Love And Pain, Me And Her - Bab 428 Keraguan

Setelah beberapa saat Rehan baru berkata dengan acuh tak acuh “Sudah kutebak! Malam itu harusnya masih ada orang lain.”

Aku mengangguk-angguk kepala.

Rehan tiba-tiba tersenyum pahit, dia membuang puntung rokoknya ketanah dan menginjak dengan kaki. Selanjutnya dia menghela nafas, berkata dengan tidak senang “Sepertinya Raisa masih tidak bisa melepaskanmu.”

Aku tercengang. Melihat Rehan, perasaan yang sangat kacau dihatiku. Bagaimana mungkin Raisa tidak bisa melepaskanku? Meskipun setelah putus kami masih ada kontekan, tapi tidak pernah menyinggung soal perasaan. Aku merasa kami berdua sudah memulai kehidupan baru. Bagaimana bisa dikatakan tidak bisa melepaskan?

Aku berpura-pura tenang bertanya pada Rehan “Direktur Bastar, pacarmu yang sekarang, memang masih teringat pada mantan pacarnya. Kamu sepertinya sangat tenang melihat masalah ini ya?”

Aku berkata begini karena sedang menyelidiki Rehan. Aku ingin melihat reaksi Rehan, bisa memastikan hubungan antara dia dan Raisa.

Rehan terkekeh, dia berbalik dan melihatku, berkata dengan datar “Memangnya kenapa dia adalah pacarku? Aku bisa melihatnya setiap hari dan masih bisa mempengaruhi pemikirannya?”

Rehan masih tetap menekankan dia dan Raisa berpacaran.

Aku menatapi Rehan, nada suaranya tidak tegas. Aku langsung berkata “Direktur Bastar, Raisa bukanlah pacarmu, betulkan?”

Rehan tercengang, dia berbalik dan menatapku, aku juga sama menatapnya. Kamu berdua saling bertatapan. Setelah beberapa saat, Rehan baru berkata dengan tertawa dingin.

“Ugie, aku tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaanmu ini. Kamu boleh pergi tanyakan kepada Raisa, lihat apa yang akan dikatakannya. Jika dia berkata bahwa dia adalah pacarku, maka itu benar.”

Saat berkata, Rehan tiba-tiba berhenti sejenak. Aku langsung bertanya “Bagaimana jika dia berkata bukan?”

Rehan tersenyum dingin lagi, menggerak-gerakkan pundak, berkata dengan nada suara yang acuh tak acuh “Bukankah hidup memang seperti itu? Banyak hal tidak memiliki jawaban. Apa yang kamu dengar belum tentu benar, apa yang kamu lihat juga belum tentu benar. Meskipun kamu sendiri yang mengalaminya, juga berkemungkinan palsu.”

Keraguan Rehan membuatku semakin percaya, dia dan Raisa bukan pasangan kekasih. Tetapi dia tidak ingin berkata jujur padaku, aku juga tidak bisa apa-apa. Kami berdua terdiam beberapa waktu, Rehan menatapku dan berkata “Sudahlah, aku sudah ingin pulang.”

Setelah berkata dia langsung berjalan kearah pintu ruang makan. Baru berjalan beberapa langkah, Rehan tiba-tiba berhenti. Berbalik melihatku, berkata datar “Ugie, tidak peduli apakah kamu mantan pacar Raisa atau teman kuliahnya, aku berharap kamu bisa banyak memberi perhatian padanya.”

Aku diam dan menganggukkan kepala dan Rehan langsung pergi.

Sesampai ketempat kerja, sudah jam 10. Beres-beras sedikit, aku langsung berbaring ditempat tidur. Didalam pikiran seperti layar TV, sedang menyiarkan kejadian hari ini. Raisa, Rehan, sebenarnya apa yang terjadi?

Saat sedang berpikir, tiba-tiba ponsel bergetar. Aku mengambil ponsel dan melihat ternyata pesan dari Isyana. Aku membuka pesannya dan melihat: “Ugie, sudah tidur?”

Aku membalas: “Belum, baru saja baring.”

Isyana membalas lagi “Ugie, coba tebak aku hari ini bertemu dengan siapa?”

Aku berpikir sejenak, baru saja ingin membalasnya. Pesan Isyana masuk lagi “Hari ini saat pulang kerja aku melihat Raisa.”

