Love And Pain, Me And Her - Bab 112 Malam Panjang

Isyana berkata kalau dia orang yang tamak, sebenarnya akulah yang tamak. Aku menatap Isyana, bertanya padanya sambil tersenyum, “Isyana, mungkin kamu tidak tahu. Sebenarnya yang membangunkan ku setiap hari bukanlah alarm, melainkan kamu. Karena begitu tiba dikantor, aku bisa melihatmu. Ini sudah menjadi penggerakku untuk berangkat kerja setiap harinya.”

Isyana tertawa. Lalu menatapku dengan terbuka, berkata dengan hangat, “Ugie, aku adalah orang yang bernyali kecil. Aku pernah mengatakan padamu, hubungan orangtuaku hancur, itu karena ayahku berselingkuh. Aku bukan tidak percaya pada cinta, aku hanya takut. Aku takut suatu hari aku akan seperti ibuku, depresi dan sebatangkara sampai tua.”

Ketika Isyana mengatakannya, ada rasa khawatir yang terlukis diwajahnya.

Aku menghela nafas, berkata pada Isyana, “Isyana, percayalah padaku. Kalau suatu hari kamu benar-benar menjadi pacarku. Duniaku tidak akan mungkin muat dimasuki oleh orang lain lagi.”

Isyana tertawa, dia mengangguk, “Baik! Kalau begitu buktikan padaku.”

Meskipun Isyana tidak setuju menjadi pacarku, namun jawabannya cukup untuk membuat hatiku berbunga. Dia memberiku kesempatan, membiarkanku mengejarnya, membiarkanku baik padanya. Mengenai bagaimana hasilnya, itu semua tergantung usahaku.

Malam semakin larut, kapal dikejauhan, bintang yang bertebaran menghiasi langit, bercermin dipermukaan sungai, saling menyapa, sangat indah. Malam yang seperti ini, bisa dinikmati bersama gadis yang disukai, waktu yang terbuai oleh keromantisan.

Namun angin semakin kencang. Isyana bergidik, ia berkata padaku dengan wajah lembut, “Ugie, agak dingin, ayo kita pulang.”

Aku mengangguk. Berjalan berdampingan dengan Isyana ditepi sungai yang berpemandangan indah. Kamu berdua berjalan sangat pelan, tidak ada yang bicara, seolah sedang menikmati ketenangan saat ini.

Entah sejak kapan, kami semakin lama semakin mendekat. Entah keberanian darimana, aku mengulurkan tangan perlahan menggenggam ujung tangan Isyana. Isyana seolah tidak menolak, membiarkanku menggenggamnya, namun tidak menggenggam tanganku.

Setelah berjalan sesaat, sudah akan tiba di parkiran. Tiba-tiba Isyana menarik tangannya, dia menoleh kearahku, mengembangkan senyum samar diwajahnya, “Ugie! Menurutmu menggandeng tangan seorang wanita yang belum menjadi pacarmu,apakah ini tidak terasa lancing.”

Isyana tidak berniat menyalahkan. Sikapnya malah membuatku semakin berani. Aku menatapnya, berkata sambil tersenyum, “Sekarang bukan, namun cepat akan lambat akan menjadi pacarku.”

Isyana memiringkan bibirnya, memberiku sebuah lirikkan yang mengatakan aku sombong. Lalu berbalik dan masuk mobil.

Ini merupakan sebuah malam yang membuat emosional bergejolak, juga malam panjang yang membuat orang sulit terlelap.

Berbarig diranjang, aku berbalik ke kanan dank e kiri. Lalu mengirim sebuah pesan untuk Isyana : “Sudah tidur?”

“Sudah, sedang bermimpi.”

Melihat balasan Isyana, membuatku tersenyum kearah ponsel. Aku sudah menanyakan pertanyaan yang bodoh. Kalau dia sudah tidur, bagaimana dia bisa membalas pesan?

“Aku tidak apa-apa, tidurlah, selamat malam! Mimpi indah!”

isyana juga membalas ucapan selamat malam. Meskipun hanya dua kata, namun aku tetap menatap ponsel cukup lama. Seolah Isyana berada dihadapanku dan mengucapkan selamat malam. Akhirnya aku tidak tahu kapan tertidur, namun yang kutahu, aku menggenggam ponselku bagaikan menggenggam tangan Isyana yang kecil.

