Love And Pain, Me And Her - Bab 47 Interaksi Berduaan

Isyana memandang bibi Salim dengan penuh emosi. Tetapi pada akhirnya, dia tetap duduk tak berdaya.

Tetapi untuk menyatakan protes, dia memalingkan mukanya ke samping, mengabaikan aku dan bibi Salim. Sebaliknya bibi Salim tampak belum puas, ia melanjutkan, "Kenapa aku harus mengatakan semua ini di depan Ugie? Supaya Ugie memiliki persiapan mental, tahu orang seperti apa kamu itu. Ini namanya jujur dan terbuka satu sama lain! Jika Ugie dapat menerima semua kekuranganmu itu, tentu bagus. Tapi jika Ugie tidak bisa menerimanya, maka aku akan memperkenalkan orang lain untuknya."

Entah apakah karena aku membawa bibi Salim ke rumah sakit, atau karena aku telah menolak imbalan darinya. Singkatnya, bibi Salim sepertinya amat mengakui aku. Isyana tidak memandang kami, ia hanya memandang ke luar jendela dengan marah.

Melihat Isyana diam saja, bibi Salim bertanya padaku lagi, "Ugie, beberapa hari yang lalu ketika kamu pergi ke rumah sakit, kamu bilang kamu sibuk dengan pekerjaanmu? Ini baru saja berlalu dua hari, kenapa kamu sudah mengundurkan diri? Apakah karena tidak bisa menahan emosi buruknya itu?"

Begitu bibi Salim membuka mulutnya, dia lagi-lagi menstimulasi kemarahan Isyana. Dia berani mengatai Isyana, aku tidak berani. Aku menggelengkan kepalaku dengan canggung dan menjawab dengan volume rendah, "Karena alasan pribadiku"

Aku berpikir, sesuai kesan bibi Salim terhadap aku, ketika mendengar aku berkata demikian, dia pastinya akan menyuruhku kembali ke Nogo. Siapa tahu dia malah melambaikan tangannya, "Bagus, tidak masalah walau tidak bekerja di perusahaan jelek seperti itu. Nanti bibi Salim bantu kamu cari perusahaan lain. Mereka pasti akan memperlakukanmu lebih baik daripada Nogo. Kamu tidak usah menahan emosinya lagi."

Aku benar-benar tercengang! Ibu seperti apa ini, selain memarahi putrinya di hadapanku, dia bahkan juga menjelek-jelekkan perusahaan putrinya. Tetapi setelah berinteraksi dengannya beberapa hari, aku tahu bahwa karakter bibi Salim memang seperti ini. Dia suka bercanda tawa, juga memiliki kepribadian yang ceria.

Melihat aku dan Isyana pada diam, bibi Salim memberi isyarat mata padaku. Kemudian dia berkata pada Isyana, “Sudah, aku tahu kalian merasa aku canggung. Aku pergi sekarang juga, oke? Aku balik ke rumah sakit dulu, kalian anak muda ngobrol sendiri ya.”

Kemudian, bibi Salim memandangku, lalu diam-diam menunjuk Isyana. Maksudnya adalah menyuruhku lebih banyak berkomunikasi dengan Isyana. Aku mengangguk dengan diiringi senyuman pahit.

Setelah bibi Salim pergi, Isyana masih saja memandang ke luar jendela. Dia tidak bicara. Sedangkan aku dengan canggung duduk di sana. Aku tersenyum pahit di dalam hati. Aku tidak menyangka bahwa kencan buta pertama dalam hidupku ternyata adalah dengan Isyana. Mungkin, ini adalah takdir.

Untuk memecah situasi canggung, aku berinisiatif mencari topik, “Direktur Isyana, semalam setelah pulang dari bar BOSS, aku mengirim pesan ke kamu. Kamu sudah melihatnya kan?”

Isyana tiba-tiba menolehkan kepalanya ke aku. Dia menatapku dengan dingin, beberapa saat kemudian, barulah dia bertanya padaku, “Karena aku tidak membalas pesanmu, jadi kamu mau mengundurkan diri?”

Aku menggelengkan kepala. Meski bukan karena alasan itu, tapi aku memang agak terpukul karena Isyana tidak membalas pesanku. Yang paling penting adalah, di masa penting seperti ini, aku tidak hanya tidak bisa membantunya, tetapi juga malah membuatnya kecewa.

Isyana mencibir, dia menatapku dan dengan dingin berkata, "Aku katakan padamu, Ugie! Semalam setelah pulang ke perusahaan dari BOSS, tas tanganku ketinggalan di mobil. Ketika aku pulang rumah, ponselku kehabisan baterai. Pesanmu baru kulihat pagi ini. Aku telah meneleponmu, tapi ponselmu tidak aktif.”

Perkataan Isyana membuatku merasa bersalah. Aku pikir Isyana tidak membalas pesanku adalah sebagai tanda kecewa terhadapku. Tidak sangka, dia tidak membalas karena ponsel ketinggalan di mobil.

Melihat aku diam, Isyana berkata lagi dengan tidak senang, "Yang lebih tidak terduga olehku adalah, kamu malah lari ke sini untuk kencan buta. Ugie, kamu benar-benar mantap. Apakah kamu segitu buru-buru ingin mendapatkan pacar?"

Ini benar-benar fitnah, aku tergagap-gagap menyampaikan bagaimana diriku dipaksa datang oleh bibi Salim. Tetapi emosi Isyana masih saja tidak mereda. Dia menatapku dan bertanya tanpa ampun, "Kalau begitu, aku tanya padamu, kenapa kamu mengundurkan diri?"

Aku menghela nafas. Mengangkat kepala dan menatap Isyana, mencurahkan isi hati padanya.

