Love And Pain, Me And Her - Bab 486 Wanita Yang Ceria Dan Antusias

Merenung sebentar. Aku mengeluarkan ponsel dan menekan nomor yang kukenal. Segera panggilan itu terjawab, tetapi dia tidak bersuara. Aku jadi bertanya-tanya apakah Jane telah mengubah nomornya, jadi aku mencoba bertanya.

"Apakah ini Jane?"

Ada keheningan, baru setelah suara yang dikenalnya muncul di seberang dia menjawab "Ugie, kamu akhirnya menelponku."

Suara Jane tampak tenang tetapi nadanya terdengar sedih.

Aku merasa sedikit malu dan bersalah di saat bersamaan. Sejak Jane pergi. Terlepas dari beberapa obrolan singkat di WeChat, kami berdua jarang bertukar kabar satu sama lain.

Aku memaksakan diri untuk berkata "Jane, aku sekarang di Beijing. Apakah kamu punya waktu malam ini? Aku ingin mengajakmu makan malam."

Ada keheningan lagi, beberapa saat kemudian aku mendengar Jane berkata, dengan enggan "Oke, tapi aku sedang malas keluar untuk makan. Ke rumahku saja makan malamnya, kamu yang masak, nanti biar aku yang makan!"

Tanpa berpikir panjang, aku langsung saja setuju. Setelah menutup telepon, Jane mengirimiku alamatnya.

Aku naik taksi dan pergi ke rumah Jane. Sepanjang jalan, aku tetap diam dan melihat ke arah luar jendela, hal itu malah membuat perasaan bersalahku jadi semakin kuat. Dulu, Jane adalah wanita yang ceria dan antusias, yang mengabdikan diri pada kariernya, tetapi ketika aku berbicara dengannya hari ini, nadanya terdengar sedih.

Aku tahu itu semua karena salahku!

Sampai di rumah Jane, aku turun dari mobil dan melihat sekeliling dengan bingung. Tiba-tiba terdengar suara yang familiar di belakangku "Ugie!"

Saat aku berbalik, aku melihat Jane berdiri tidak jauh dariku. Tetapi tidak satu pun dari kami bergerak, jadi kami hanya menatap satu sama lain.

Sudah lama sekali, tetapi Jane sepertinya kehilangan banyak berat badan. Seperti dulu - dulu, dia mengenakan gaun profesional. Perbedaannya adalah dia tampak kesepian di bawah temperamennya yang cakap.

Kami saling memandang dalam diam untuk beberapa saat. Tiba-tiba, kami berdua tertawa dan Jane mengangkat dua kantong plastik belanjaannya di tangannya ke arahku. Sambil tersenyum, dia bertanya "Sudah lama sekali dan kamu masih sangat tidak tahu malu. Mengapa kamu tidak datang dan mengambilkannya untukku?"

Aku tertawa. Segera berjalan dan mengambil belanjaannya.

Jane tinggal di rumah yang dia sewa. Tidak terlalu besar, mungkin sekitar empat puluh meter persegi tetapi tampak sangat bersih dan rapi.

Setelah mencuci tangan, aku mulai bekerja di dapur. Jane membantuku di dapur. Kami mengobrol sebentar dan penghalang yang sudah lama ada diantara kami perlahan menghilang.

Jane memberiku bahwa dia sekarang adalah reporter CCTV. Dia belajar dan juga bekerja pada saat bersamaan. Aku pun mengajukan pertanyaan santai sambil memotong sayuran "Jadi, apakah kamu akan tinggal di Beijing, atau kembali ke stasiun TV kota kita?"

Aku bertanya dengan santai. Jane tiba-tiba bertanya kembali "Jadi, apakah kamu ingin aku tinggal, atau kembali?"

Kata-kata Jane membuatku tertegun. Pisau dapur hampir memotong jariku.

Rasa maluku terlihat jelas di depan Jane. Kemudian dia tersenyum sedikit, menggelengkan kepalanya dan berkata "Ugie, aku bercanda. Aku belum yakin apakah mau kembali atau tidak. Aku akan memberi tahumu jika saatnya tiba."

Karena kami hanya berdua. Jadi, aku hanya membuat empat piring kecil. Setelah makanan disajikan, Jane membuka sebotol anggur. Setelah dia menuangkannya untuk kami masing-masing dan memegang gelasnya, Jane melihat sekeliling terlebih dahulu dan kemudian berkata kepadaku "Ugie, kamu adalah tamu pertama di rumah kecilku. Selamat datang!"

Aku tersenyum kecil, mendentingkan gelas dengan Jane, kami berdua bersulang.

"Ugie, bagaimana studionya?"

Jane tidak tahu bahwa aku telah bergabung dengan Cantique, jadi secara singkat aku memberi tahunya apa yang terjadi selama ini.

