Love And Pain, Me And Her - Bab 383 Masa Mudaku Berbeda

Ketika Jane mengucapkan semua ini, suaranya sudah mulai bergetar. Tapi dia masih menahan dan mencoba bertahan. Dia menatapku dan berkata dengan pelan,

“Tapi aku tidak menyangka sama sekali, aku bisa bertemu denganmu lagi. Ugie, kamu seharusnya tidak muncul lagi. Aku yang sudah bertahun-tahun dalam keheningan, akhirnya semua kamu hancurkan begitu saja. Aku kira hal ini sudah berlalu lama, tapi kamu mahal muncul lagi.”

Jane bicara dan matanya sudah memerah.

Dan di hatiku, timbul rasa sakit dan pedih. Aku paham dan mengerti perasaan Jane ini. Tapi aku benar-benar tak berdaya dan tidak bisa apa-apa. Aku menyukainya, seperti Lulu menyukaiku. Tapi itu hanya suka dan simpati antar teman saja.

Aku duduk terdiam, terus-terusan menghirup rokokku sambil melihat orang yang berlalu lalang. Orang-orang ini mungkin adalah mahasiswa di kampus sekitar sini. Ketika melihat wajah muda mereka, hatiku tiba-tiba penuh emosi. Mungkin di masa lalu, ada aku, Raisa, Robi, dan Veni. Tentu saja, ada Jane yang diam-diam memperhatikanku di tempat yang tidak ku ketahui.

Sedangkan kaki kambingnya sudah mengeluarkan bau bakaran yang nikmat. Tapi aku dan Jane tidak ada yang menyentuhnya sama sekali.

Tidak lama kemudian, Jane tiba-tiba menghela napas, melihatku lalu bertanya, “Ugie, apa hari ini aku sangat mengejutkanmu?”

Aku mengangkat kepalaku memandang Jane. Aku tersenyum lalu menggelengkan kepalaku. Lalu, aku perlahan berkata, “Aku sedari tadi sedang berpikir, aku Ugie yang sangat tidak sabaran ini, bagaimana bisa mendapat perhatian dan rasa sukamu itu. Tapi yang paling banyak aku rasakan adalah rasa bersalah! Jane, terima kasih kamu telah menyukaiku, benar-benar terima kasih! Tapi.”

Begitu bicara sampai sini, aku berhenti sejenak. Lalu, aku tidak tahu harus mengatakan apa. Aku takut ucapanku akan menyakiti Jane lagi. Karena bagaimanapun yang namanya penolakan itu sangat menyakitkan.

Tapi Jane menatapku, dia tersenyum, semacam senyum pahit. Dia perlahan menggelengkan kepalanya, lalu berkata dengan suara kecil, “Ugie, kamu tidak harus meminta maaf kepadaku. Yang harusnya berterima kasih padamu itu adalah aku. Aku harus berterima kasih kepadamu karena pernah muncul di masa mudaku dulu. Dengan cara ini, aku baru punya masa muda yang tidak sama dengan yang lain.”

Aku menarik sudut bibirku dengan canggung, lalu tersenyum, “Jane, kalau begitu selama bertahun-tahun ini kamu..”

Yang aku ingin tanyakan adalah Jane apa selama bertahun-tahun ini kamu masih tidak menemukan seorang pacar? Tapi, aku malah tidak menemukan kata yang tepat untuk mengungkapkannya. Aku tiba-tiba terbata-bata sebentar.

Jane tahu apa maksudku. Dia menatapku lalu berkata dengan perlahan, “Ugie, selama bertahun-tahun ini, aku memang tidak pernah pacaran. Bukan karena aku menunggumu. Aku hanya tidak tahu bagaimana mencintai orang lain lagi.”

Ucapan Jane ini langsung mengenai bagian terlembut dalam hatiku. Hatiku terasa sakit, rasa bersalah itu jadi semakin besar dan mendalam.

Jane bicara sambil mengambil gelas birnya lalu meneguknya sampai habis. Dia bergumam, “Masa mudaku berbeda dengan orang lain. kalau orang lain adalah dua-duanya saling mencintai dan ingin selamanya setia bersama. Sedangkan masa mudaku, hanyalah sebuah cinta sendiri yang kesepian. Aku menyembunyikan ini semua dari semua orang. Aku diam-diam menyukaimu. Sampai pesta besar masa muda akhirnya berakhir, orang pun ikut pergi seiring lagu berakhir.”

Jane bicara lalu menghela napas lega, dia seolah telah melepaskan dan membebaskan diri dari beban beratnya dengan berkata, “Namun sekarang semuanya sudah selesai! Aku akhirnya berani memberitahumu semua ini. Ugie, aku tidak berharap kamu punya tekanan dan beban karena aku mengatakan semua ini kepadamu. Aku harap kita bisa seperti dulu, tertawa bersama serta mengobrol dengan nyamannya.”

Semua yang diucapkan Jane ini, mana mungkin bukan apa yang aku inginkan juga? Tapi, semua ini sudah terjadi. Kami semua mana bisa berpura-pura tidak terjadi apa-apa?

Jane menatapku, dia mengangkat gelas birnya lalu tersenyum dan berkata kepadaku, “Ugie, hari ini sepertinya kamu masih melupakan satu hal lain ya?”

“Apa?”

Aku tertegun menatap Jane.

Jane tersenyum, lalu berkata dengan suara pelan, “Mengucapkan selamat ulang tahun kepadaku!”

