Love And Pain, Me And Her - Bab 188 Hanya Teman

Robi meminum bir, dia memandangi Isyana dan Raisa, dan berkata kepadaku dengan menyeringai, "Ugie, sebenarnya, kamu putus dengan Raisa adalah keputusan yang tepat. Dia sekarang bersama seorang wakil presiden, kamu bersama seorang presiden. Dia akan segera menjadi istri dari lelaki yang kaya, dan kamu akan segera menjadi suami dari wanita yang kaya. Betapa senangnya untuk berkumpul kembali"

“Persetan! Pergi kamu!”

Aku memarahi Robi, dia berwajah tebal dan masih bisa tertawa.

Aku takut mulut orang ini tidak akan ada habisnya. Aku segera mengganti topik pembicaraan dan bertanya kepadanya, "Robi, mengapa Sutan tidak datang?"

Baru selesai berbicara, pintu bar tiba-tiba terbuka. Terlihat wajah Sutan yang tampak lelah memasuki bar, terlihat bahwa dia benar-benar lelah. Meski lelaki itu tersenyum, tetapi dia tidak bisa menyembunyikan rasa lelah dari wajahnya.

Begitu Sutan memasuki pintu, Veni segera menyambutnya. Dia mengambil tas di tangan Sutan. Dia mengatakan sesuatu kepada Sutan dengan wajah lembut. Melihat kelakuan mereka yang manis dan lembut, aku berkata dengan kagum, "Veni, tipikal istri dan ibu yang baik. Dupa apa yang dibakar si bajingan Sutan itu? Sampai bisa membuat gadis yang baik seperti Veni mengikutinya dengan sepenuh hati."

Robi menatapku dan berkata dengan sedikit jijik, "Kamu orang yang sangat cemburuan dan iri. Menurutku, Sutan lebih baik darimu. Dia lebih tampan dan mengerti tentang wanita lebih daripada kamu. Tentu saja, jika dibandingkan denganku, dia masih kalah."

Begitu Robi selesai berbicara, dia bersandar di bar dengan satu tangan dan melambai ke Sutan dengan tangannya yang lain, "Sutan, cepat kemari! Saudaraku, hari ini aku memulai bisnis besar, tetapi kamu baru datang sekarang, tiga botol untukmu sebagai denda!"

Sutan langsung berjalan kearah kami. Ketika dia datang, dia meminta maaf kepada Robi sambil tersenyum dan berkata, "Hari ini benar-benar sibuk. Salahku, aku akan menerimanya!"

Sambil berbicara, Sutan melihat sekeliling. Dan berkata, "Mengapa semuanya masih duduk terpisah? Ayo, duduk dan bersenang-senang bersama!"

Sutan tampaknya adalah seorang pemimpin alami. Begitu dia memasuki pintu, dia menyapa semua orang. Saat jaman sekolah, dia menjadi ketua serikat siswa di tahun keduanya. Ketika semua orang sedang berkumpul bersama, semuanya tanpa sadar menjadikannya sebagai pusat.

Mereka semua duduk mengelilingi meja besar, seperti kata Sutan. Sutan membuka sebotol bir. Dia berdiri dan berkata kepada Robi, "Kakak Robi, hari ini"

Sutan belum selesai berbicara. Robi mengerutkan kening dan segera memotongnya, "Kamu bicara apa? Kerutan di wajahmu seperti habis dilindas oleh bulldozer. Apa maksudmu memanggilku kakak?"

Sutan tertawa, dan segera berkata, “Aku salah! Aku memanggilmu adik, bagaimana?”

Robi memiringkan lehernya dan berkata dengan tidak puas, "Adik? Kamu berpura-pura menjadi kakak seperti apa di depanku?"

Keduanya berselisih lagi. Sutan memelototi Robi dan berteriak, "Aku tidak boleh memanggilmu kakak, tidak boleh memanggilmu adik. Kalau begitu aku akan memanggilmu cucu, bolehkan?”

Ketika Sutan selesai bicara, kami semua tertawa.

Robi masih ingin berbicara, tetapi Sutan tidak memberinya kesempatan. Begitu dia melihat ke atas, dia sudah menghabiskan sebotol bir kecil. Veni mengerutkan kening dan berbisik, "Minum perlahan, mengapa terburu-buru?"

Terdorong oleh Sutan, semua orang mulai minum. Bahkan Veni, yang tidak bisa minum banyak, telah minum sebotol anggur merah. Aku terus menerus mengkhawatirkan Isyana. Aku tidak tahu berapa banyak dia minum. Melihat kearahnya, dia sepertinya tidak melakukan apapun, hanya saja wajahnya memerah.

Suasana di bar mulai memanas karena pengaruh alkohol. Tiba-tiba Raisa berdiri ketika aku sedang berbicara dengan Sutan. Dia memegang gelas dan berkata kepadaku dan Isyana, "Isyana, ini untukmu dan Ugie. Semoga kalian….."

Begitu Raisa mengatakan ucapan selamat, dia terlihat ragu-ragu, dia sepertinya belum memikirkan kosa kata yang tepat.

Namun, dapat dirasakan bahwa hubungan Raisa dan Isyana tampaknya menjadi selangkah lebih dekat. Dulu dia memanggilnya Presiden Isyana. Sekarang, dia memanggil Isyana dengan nama. Tampaknya obrolan mereka sekarang telah mengubah hubungan antara keduanya.

Robi menyela dan berkata, "Semoga mereka hidup bahagia bersama selamanya."

Isyana memegang gelas, dia tersenyum pada Robi dan berkata dengan lembut, "Robi! Aku hanya berteman dengan Ugie sekarang, teman baik! Jadi kita tidak bisa bicara tentang hidup bahagia bersama selamanya.”

Isyana berbicara dan menoleh untuk menatapku. Dia sangat mudah bergaul, sedangkan aku tidak. Aku melihat bir jeruk di gelas dan tidak menerima kata-kata mereka.

Raisa tersenyum dan melanjutkan, "Kalau begitu aku berharap kalian bisa menembus batas teman sesegera mungkin dan lebih dekat satu sama lain."

Sambil berkata dia dan Isyana bersulang. Ketika tiba giliranku, Raisa tiba-tiba berhenti. Dia menatapku dan tersenyum. Meskipun Raisa ingin berpura-pura tidak terjadi apa-apa, aku bisa membaca kepahitan dari senyumnya.

Setelah meminum segelas bir, aku merasa sedikit pusing. Begitu Raisa duduk, Sutan berkata, "Raisa, sudah lama tidak mendengarmu bernyanyi. Nyanyikanlah satu lagu untuk kita semua.”

Nyanyian Raisa sangat indah. Dia pernah memenangkan hadiah di sekolah. Dia juga sangat mudah bergaul. Begitu Sutan selesai berbicara, dia segera berdiri dan mengangguk, "Oke, aku akan mulai bernyanyi lalu kalian harus bernyanyi bersama."

Dengan itu, dia berjalan perlahan ke panggung.

Raisa juga sedikit mabuk. Dia duduk di kursi di atas panggung, mengambil mikrofon, memandang kami di bawah panggung, tersenyum dan berkata, "Hari ini adalah hari pembukaan Kafe Bunga Kecil Robi. Pertama, aku berharap agar bisnis yang dia jalankan dapat makmur. Pada saat yang sama, terima kasih Robi untuk mempertemukan kami semua kembali. Aku belum pernah begitu bahagia untuk waktu yang lama. Aku akan mempersembahkan salah satu lagu Faye Wong untuk kalian!”

Begitu Raisa selesai berbicara, iringan musik mulai terdengar. Dia melihat kejauhan, dan tubuhnya bergoyang lembut mengikuti irama. Dia terlihat acuh tak acuh dan santai, tetapi terlihat lebih baik daripada beberapa penyanyi profesional.

Lagu Raisa sangat bagus, ketika dia membuka mulut, semua orang tertarik padanya.

"Langit yang indah tidak selalu mengikuti angin dan hujan, langit cerah tidak selalu memiliki pelangi

Bahkan jika kamu tampak naif, itu bukan berarti kamu tidak bisa mengerti

Hubungan tidak selalu bisa memiliki awal dan akhir yang jelas. Kesepian, pada akhirnya, tidak selalu datang dengan ketakutan

Hidup tidak bisa kebal dari rasa sakit awalnya”

Ketika aku teringat lagu itu, aku melihatnya di atas panggung. Nyanyian halus Raisa membawa ingatanku kembali ke masa lalu. Aku bahkan seperti berhalusinasi, merasa bahwa Raisa yang ada di atas panggung adalah seorang gadis kecil yang mencintai bernyanyi di rumput kampus.

Novel Terkait

Because You, My CEO

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
4 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Harmless Lie

Harmless Lie

Baige
CEO
5 tahun yang lalu
Kamu Baik Banget

Kamu Baik Banget

Jeselin Velani
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
3 tahun yang lalu
Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
3 tahun yang lalu
Loving Handsome

Loving Handsome

Glen Valora
Dimanja
3 tahun yang lalu
Mr CEO's Seducing His Wife

Mr CEO's Seducing His Wife

Lexis
Percintaan
3 tahun yang lalu