Love And Pain, Me And Her - Bab 392 Perbedaan Manusia dan Binatang

Veni menatap lekat ke arah Sutan tanpa berkedip. Sutan sedang membicarakan sesuatu dengan ayahnya. Bisa dirasakan sepertinya Sutan sangat dilema, baru saja berkata singkat, dia dipotong oleh ayahnya.

Veni pun menatap dengan bernanti-nanti, anak rambut di dahinya bergerak mengikuti tiupan angin. Melihat Veni, hatiku tidak tahan merasa sedih untuknya. Veni sudah berubah, dalam ingatanku, Veni adalah wanita cendikiawan yang penuh dengan hawa buku-bukuan.

Namun sekarang, susah sekali untuk melihat gadis yang puitis itu, melalui badan Veni yang lemah, dan tatapan matanya yang bengong.

Aku pun bersedih lagi sesaat. Lalu aku berjalan ke sisi Veni, melepaskan mantel, dan memberikannya pada Veni sambil berkata, “Veni, pakai bajunya, dingin sekali.”

Veni tidak menolak, dia mengenakan mantelku, dan menatap Sutan sekeluarga di kejauhan. Tiba-tiba Veni bergumam, “Ugie, apakah karena perlakuanku kurang berkenan, sehingga mereka pergi?”

Aku juga tidak tahu mengapa orangtua Sutan akan pergi, tetapi aku tahu, pasti bukan karena perlakuan Veni yang kurang berkenan. Jika bahkan perlakuan Veni saja kurang berkenan, maka di dunia ini, gadis mana lagi yang bisa melakukan dengan lebih baik?

Aku bergeleng, dan berkata menenangkan Veni, “Veni, jangan banyak dipikirkan. Pasti karena masalah lain, tidak ada hubungannya denganmu.”

Veni menarik sudut bibirnya, membentuk sebuah senyum pahit. Dia mendesah, dan berkata pelan, “Ugie, menurutmu jika manusia tidak ada ingatan, tidak ada pemikiran, tidak ada perasaan, hanya seorang idiot yang bodoh saja, tidak mengerti apa-apa, tidak tahu apa-apa, semuanya bisa tidak dipikirkan, alangkah baiknya seperti itu.”

Perkataan Veni, membuat hatiku terasa sakit. Aku tidak tahu perkataannya ini menandakan apa, tetapi aku tahu, kehidupannya tidaklah bahagia.

Tepat ketika aku sedang memikirkan bagaimana untuk menghibur Veni, tiba-tiba aku melihat orangtua Sutan membawa tas bagasi mereka berjalan ke arah ruang tunggu. Yang lebih membuatku kaget adalah, kali ini Sutan tidak menghentikan mereka, melainkan mengikuti di belakang mereka dengan diam.

Badan Veni bergidik ringan, melihat bayangan punggung mereka bertiga, dia tidak bergerak, melainkan melihat begitu saja dengan tanpa suara.

Melihat orangtua Sutan memasuki ruang tunggu, Sutan berdiri di depan pintu untuk sesaat, barulah berbalik badan berjalan ke arah kami berdua.

Begitu Sutan mendekat, Veni bergegas maju dan bertanya pelan, “Sutan, mengapa paman dan bibi pergi?”

Sutan berjalan ke arah parkiran tanpa bersuara. Sikapnya yang dingin membuat Veni tertegun. Veni bergegas mengikutinya, dan bertanya lagi.

“Apakah berhubungan denganku?”

Tiba-tiba Sutan berhenti, dan berteriak kepada Veni, “Tidak ada hubungan dengan siapapun, hanya berhubungan denganku! Sudah, jangan tanya lagi!”

Teriakan Sutan ini, tidak hanya di luar dugaan Veni, bahkan aku pun terkejut. Orang yang berlalu-lalang menatap kami dengan tatapan aneh, Sutan sepertinya juga menyadari dia telah hilang kendali. Sutan mengernyit, dan bergumam rendah, “Ayo, pulang!”

Setelah tiba di kompleks rumah Sutan dan memarkirkan mobil, Sutan berbalik menatap Veni, dan berkata sambil mengernyit, “Veni, kamu naik dulu, aku berbicara sebentar dengan Ugie.”

Veni menekan bibirnya, dan menatapku, tatapan itu hampa dan putus asa, tetapi dia tetap mengangguk dalam diam.

Setelah Veni masuk ke dalam pintu unit, aku dan Sutan duduk di kursi panjang di taman kompleks perumahan. Kami menyalakan rokok dan menghisap dengan keras, lalu aku bertanya pada Sutan, “Sutan, apa yang terjadi sebenarnya? Kenapa paman dan bibi pergi tiba-tiba?”