Aku langsung tersenyum canggung mendengar itu. Aku pun mengangkat gelas birku juga, lalu mengatakan kepada Jane, “Jane, selamat ulang tahun!”

Dua gelas bir itu pun saling bersentuhan. Bir di gelas itu langsung dihabiskan dalam sekali teguk.

Jane mengambil botol bir lalu mengisi gelas bir itu sampai penuh. Selanjutnya, dia menatapku, tersenyum dan berkata, “Ugie, sekarang aku sudah baik-baik saja. Akhirnya aku sudah mengatakan semua beban dalam hatiku selama bertahun-tahun ini. Perasaanku sekarang benar-benar sangat bagus sekali!”

Katanya, Jane tiba-tiba menaikkan alisnya menatapku, lalu berkata lagi, “Ugie, ceritakanlah. Bagaimana denganmu dan Isyana”

Pertanyaan Jane ini membuatku canggung dan kikuk. Tapi aku tetap saja mengatakan sejujurnya, “Ya baik-baik saja. Setidaknya lebih baik dari pada dulu. Namun, dia dari dulu tidak pernah menjawab atau mengiyakanku.”

Jane tersenyum, dia bertanya lagi, “Kalau begitu bagaimana denganmu, kamu berniat bertahan sampai kapan?”

Aku menggelengkan kepala, “Aku tidak pernah memikirkannya! Karena aku merasa kalau apa yang aku lakukan bukanlah mempertahankan. Jadi aku tidak bisa untuk mengatakan mengenai menyerah.”

Jane tersenyum lagi. Senyumnya ini terasa pahit dan sedikit canggung.

Dia mengangkat lagi gelas birnya, lalu meneguknya sendiri sampai habis. Dia menatapku dan berkata lagi, “Ugie, jika suatu hari kamu ingin menyerah, tolong beritahu aku ya?”

Aku mengangkat kepala menatap Jane, aku sedikit tidak paham dengan maksudnya.

“Kenapa?”

Jane melihatku, berkata dengan pelan, “Karena saat itu, aku akan mengejarmu! Sama seperti kamu mengejar cinta Isyana.”

Ucapan Jane ini membuatku tertegun. Lalu, dia berdiri mengambil tasnya. Dia melambaikan tangannya kepadaku,, “Ugie, aku masih ada urusan yang lain, jadi tidak bisa menemanimu makan malam. Makanannya kamu yang bayar ya. kita akan mengobrol lagi lain kali.”

Jane bicara, lalu tanpa menunggu aku menjawabnya, dia langsung pergi. Hanya meninggalkan puggung yang indah saja.

Langit di luar sana mulai menggelap. Kaki kambingnya sudah dipanggang sampai gosong dan tidak bisa dimakan lagi. Aku diam-diam duduk sendiri di depan jendela sambil minum bir seteguk demi seteguk. Kampus yang tidak jauh dari sini masih saja ramai dan berisik. Di sana masih menyimpan kenangan masa lalu, masa muda yang indah antara aku dan Raisa dan juga sosok Jane yang kesepian.

Malam hari ini, aku mandi dan beristirahat lebih awal. Aku berbaring di ranjangku, tapi meskipun aku sudah berguling bolak balik di ranjang, aku masih saja tidak bisa tidur. Di depan mataku sekarang hanya ada bayangan Jane yang sedih dan kesepian. Aku cukup tidak tega dan cukup kasihan padanya. Tapi aku tahu jelas kalau di antara kami hanya bisa punya hubungan terlewat yang sempurna.

Ketika aku sedang memikirkan semua ini, ponsel di samping ranjang berdering. Aku mengambilnya lalu melihat ke layar, Eddy yang menelepon. Begitu mengangkat telepon itu, aku mendengar Eddy bertanya dengan malasnya kepadaku, “Kak Ugie, apa kamu sudah tidur?”

“Belum, ada apa?”

Mungkin karena suasana hati yang sedang tidak senang, jadi aku tidak terlalu ingin mengobrol ataupun berbasa-basi dengan Eddy. Aku menjawabnya dengan sedikit kaku dan dingin.

Eddy juga tidak terlalu memedulikan itu. Dia lanjut berkata, “Kalau begitu kamu tidurlah lebih awal. Besok pagi aku akan menjemputmu.”

Ucapan Eddy yang aneh ini membuatku jadi bingung tidak karuan. Aku pun balik bertanya kepadanya, “Untuk apa menjemputku?”

Eddy malah memutar-mutar pembicaraan, “Nanti kamu juga akan tahu sendiri kok. Pokoknya ini adalah hal yang bagus kok! Sudah ya, tidak bicara lagi denganmu deh. Aku masih ada urusan disini.”

Dia bicara lalu menutup teleponnya.

Telepon Eddy yang aneh ini membuatku merasa heran dan bingung. Tapi aku tidak terlalu memikirkannya, aku menaruh ponselku lalu menyalakan rokokku dan kembali memikirkan resah dan masalah dalam hatiku.

Novel Terkait

Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
My Lady Boss

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
5 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Unlimited Love

Unlimited Love

Ester Goh
CEO
4 tahun yang lalu
 Istri Pengkhianat

Istri Pengkhianat

Subardi
18+
4 tahun yang lalu
The Winner Of Your Heart

The Winner Of Your Heart

Shinta
Perkotaan
5 tahun yang lalu
Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
4 tahun yang lalu