Begitu aku selesai, Jane malah bingung dan berkata "Cantique, kenapa aku baru mendengarnya?"

Aku tertawa getir. Orang-orang seperti Jane adalah target audiens Cantique, tetapi Jane belum pernah mendengar tentang kami, jadi itu menunjukkan betapa buruknya pemasaran kami.

Aku berbicara dengan Jane tentang rencana masa depan Cantique dan Jane mendengarkan dengan sangat cermat dan dia mengajukan beberapa pertanyaan kepadaku di waktu yang tepat. Begitu aku selesai, Jane langsung berkata "Ugie, meskipun aku sudah lama berada di Beijing, aku mempunyai beberapa teman lama yang berkecimpung dalam bisnis internet di sini dan mereka semua cukup sukses. Jika kamu butuh bantuan, bilang saja. "

Kata-kata Jane membuatku semakin merasa bersalah. Aku sudah cukup berhutang padanya, tapi dia masih ingin membantuku.

Kami minum dengan santai sambil mengobrol dan sebelum aku menyadarinya, sebotol anggur itu sudah habis. Wajah Jane sudah memerah, tapi dia masih bersemangat kemudian dia membuka botol lain dan menuangkannya. Jane memegang gelas, lalu menatapku dan berkata dengan enggan "Ugie, tahukah kamu mengapa aku memilih makan malam hari ini di rumah ?"

Aku terdiam dan menatap Jane, lalu perlahan menggelengkan kepalaku.

Sebenarnya aku tahu bahwa kata-kata Jane selanjutnya pasti ada hubungannya dengan kami berdua. Semakin sering dia melakukannya, semakin berat beban di hatiku. Karena, aku tidak bisa memberikan apapun padanya, sehingga yang tersisa hanyalah rasa bersalah.

Jane dengan lembut menggoyangkan gelasnya, lalu menatap segelas anggur merah yang manis, dia melanjutkan "Aku di Beijing sudah lama sekali dan perasaan terbesar yang diberikan kota metropolis ini kepadaku adalah rasa kesepian."

Setelah berbicara, Jane menyesap anggurnya.

Aku merasakan sakit di hatiku ketika aku melihatnya terlihat sangat kesepian. Aku baru saja akan mengatakan sesuatu ketika Jane berkata "Ugie, kamu tahu? Aku selalu memikirkanmu ketika sudah larut malam. Tapi aku menyadari bahwa sudah tidak ada apa-apa antara kamu dan aku lagi, kecuali untuk hubungan kerja. Rasanya seperti tidak lagi kenangan yang berharga. Aku merasa kehidupanku penuh dengan kegagalan. Aku sangat menyukai dan mencintai seseorang selama bertahun-tahun. Tetapi bahkan tidak sedikit pun memiliki kenangan bersama. Jadi, aku memilih untuk makan makanan ini di rumah hari ini. Aku pikir paling tidak kalau kamu pergi, setidaknya masih tersisa kehangatanmu di rumah ini. Mungkin akan ada jejakmu yang tertinggal. Dan mungkin kamu juga akan ingat, kalau kita pernah makan malam yang tidak terlalu enak bersama di rumah kecilku ini. Jadi mungkin ini akan menjadi kenangan kita bersama. "

Kata-kata sedih Jane semakin membebani hatiku. Itulah tekanan terbesar yang pernah aku rasakan ketika aku melihat Jane sekarang. Sebetulnya aku tidak ingin menyakitinya, tetapi aku sudah terlanjur menyakitinya.

Jane berkata sambil menghabiskan segelas anggurnya dalam satu tegukan. Menurunkan gelas dan menatapku, Jane tersenyum kecil "Ugie, apa aku membuatmu stres?"

Aku tertawa getir dan menyesap minumanku dalam diam.

Saat aku tidak berkata apa-apa, Jane menghela nafas sedikit dan berkata lagi "Oke, jangan bicarakan itu. Mari kita bicarakan antara kamu dan Isyana saja, oke? Bagaimana kabarmu? Apakah ada perkembangan baru?"

Novel Terkait

Rahasia Istriku

Rahasia Istriku

Mahardika
Cerpen
5 tahun yang lalu
Diamond Lover

Diamond Lover

Lena
Kejam
4 tahun yang lalu
The Comeback of My Ex-Wife

The Comeback of My Ex-Wife

Alina Queens
CEO
4 tahun yang lalu
The True Identity of My Hubby

The True Identity of My Hubby

Sweety Girl
Misteri
4 tahun yang lalu
Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Denny Arianto
Menantu
5 tahun yang lalu
Pernikahan Tak Sempurna

Pernikahan Tak Sempurna

Azalea_
Percintaan
4 tahun yang lalu
Mr Lu, Let's Get Married!

Mr Lu, Let's Get Married!

Elsa
CEO
4 tahun yang lalu
Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
4 tahun yang lalu