Aku tahu, Sutan tidak naik ke atas, adalah ingin membicarakan hal ini denganku.

Setelah aku selesai berkata, Sutan menghisap rokok dengan keras. Sutan menatapku, lalu mendesah, dan berkata perlahan-lahan. “Salahku, tidak berpikir dengan menyeluruh! Ayahku melihat hasil diagnosis rumah sakit Veni terakhir kali.”

Aku tertegun, dan segera bertanya, “Yang tidak bisa hamil itu?”

Sutan mengangguk dalam diam.

Seketika aku pun termangu! Tidak heran Sutan begitu pusing kepala, hal ini baginya, benar adalah masalah sulit. Sutan adalah seorang anak berbakti, sementara ayahnya adalah orangtua yang kuno. Terhadap meneruskan keturunan, keluarganya sangat memandang berat pada hal itu. Dulunya Sutan pernah berkata padaku, ayahnya masih begitu giat bekerja, adalah demi menabung uang untuk cucunya yang belum memiliki jejak.

Aku terdiam, lalu bertanya pada Sutan, “Kalau begitu bagaimana kata paman?”

Sutan mendesah, dan berkata dengan menderita, “Bisa berkata bagaimana? Dia memberitahuku bahwa mereka menginginkan cucu, mereka tidak bisa menerima menantu yang tidak bisa melahirkan.”

Alisku juga berkerut, aku pun mengkhawatirkan Sutan dan Veni.

Sutan tetap merokok dalam diam dengan kepala tertunduk. Sesaat kemudian, aku bertanya lagi padanya, “Sutan, kalau kamu? Kamu berencana berbuat bagaimana?”

Sutan menatap ke tempat jauh dengan linglung, di wajahnya yang tegas, muncul ekspresi bingung. Dia mendesah dan berkata sambil bergeleng, “Aku tidak tahu, jika aku tahu, aku tidak akan memintamu untuk tinggal.”

Sambil berkata, Sutan menoleh menatapku, dan bertanya, “Ugie, jika itu kamu, kamu akan berbuat bagaimana?”

Tanpa berpikir, aku langsung menjawab, “Sutan, inilah perbedaan antara aku dan kamu. Meskipun aku tidak tahu jika menghadapi masalah ini, bagaimana orangtuaku akan mengurusnya, tetapi aku tahu aku tidak akan melakukan keputusan bodoh untuk mengecewakan seorang wanita yang aku cintai, sekaligus yang mencintaiku dengan dalam, hanya demi cintaku pada orangtua. Terhadap orangtua, aku bisa melakukan ‘berbakti’, tetapi belum tentu bisa melakukan ‘menuruti’. Terkadang, berbakti tanpa menuruti, juga adalah sebuah bentuk berbakti.”

Sutan tetap merokok dalam diam dengan kepala tertunduk. Lalu aku meneruskan, “Sutan, kehidupan seseorang hanya sesingkat puluhan tahun saja. Aku tidak setuju dengan para orangtua yang mengorbankan diri sendiri dan hidup demi anak mereka, karena setiap orang memiliki jalan hidupnya tersendiri. Jika memiliki anak, cintailah dia, dan ajarkan dia kaidah untuk menjadi orang yang baik. Semua ini adalah bisa dipahami. Tetapi jika tidak ada, juga tidak perlu memaksakan. Kita tidak boleh menyerah atas kehidupan kita sendiri hanya demi meneruskan keturunan. Jika seperti itu, manusia pun menjadi binatang yang berkembang biak, tidak ada lagi perbedaannya dengan binatang.”

Aku berkata perlahan-lahan, semua yang kukatakan ini, hanya tidak ingin Sutan menyerah atas percintaannya selama delapan tahun, karena faktor tubuh Veni. terlebih lagi, Veni menjadi seperti sekarang ini, alasan utamanya, juga ada pada Sutan.

Sutan mendesah, dia menatapku, dan mengangguk kecil, lalu berkata pelan, “Ugie, aku paham dengan maksudmu. Tenang saja, aku akan mengurus masalah ini dengan baik!”

Sambil menatap Sutan, aku tersenyum, dan berkata sambil menunjuk ke atas, “Kalau begitu cepat naik ke atas! Sekarang orang yang perasaan hatinya paling tidak baik adalah Veni, pergi hibur dia.”

Sutan tersenyum memaksa, dan menepuk pundakku. Lalu dia berbalik badan dan naik ke atas.

Novel Terkait

His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
3 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
4 tahun yang lalu
Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
4 tahun yang lalu
Innocent Kid

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
Kamu Baik Banget

Kamu Baik Banget

Jeselin Velani
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
4 tahun yang lalu