"Isyana, aku sudah datang ke perusahaan lebih dari dua bulan. Selain tidak berhasil mendapatkan satu kontrak pun, aku juga terus mengecewakanmu. Juga, aku telah membuat janji dengan Kalin. Jika bulan ini aku tidak berhasil mendapatkan kontrak, maka aku akan pergi dengan sendirinya. Aku juga merasa aku tidak cocok dalam bidang ini, aku ingin mencoba industri lain."

Isyana menatapku tanpa berekspresi, bibir merah berkedut, bertanya, "Coba industri apa?"

Aku menggelengkan kepala, "Aku belum memikirkannya. Aku ingin pulang rumah dulu, sudah lama tidak bertemu orang tuaku."

Jawabanku yang tidak jelas sama sekali tidak memuaskan Isyana. Dia mencibir dan menatapku sambil memiringkan kepalanya, berkata, "Ugie! Aku akhirnya tahu kenapa Raisa putus denganmu"

Aku mengerutkan kening, tidak sangka Isyana akan mengungkit Raisa di saat ini. Sebaliknya Isyana merasa bahwa dirinya masih belum puas dengan hanya menyebut Raisa, dia berkata dengan kejam, "Kamu seorang pengecut! Kamu hanya tahu sembunyi ketika bertemu masalah. Kamu putus dengan Raisa dan berhenti dari pekerjaanmu. Sekarang satu kontrak telah hangus, kamu malah mau mengundurkan diri. Heran kenapa Profesor Li bisa mengatakan kamu berbakat. Aku tidak hanya tidak menemukan bakatmu, tetapi juga malah menemukan semua kekuranganmu."

Perkataan Isyana membuatku agak marah. Aku sengaja membuatnya kesal, “Iya, benar, semuanya kekurangan. Jadi lebih baik aku mengundurkan diri, supaya kamu tidak perlu melihatku lagi.”

Begitu aku berkata demikian, raut muka Isyana berubah total.

“Ugie!”

Volume Isyana meninggi, dia memandang tajam aku, mata seketika memerah. Dua tetes air mata yang jernih bergulir di dalam matanya.

Aku langsung panik, tidak sangka Isyana akan menangis. Aku segera menarik tisu untuknya. Tetapi dia malah memukul tanganku ke samping.

Dia berdiri, memandangk sambil menahan air mata dan berkata, “Aku menyetujui pengunduran dirimu!”

Selesai berkata, dia mengambil tas, berbalik dan pergi.

Aku benar-benar panik. Alasan kenapa aku mengundurkan diri adalah untuk tidak mengacaukannya lagi. Tapi dia malah menangis karena ini. Aku bergegas mengejarnya. Sambil mengikutinya di belakang, sambil meneriak namanya.

Tapi Isyana sama sekali tidak menghiraukan aku. Dia berjalan cepat ke arah depan. Begitu sampai di depan mobil, dia membuka pintu.

Dia masuk ke dalam mobil. Aku seketika tidak tahu apa yang harus kulakukan. Aku membuka pintu tempat duduk sebelah pengemudi dan ikut naik ke mobil.

Untungnya, Isyana tidak mengusir aku. Tapi dia melajukan mobil dengan kecepatan tinggi, aku tidak berani bersuara. Aku terus menatap setirnya tanpa mengalihkan pandangan, takut akan terjadi kecelakaan.

Isyana mengemudikan mobil ke arah rumahnya. Tetapi ketika melewati rumahnya, dia malah tidak mengemudi masuk. Pada ahirnya, dia memberhentikan mobil di suatu gang yang agak sepi.

Satu tangan cantiknya memegang setir, sedangkan matanya memandang ke sisi jalan. Sesuai arah pandangannya, aku melihat seorang lelaki tua berambut putih sedang menjual es krim di stan. Ia dikelilingi oleh beberapa anak kecil.

Isyana terbengong-bengong melihatnya. Setelah beberapa saat, barulah dia bergumam, "Ketika aku SD, setiap kali aku dalam suasana hati yang buruk. Aku selalu datang ke sini untuk memakan eskrim. Begitu es yang dingin dan manis itu masuk ke dalam mulutku, aku seolah-olah bisa melupakan semua masalah. Setelah wisuda dan pulang dari luar negeri, aku kira tidak ada lagi stan es krim di sini. Tetapi aku menemukan bahwa ia masih berjualan di sini. Aku pikir dia akan selalu ada di sini, tapi dia sudah tiada.”

Aku tidak tahu mengapa Isyana berkeluh-kesah demikian. Aku hanya tahu, keluh kesah ini tidak ditujukan padaku.

Aku turun dari mobil tanpa bersuara, pergi membeli dua es krim. Kembali ke mobil dan menyodorkannya ke Isyana. Isyana mengambilnya, dia memakan sesuap besar dan akhirnya menunjukkan senyumannya yang menawan.

Aku juga mengambil kesempatan ini untuk menghiburnya, “Isyana, bibi Salim bilang kamu malas dan rakus tampaknya benar.”

Mulut Isyana penuh dengan es krim, tidak bisa membantah perkataanku. Tapi dia tetap menolehkan kepalanya dan memutar mata padaku.

Novel Terkait

Wanita Pengganti Idaman William

Wanita Pengganti Idaman William

Jeanne
Merayu Gadis
5 tahun yang lalu
Beautiful Love

Beautiful Love

Stefen Lee
Perkotaan
4 tahun yang lalu
The Break-up Guru

The Break-up Guru

Jose
18+
4 tahun yang lalu
My Secret Love

My Secret Love

Fang Fang
Romantis
5 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu
Satan's CEO  Gentle Mask

Satan's CEO Gentle Mask

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
4 tahun yang lalu
The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
4 tahun yang lalu