Melihat pesan ini, aku merasa sedih. Ada apa dengan hari ini, perbincangan sekitar semuanya tentang Raisa. Saat aku sedang berpikir, Isyana mengirim pesan lagi: “Ugie, kenapa aku merasa Raisa sangat kesepian? Hari ini didepan pintu Mall, dia sendirian berdiri di etalase mall. Juga tidak seperti sedang menunggu orang.”

Melihat pesan Isyana, hatiku terasa sakit lagi. Bahkan aku mulai mengeluh tentang Raisa, nyatanya dia dan aku sudah putus, tapi dia malah terus muncul dikehidupanku. Hal yang paling membuat hatiku pilu ialah karena dia sekarang seperti sangat menderita.

Pesan Isyana masuk lagi dan tertulis: “Oh ya, didalam etalase itu terpampang patung yang memakai gaun pengantin.

Aku pelan-pelan memejamkan mata, aku seperti bisa melihat, tatapan kesepian Raisa saat sedang berdiri didepan etalase dan melihat gaun pengantin.

Malam ini, tidurku tidak nyenyak, aku bermimpi tentang Raisa lagi. Kami yang didalam mimpi, kembali kejalan S. Parman . Disaat matahari sore melalui dedaunan, menyinari Raisa. Seperti memakai gaun pengantin emas, mengenai kabar Raisa, membuat hatiku tidak tenang lagi. Tetapi hidup masih perlu dijalani, aku tidak mungkin terus-terusan berada dalam baying-bayang ini.

Pada hari jumat, rapat penawaran perusahaan Indoma secara resmi dimulai.

Pagi hari setelah orang-orang bekerja, aku pergi ke area aula kantor berbincang dengan Amori “Hari ini hentikan dulu kerjaan yang ada ditangan kalian, kerjaan yang mendesak berikan keorang lain dulu. Kalian bertiga ikut aku menghadiri pertemuan penawaran Indoma !”

Perusahaan merekrut lima enam pegawai lagi. Beban kerja mereka tidak lagi seberat dulu.

Setelah aku berkata, mereka bertiga menyerahkan pekerjaan mereka kepada orang lain, langsung berangkat bersamaku. Langsung menuju Indoma .

Amori duduk disebelah supir, sejak dia naik mobil, dia mengkerutkan keningnya dan melihat keluar jendela. Setelah beberapa waktu baru berbalik dan melihatku sekilas, berkata datar “Direktur Ugie, kamu benar sudah memutuskan, penawaran paling rendah kita adalah 15 milliar?”

Aku tertawa, berbalik dan melihatnya, bertanya kembali “Bukankah ini hal yang sudah diputuskan? Mengapa masih ingin mempertanyakan?”

Selesai aku berkata, lulu langsung menoleh kesini, dia berkata dengan suara yang pelan “Apakah Amori masih khawatir kita tidak dapat menanggung beban sebesar ini?”

Amori mendengarkan, dia sedikit menghelakan nafas, menggelengkan kepala “Jika seperti harga yang diperhitungkan oleh Direktur Ugie, ada kemungkinan kita bisa mendapatkannya. Tapi sekali ini dikerjakan harus tiga tahun, berdasarkan perhitungan awal kita, pesanan ini paling banyak bisa mendapatkan keuntungan bunganya sebesar lima juta. Ini belum termasuk pengurangan keuntungan setelah disubkontrakkan ke biro iklan lain. Jika diperhitungkan dengan detail, aku rasa tiga tahun ini modal kita tidak akan mendapatkan kerugian dan lumayan bagus.”

Aku tertawa, melihat Amori sekilas, tapi aku tidak menyambungkan kata-katanya.

Amori melihatku sudah memutuskan, dia sekali lagi menggeleng-gelengkan kepalanya dan tidak berbicara lagi.

Semua yang dikatakan Amori benar, dia juga berpikir mengembangkan pekerjaan untuk sepenuhnya. Tapi pemikiranku dan dia tidak sama, karena tujuanku kali ini adalah melawan Don Juan.

Novel Terkait

Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
3 tahun yang lalu
Cintaku Pada Presdir

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
3 tahun yang lalu
My Beautiful Teacher

My Beautiful Teacher

Haikal Chandra
Adventure
3 tahun yang lalu
Terpikat Sang Playboy

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Eternal Love

Eternal Love

Regina Wang
CEO
3 tahun yang lalu
Siswi Yang Lembut

Siswi Yang Lembut

Purn. Kenzi Kusyadi
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu