Love And Pain, Me And Her - Bab 124 Tidak Tahu Apa-apa

Begitu pria muda ini marah, dia bangkit, menunjuk memarahiku dan berkata, “Dasar karyawan sialan, sok apaan? Segera telepon Direktur kalian, minta dia harus datang”

Aku memang seorang karyawan. Tapi meskipun seorang karyawan, aku juga memiliki harga diri. Memarahiku, aku bisa menahannya. Tapi memarahi keluargaku, aku tidak bisa menahannya.

Aku menatapnya, melangkah maju, dan berkata dengan dingin, “Persetan kalau kamu seorang pria, katakan sekali lagi apa yang kamu katakan tadi?”

Orang ini baru saja ingin marah. Tiba-tiba sebotol alkohol terbang dari belakang. Langsung mengarah ke pria muda itu. Reaksi pria ini cukup gesit, dia menghindar, botol alkohol menghantam sofa di belakangnya.

Setelah itu, terdengar suara familiar di samping telingaku, “Untuk apa omong kosong dengan keparat ini? Pukul dia!”

Robi!

Aku tidak tahu sejak kapan dia datang kemari. Seharusnya dia terus memperhatikanku, ketika melihat gerak-gerik aku dan lawan tidak beres, dia segera muncul. Robi sangat setia kawan, sejak kuliah sampai sekarang, selama aku berada dalam kesulitan, dia pasti akan membantuku.

Bar dalam kekacauan. Banyak orang tidak tahu apa yang terjadi datang berkumpul. Aku dan Robi baru saja ingin maju memberi pelajaran pada bocah tengik ini. Tapi sekuriti dan Manager bar datang.

Manager itu meraih lengan Robi dan berteriak keras padanya, “Robi kamu sudah gila ya? Ingin memukul tamu? Sialan kamu masih ingin bekerja tidak?”

Sekuriti sudah memisahkan kami dengan lawan. Perkelahian tidak akan terjadi. Robi mengabaikan Manager itu, dia menunjuk pria muda yang memarahiku, berteriak berkata,

“Keparat, cepat minta maaf pada temanku! Kalau tidak hari ini aku tidak akan mengampunimu!”

Manager itu kesal. Apa yang dia katakan sama sekali tidak didengar Robi. Dia segera berteriak pada Robi, “Robi, kalau kamu buat onar lagi, aku akan memecatmu!”

Robi menoleh melototi Manager itu. Dia melepaskan baju luarnya dan langsung melemparkannya ke lantai dengan kuat. Pada saat yang sama berteriak, “Persetan aku tidak kerja lagi, minggir”

Ketika mengatakan ini, Robi berjalan ke pintu. Aku menoleh melototi keduanya dengan marah, mengikuti Robi keluar dari bar.

Pemandangan ramai kota malam. Seolah membuat orang-orang terbiasa menghabiskan malam mereka di kegelapan**.

Begitu aku dan Robi keluar, Robi meraba bajunya. Dia baru ingat, bajunya sudah dia lempar. Dia menoleh menatapku, dengan postur sinis,

“Nyalakan rokok untukku!”

Aku melangkah maju, mengeluarkan sebatang rokok, membantunya menyalakannya. Aku juga menyalakan sebatang rokok. Robi menghisap dalam-dalam, lalu melototiku, pura-pura berkata dengan tidak puas, “Ugie, kamu pembawa sial! Pertama kali datang, sudah membuatku kehilangan pekerjaan. Kamu benar-benar hebat!”

Aku tersenyum, memandangnya dan berkata, “Ayo jalan, cari tempat mengobrol?”

Aku sangat ingin tahu, sebenarnya apa yang terjadi dengan Robi. Sampai dia bekerja di bar. Perlu diketahui, kala itu Robi termasuk salah satu mahasiswa berbakat di sekolah, latar belakang keluarganya juga bagus, sekalipun dia terpuruk, juga tidak sampai harus bekerja menjalani kehidupan di klub malam.

“Kemana?”

Robi menatap langit menghembus gumpalan asap bulat. Tapi asap bulat yang baru keluar, hilang tertiup angin.

“Terserah kamu”

Robi berpikir sejenak, dia menatapku dan berkata, “Pergi ke sekolah!”

Aku mengangguk. Meskipun Robi tidak mengatakan dengan jelas, tapi aku tahu tempat yang dia pikirkan. Ini baru teman baik, ada beberapa hal yang tidak perlu dikatakan, juga mengerti.

Kami berdua naik taksi ke sekolah. Aku pergi ke supermarket tempat kami membeli puluhan kaleng bir. Paman supermarket ternyata masih mengingatku. Dia bahkan memberiku sekantong kacang sebagai tambahan.

Aku dan Robi ke sisi timur kampus, melompat melewati pagar besi. Pergi ke Danau Tanpa Nama. ketika masih kuliah, kami selalu kekurangan uang. Ketika tidak ada uang, kami membeli bir dan makanan ringan duduk di samping danau.

Kami berdua duduk di bangku dekat danau. Tidak ada seorang pun di sekitar. Dalam kegelapan, hanya puntung rokok kami berdua memancarkan cahaya merah yang menyilaukan.

“Ugie, menurutmu ada hantu di danau ini?”

Danau Tanpa Nama ini sebelumnya boleh di datangi oleh murid-murid. Tapi beberapa tahun yang lalu, seorang mahasiswi, karena masalah percintaan bunuh diri di danau. Sejak saat itu, sekolah sengaja memagari danau itu. Tapi itu tidak menghentikan keinginan mereka untuk datang kemari.

Aku membuka sekaleng bir dan menyesapnya. Menoleh memandang Robi dan berkata, “Robi, jangan bahas yang tidak berguna. Katakanlah sebenarnya apa yang terjadi”

Robi menatapku, pura-pura bingung dan bertanya balik padaku, “Apa yang kenapa?”

“Kenapa bekerja di bar?”

Tanyaku.

Robi tersenyum dan berkata omong kosong, “Yoo! Memandang rendah kami sebagai pelayan? Kami mencari makan mengandalkan kekuatan, bagaimana bisa dibandingkan dengan kalian yang berdasi?”

Ini Robi! Sangat pintar berbicara tidak masuk akal. Jelas-jelas dia tahu aku tidak memandang rendah dirinya, setidaknya aku tidak mengerti, kenapa dia bisa sampai seperti ini.

Aku melototinya, terus berkata, “Robi, jangan mengalihkan pembicaraan! Bukankah kamu bermain saham? Sejak kapan pergi ke bar? Kenapa tidak memberitahu kami?”

Robi tersenyum dingin, dia menyentilkan rokok yang ada di jarinya ke udara. Puntung merah rokok membentuk percikan indah di udara.

“Kamu benar-benar menganggapku sebagai dewa saham? Aku katakan sejujurnya padamu, setengah tahun yang lalu aku terpuruk. Jangankan untung, bahkan modal saja tidak cukup menutupi kerugian”

Setengah tahun yang lalu, kebetulan aku putus dengan Raisa. Kala itu Robi sering menemaniku mabuk-mabukan. Sama sekali tidak pernah mendengar dia mengatakan ini.

Robi yang sedang mengatakan ini, sambil sedikit menghela nafas dan terus berkata, “Kala itu, aku mengandalkan keuangan keluarga untuk bertahan hidup. Kemudian, ayahku memberiku ultimatum terakhir. Kalau tidak kembali ke Beijing, dia tidak akan memberiku seperser uang pun. Apa boleh buat, aku hanya bisa keluar bekerja”

Aku merasa bersalah. Ketika aku berada pada situasi yang paling sulit, Robi terus menemaniku. Dan ketika dia berada pada situasi yang paling sulit, aku tidak tahu sama sekali. Aku tiba-tiba menyadari diriku sangat egois, aku hanya mempedulikan perasaanku, tidak memperhatikan keadaan sekitar. Robi berada dalam kesulitan dan aku tidak menyadarinya sama sekali.

Robi orang Beijing. Kala itu semua siswa mengira setelah lulus, Robi pasti akan kembali ke Beijing, keluarganya sejak awal sudah mengatur semuanya untuk dia. Tapi tak di sangka, dia menetap di sini. Tidak ada yang tahu kenapa.

“Kenapa tidak memberitahuku masalah ini?”

Bagiku, aku, Robi dan Sutan adalah teman yang tidak punya apa-apa untuk dirahasiakan. Tapi apa yang terjadi semua ini, aku tidak tahu sama sekali.

Novel Terkait

See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu
Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
4 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
3 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
3 tahun yang lalu
Kakak iparku Sangat menggoda

Kakak iparku Sangat menggoda

Santa
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
The Gravity between Us

The Gravity between Us

Vella Pinky
Percintaan
5 tahun yang lalu