimpulan: entah dia gay, menyukai pria; entah ada seorang wanita yang dia cintai di dalam hatinya selama ini, dan dia tidak bisa bersama dengannya.”

Perkataan Lulu ini, membuatku tidak tahan untuk mengacungkan jempol kepadanya. Gadis ini kelihatannya berhati besar, tetapi jika dia serius, analisisnya sangat teratur. Aku menatap Lulu, dan langsung berkata, “Yang bisa aku jamin padamu adalah, Robi bukan gay, yang disukai pasti adalah wanita. Sementara yang lainnya, aku juga tidak terlalu jelas.”

Seketika Lulu tertawa, dia memiringkan kepala menatapku, dan tersenyum dengan percaya diri, lalu berkata pelan, “Ugie, kamu tenang saja, selama yang Robi suka adalah wanita, aku pasti akan berjalan masuk ke dalam hatinya. Cepat atau lambat, suatu hari nanti nama kami berdua akan berada dalam satu kartu keluarga.”

Sambil berkata, dia mengangkat gelas air, dan berkata tersenyum kepadaku, “Ayo, Ugie, doakan aku berhasil!”

Novel Terkait

Anak Sultan Super

Anak Sultan Super

Tristan Xu
Perkotaan
4 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Jiang Muyan
Percintaan
5 tahun yang lalu
Menantu Bodoh yang Hebat

Menantu Bodoh yang Hebat

Brandon Li
Karir
4 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
5 tahun yang lalu
Love And War

Love And War

Jane
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Be Mine Lover Please

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
4 tahun yang lalu