Hari senin setibanya di kantor. Baru tiba dibagian pemasaran, Lulu sudah menelfonku. Dia memberitahuku kalau Isyana memintaku ke kantornya. Begitu mendengar Isyana memanggilku, senyum mengembang di bibirku tanpa sadar. Langkahku juga menjadi lebih cepat.

Baru tiba didepan pintu sudah dipanggil oleh Lulu. Kantor Lulu berada tepat diseberang Isyana. Ini juga untuk memudahkan membantu Isyana. Lulu menunjuk kantor Isyana, lalu berkata pelan, “Kamu tunggu sebentar, Presdir Mirani sedang menelfon. Setelah selesai dia akan memanggilku.”

Aku mengangguk. Tiba-tiba teringat hari itu ketika ke rumah Lulu, aku meninggalkan rumahnya seorang diri terlebih dahulu. Lalu aku bertanya pada Lulu dengan suara pelan, “Lulu, hari itu kau dan Robi pergi kemana?”

Lulu mengagkat sudut bibirnya, memutar matanya lalu berkata, “Masih bisa kemana? Pergi makan bersama.”

Aku tertawa sambil menggodanya, “Kali ini mabuk tidak?”

Begitu membicarakan tentang alcohol, Lulu langsung tahu aku sedang mentertawakannya tentang kejadian hari itu. Dia mengangkat satu kakinya lalu menginjak kakiku. Memutar bola matanya sambil berkata dengan nakal, “Minum palamu! Kamu paling menyebalkan, pergi seorang diri lalu meninggalkan kami berdua. Lain kali begitu lagi, aku tidak akan bicara denganmu lagi.”

Aku terkekeh. Lulu ini sangat lucu, aku sungguh ingin Robi mengejarnya, namun sepertinya Robi tidak tertarik pada Lulu.

Aku bertanya asal lagi padanya, “Siapa yang mentraktir diantara kalian?”

Lulu memiringkan kepalanya lalu berkata sambil memelototiku, “Tentu saja dia! Semua uangku sudah kuberikan pada Rose, mana ada uang lebih untuk mentraktirnya lagi.”

Sebenarnya bisa kubayangkan, Robi bukan orang yang pelit. Selain mulutnya yang sedikit jahat, sisanya cukup baik.

Isyana belum memanggilku, sehingga aku mengobrol santai dengan Lulu. Aku bertanya pada Lulu, “Lulu, Rose sudah sampai di rumah?”

Lulu menggeleng tidak berdaya, “Entahlah, mengiriminya pesan namun dia tidak membalas. Mungkin dia sudah sangat membenciku.”

Aku terkekeh. LDR selama beberapa tahun, lalu berakhir dengan cara yang konyol, sungguh lucu. Aku bertanya lagi pada Lulu, “Lulu, sebenarnya kamu bisa mempertimbangkan Robi, dia lumayan. Lucu, tampan. Jangan lihat mulutnya yang jahat, sebenarnya hatinya sangat baik.”

Begitu aku mengatakan ini, Lulu menggeleng kuat. Lalu berkata, “Sudahlah! Kalau aku bersama dengannya, bukan aku yang mati dimarahi olehnya, tapi dia yang mati kucekik. Kalau tidak mati bersama, aku masih ingin hidup lebih lama.”

Ucapan Lulu membuatku tertawa. Kedua manusia langka ini kalau bersama pasti akan sangat ramai.

Kamu berdua sedang bicara, tiba-tiba mesin pemanggil di meja Lulu berdering. Lulu menekan tombol diatasnya, terdengar suara Isyana yang lembut, dia bertanya, “Lulu, Ugie sudah datang?”

Lulu langsung menjawab, “Dia sudah datang, sedang menunggu anda di ruanganku. Aku akan menyuruhnya masuk sekarang.”

Setelah mematikan pesin pemanggil, Lulu berkata dengan ketus dan menggodaku dengan sengaja, “Bukankah hatimu sudah terbang kesana? Bukannya cepat pergi, perlu kuantar?”

Aku terkekeh, anak ini semakin lama semakin berani. Beraninya mentertawakanku.

Aku melambaikan tangan pada Lulu, lalu langsung ke ruangan Isyana.

Novel Terkait

Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
3 tahun yang lalu
My Charming Lady Boss

My Charming Lady Boss

Andika
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Hidden Son-in-Law

Hidden Son-in-Law

Andy Lee
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
4 tahun yang lalu
Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
3 tahun yang lalu
Gaun Pengantin Kecilku

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
3 tahun yang lalu
My Superhero

My Superhero

Jessi
Kejam
4 tahun yang lalu