Love And Pain, Me And Her - Bab 206 Setelan Armani dan Seikat Bunga Biru

Isyana telah melakukan perjalanan bisnis selama empat hari. Dalam empat hari ini, kami berdua melakukan tiga panggilan dan mengirim tujuh pesan. Sayangnya, dia selalu sibuk. Setiap kali kami hanya mengobrol beberapa patah kata, lalu dia harus pergi lagi.

Sore ini, aku sedang mengerjakan rencana pemasaran untuk kuartal terakhir tahun ini di kantor. Tidak ada yang mengetuk pintu, tetapi pintu kantor tiba-tiba terbuka. Aku mengangkat kepala dan melihat Lulu yang berjalan masuk dengan perlahan. Dia berjalan sangat lambat, tubuhnya lurus dan kepalanya dinaikan tinggi. Dia seperti seekor angsa yang sombong.

Aku meletakkan mouseku, lalu menyalakan sebatang rokok. Menatap Lulu sambil tersenyum, dan bertanya, “gadis kecil, apakah kamu kesini untuk melatih langkah kaki mu?”

Lulu masih tidak berbicara. Dia mondar-mandir di depan mejaku, dengan senyum aneh di wajahnya. Aku mengabaikannya, merokok dan terus membaca rencana pemasaran di komputer.

Tiba-tiba, Lulu berjalan ke depan meja, menekankan kedua tangannya ke meja, menatapku sambil tersenyum dan berkata, “Ugie, aku ingin menjual sebuah informasi yang sangat penting padamu.”

“Tidak mau beli!”

Aku tidak mengangkat kepalaku dari depan komputer, bahkan tidak bertanya, tapi langsung menolaknya.

Sepertinya Lulu tidak menyangka aku akan menolak, dia terlihat cemberut dan menepukkan tangannya dengan keras di mejaku.

“Ugie, aku beri tahu, kamu jangan sampai menyesal ya!”

“Hm, tidak akan!”

Aku masih mengabaikannya.

Lulu mendengus lalu berbalik dan berjalan keluar. Setelah dia sampai di depan pintu, dia berbalik lagi , melihat aku masih tidak memperdulikannya. Dia melototiku dan kemudian berjalan masuk lagi.

Dia berdiri di depan meja kerjaku, dan berkata, “Begini saja! Kamu traktir aku minum kopi di tempat Robi, aku akan memberitahumu mengenai informasi ini!”

Aku masih menggelengkan kepalaku.

“Tidak, kopi di tempat Robi terlalu mahal! Kita juga punya ruang teh, aku tidak mau menghamburkan uang itu.”

Lulu cemberut, dan menatapku, dia dengan kesal berkata, “Baik, karena kamu tidak setuju. Kamu jangan salahlan aku karena berlaku tidak adil padamu, informasi ini menyangkut Presdir Mirani.”

Setelah dia mengatakan itu, dia membalikkan badan untuk keluar. Saat mendengar informasi ini berhubungan dengan Isyana, aku segera meletakkan mouse dan buru-buru memanggilnya, “Kembali!”

Lulu tersenyum puas. Dia memiringkan kepalanya dan berjalan kembali.

Melihat wajahnya yang tersenyum puas, aku tidak berani langsung bertanya apa informasi itu. Saya tahu salah satu karakteristik gadis kecil ini. Semakin aku cemas, semakin kecil kemungkinan dia akan mengatakannya dan dengan sengaja menggantungku.

Aku dengan sengaja bertanya kepadanya, “Lulu, kenapa kamu kepikiran untuk minum kopi di tempat Robi? Bagaimana dengan tempat lain?”

Lulu tidak merahasiakannya. Dia mengedipkan bulu matanya yang panjang dan berkata dengan bangga, “Aku suka suasana di sana! Minum kopi, melihat foto hitam-putih kalian, di samping itu juga ada bunga segar untuk kalian. Seolah-olah kalian sudah tidak ada di dunia, sedangkan aku masih muda dan bernafas. Itu terasa sangat yang hebat!”

Aku tersenyum pahit. Robi juga bisa mengingat masa lalu dengan cara yang cukup aneh.

“Ya, aku janji. Katakan padaku, apa informasinya!”

Lulu tersenyum misterius dan berbisik, “Presdir Mirani akan naik pesawat besok pagi, jika tepat waktu, dia akan sampai jam 9:30.”

Aku terbengong. Tadi malam aku mengirim pesan ke Isyana, tetapi dia tidak memberi tahuku bahwa dia akan kembali besok. Apakah dia ingin mengejutkanku lagi?

Informasi ini layak untuk secangkir kopi! Aku segera bertanya pada Lulu sambil tersenyum, “Lulu, apakah kamu akan menjemputnya di bandara besok pagi?”

Lulu mengangguk dengan bangga, “Tentu saja!”

“Bawa aku!”

Saat Lulu pergi menjemput, dia pasti menggunakan mobil perusahaan, aku bisa nebeng mobil, tidak bisa menjemputnya dengan bus.

Lulu tersenyum puas. Dia mengeluarkan dua jari. “Secangkir kopi, sebuah pertemanan lama, aku berjanji akan membawamu! Kalau tidak, jangan bicara!”

Gadis ini pandai mencari kesempatan dalam kesempitan. Tetapi aku bahkan tidak memikirkannya dua kali dan langsung mengangguk dan setuju. Lulu meninggalkan kantorku dengan puas.

Aku takut ketinggalan, jadi aku menyetel jam alarm tiga kali. Baru jam enam, aku sudah bangun. Begitu aku membuka gorden, aku terpana melihat pemandangan luar. Aku tidak tahu kapan salju turun di luar. Melihat dunia yang terbungkus perak salju, entah kenapa aku merasa sedikit sedih.

Entah bagaimana, aku teringat Raisa. Awal musim dingin telah tiba, aku dan Raisa sudah putus selama hampir setahun.

Setelah bersiap-siap, aku duduk di sofa dan merokok, menunggu panggilan dari Lulu. Lulu sangat cepat, belum jam tujuh, dia dan sopirnya sudah berada di lantai bawah gedung rumahku. Begitu aku naik mobil, aku melihat bahwa Lulu mengenakan coat, Lulu sangat berinisiatif. Dia pergi ke rumah Isyana untuk mengambil jaket musim dingin Burberry, dan membawanya ke bandara untuk diberikan kepada Isyana.

Saat sampai di bandara, waktu belum menunjukkan pukul sembilan. Namun kami mendengar sebuah berita buruk, pesawat tertunda sebentar. Tapi itu bagus, tidak terlalu lama, hanya empat puluh menit.

Lulu dan aku bosan jadi mengobrol di dekat bandara. Saat itu, tiba-tiba Lulu mengedip padaku dan berbisik, “Ugie, kamu lihat ke belakang.”

Aku merasa agak aneh. Aku mengikuti arah tatapan Lulu dan melihat bayangan tubuh seseorang yang sangat familiar sedang berjalan menuju arah kami. Begitu aku melihatnya, aku hanya tersenyum pahit.

Aku tidak menyangka, Don Juan juga datang. Dia mengenakan setelan Armani dan mantel wol hitam. Memegang seikat bunga biru di tangan, di aula yang dingin, bunga biru yang cerah itu langsung menarik mata banyak orang.

Lulu cemberut padaku dan berbisik, “Ugie, belajar dari orang lain! Lihat dirimu. Kamu datang dengan tangan kosong. Tidak ada setangkai bunga pun. Jika aku presdir Isyana, aku akan kecewa.”

Lulu benar. Wanita menyukai bunga, menyukai perasaan romantis itu.

Sebenarnya, aku juga ingin membeli seikat bunga, tetapi aku pikir Isyana kembali dengan sekelompok rekan kerja. Memberikannya bunga di depan banyak orang tampaknya kurang baik.

Sebenarnya, yang paling membuatku penasaran adalah bagaimana Don Juan tau Isyana kembali hari ini. Apakah Isyana memberitahunya?

Saat aku berpikir, aku melihat Don Juan sudah sampai ke arah kami. Begitu dia berdiri di depan kami, dia tersenyum langsung pada Lulu dan berkata, “Asisten Lu, apakah kamu datang untuk menjemput presidir mu?”

Meskipun aku membenci Din Juan, namun aku harus mengakuinya. Dia sangat stylish dan tampan. Saat berbicara dengan Lulu, suara rendah dan nyaringnya itu persis seperti apa yang disukai kebanyakan wanita.

Lulu mengangguk sambil tersenyum dan berkata dengan sopan, “Benar Tuan Don. Apakah Anda juga datang untuk menjemput teman Anda?”

Lulu secara sadar bertanya.

Novel Terkait

Pergilah Suamiku

Pergilah Suamiku

Danis
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Mr. Ceo's Woman

Mr. Ceo's Woman

Rebecca Wang
Percintaan
4 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu
My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
4 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
5 tahun yang lalu
Innocent Kid

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
4 tahun yang lalu
Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu