Love And Pain, Me And Her - Bab 481 Bukanlah Urusanmu

Tidak lama kemudian, tiba-tiba sebuah mobil Limosin mewah berhenti di depan rumah. Saat aku melihatnya karena penasaran, aku melihat seorang wanita keluar dari mobil. Meski hari sudah gelap, lampu di sekitar rumah masih terang. Orang yang keluar dari mobil itu tampak akrab bagiku. Itu adalah ibu Isyana, Bibi Salim.

Aku hendak melangkah maju dan menyapa Bibi Salim. Tetapi di belakangnya, ada seorang pria yang mengikuti Bibi Salim keluar dari mobil. Pria itu bertubuh tinggi, tetapi gerakan turunnya agak lambat.

Saat melihat pria itu, aku kaget. Aku sepertinya pernah bertemu dengannya di rumah sakit dan sangat terkesan olehnya.

Aku kaget karena Isyana pernah memberitahuku bahwa Bibi Salim selalu menyimpan dendam kepada suaminya. Setelah perceraian, tidak ada kontak lagi di antara mereka dan sekarang mereka berdua keluar dari mobi

Aku mendengar Djarum berteriak pada Bibi Salim, "Salimar, tunggu."

Kali ini Bibi Salim berdiri diam dan kembali menatap Djarum. Bibi Salim terlihat sedang marah dan dia berkata dengan dingin, "Djarum, sudah aku katakan padamu. Urusan Isyana bukanlah urusanmu."

Djarum tampak marah, tetapi dia berusaha untuk menahan diri dan menatap Bibi Salim. Dia merendahkan suaranya dan berkata, "Salimar! Apa maksudmu? Isyana adalah putrimu dan dia juga putriku. Bagaimana mungkin aku tidak peduli dengan apa yang terjadi padanya!"

Bibi Salim tiba-tiba mencibir dan berkata langsung, “Dia putrimu juga! Tapi apa pedulimu padanya? Ketika Nogo berada di masa-masa sulit setahun yang lalu, sampai semua rumah ikut disita. Isyana mengalami depresi yang sangat berat, lalu di mana kamu sebagai ayah kandung ? "

Bibi Salim sangat marah dan mempertanyakan Djarum.

Melihat Djarum memegang jantungnya, sepertinya dia merasa tersinggung dengan ucapan Bibi Salim. Kemudian dia berbicara dengan suara pelan, "Salimar, bukankah aku baru saja memberitahumu! Aku tidak tahu apa-apa tentang itu. Tidak sama sekali! Ketika aku mendengar hal itu, bukankah aku tidak langsung setuju dan membiarkan Isyana bekerja untuk perusahaan?. Apa lagi yang kamu ingin aku lakukan. "

Bibi Salim mendengus dan berkata dengan nada meremehkan, "Djarum, berani-beraninya kamu berpura-pura bersamaku di sini. Jika Djoko dan pria itu tidak mengatakan tentang dirimu berulang kali, apakah rubah betina kecilmu itu akan setuju jika Isyana pergi ke perusahaan? Oke, aku tidak ingin bicara omong kosong lagi denganmu. Cepat pulanglah sebelum rubah betina itu mengira kamu keluar untuk pacaran lagi. "

Setelah itu, Bibi Salim berhenti memperhatikan Djarum dan berbalik serta pergi ke rumah.

Begitu Bibi Salim pergi, dia melihat seorang pemuda keluar dari mobil. Dia bergegas membantu Djarum dan berbisik.

"CEO Mirani, sudah tidak usah marah - marah lagi, ayo kita pulang ke rumah karena kesehatanmu lebih penting"

Aku tahu kalau Djarum habis melakukan operasi jantung dari melihatnya yang terus memegang jantung dengan tangannya. Kemudian dia perlahan - lahan masuk ke dalam mobil, dengan dibantu pria muda itu.

Mobil Limosin mulai menjauh, tetapi aku masih melihatnya karena penasaran. Percakapan yang baru saja mereka lakukan sepertinya tentang Isyana. Tetapi apa yang menyebabkan keduanya berbeda pendapat?

Saat sedang melihat mobil, tiba-tiba ada tangan yang menepuk bahuku. Aku sedang melamun dan dikejutkan oleh tepukan di bahu yang datang secara tiba - tiba. Saat aku berbalik, aku melihat Isyana sudah berdiri di belakangku sambil tersenyum. Dia menatapku dan bertanya, "Ugie, apa yang kamu lihat?"

Aku tersenyum sedikit malu, kemudian menggelengkan kepala dan berkata, "Tidak ada."

Aku tidak berani mengatakannya karena aku tidak yakin apakah Bibi Salim telah berbicara dengan Isyana atau tidak. Jika dia belum, aku berjaga-jaga jika aku tidak sengaja menjawab dan kemudian menyebabkan masalah yang tidak perlu.

"Jadi kenapa kamu tidak masuk ke mobil, kamu menunggu apa lagi?"

Kata Isyana sambil tersenyum.

Kami berdua masuk ke dalam mobil dan Isyana berkata dia ingin pergi ke pasar malam di tepi sungai dan makan makanan ringan. Aku kemudian berkendara menuju ke tepi sungai.

Di tengah jalan, aku mencoba bertanya pada Isyana, "Isyana, kamu pergi keluar apa Bibi Salim tahu?"

Karena sudah sangat dekat dengan Isyana, aku jadi terbiasa memanggilnya dengan nama panggilannya.

Isyana langsung mengangguk, "Tentu saja dia tahu. Saat aku keluar, dia baru saja naik. Dia seharusnya bertemu dengan seseorang untuk bermain mahjong, tapi pemainnya tidak cukup jadi dia memilih pulang."

Aku mengangguk. Tetapi di dalam hati aku tertawa karena seperti persis seperti yang aku duga, Bibi Salim tidak memberitahu Isyana bahwa dia bertemu dengan Djarum, jadi lebih baik aku tidak membicarakan tentang hal itu.

Usai mengobrol dengan Isyana, aku menatapnya dan berkata, "Isyana, ada yang ingin kubicarakan denganmu."

Isyana sedang menyetel radio dan tanpa melihatku dia berkata, "Ada apa?"

"Studioku sudah dibeli!"

"Hah?"

Isyana menatapku dengan heran begitu aku selesai berbicara. Dia mencoba memahaminya sebelum melanjutkan, "Apakah itu dibeli oleh biro iklan?"

Aku menggelengkan kepalaku dan menceritakan keseluruhan kisah tentang bagaimana studioku dibeli secara keseluruhan. Tetapi selama bercerita, aku sengaja meremehkan peran Viali di dalamnya. Meski Isyana sekarang jauh lebih sabar dari pada sebelumnya, aku tetap tidak mau membuatnya curiga lagi karena kejadian itu.

Setelah aku selesai bercerita, aku perhatikan wajah Isyana tidak terlihat senang. Sebaliknya, seperti ada penyesalan. Aku tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan dan ketika aku akan bertanya padanya. Aku mendengar Isyana menghela nafas dan berkata sambil menyeringai, "Ugie, kamu tahu? Aku juga sedang sibuk mengerjakan sesuatu untuk belakangan ini."

Aku menatap Isyana dengan tatapan bingung dan bertanya dengan tenang, "Ada apa?"

Isyana kembali tersenyum sambil menatapku dan berkata perlahan, "Ugie, sebenarnya aku baru-baru ini mencoba untuk membujuk pamanku agar membeli studiomu atas nama perusahaan."

Aku tiba-tiba merasa bingung dan menatap Isyana dengan heran. Aku tidak tahu bagaimana dia bisa secara tiba-tiba mendapat ide itu. Isyana menoleh melihat ke luar jendela dan berkata, dengan agak enggan, "Ugie, aku tahu kamu. Kamu itu berbakat dan bakatmu sangat luar biasa. Semakin sering aku menghabiskan waktu denganmu, semakin aku memahami bakatmu yang khas. Tetapi prestasimu tidak terlihat lebih baik selama bertahun-tahun. Pertama, ini karena kepribadianmu. Kedua, sepertinya kamu tidak di beri kesempatan untuk memaksimalkan bakat yang kamu miliki. Aku percaya selama kamu diberi kesempatan kamu pasti bisa mencapai prestasi yang hebat. Ketika aku di Nogo, Aku tidak mengerti. Oleh karena itu, aku sering keras kepala, seharusnya aku mendengarkanmu, tetapi aku tidak mendengarkannya. Pada akhirnya, hal itulah yang menyebabkan jatuhnya Nogo. Ketika aku mulai bekerja di perusahaan, aku menemukan lebih banyak lagi. Kalau banyak orang yang memegang posisi penting dalam perusahaan tetapi tidak lebih baik darimu. Tapi karir mereka lebih cemerlang darimu. Ini membuktikan pentingnya sebuah kesempatan."

Novel Terkait

Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
My Perfect Lady

My Perfect Lady

Alicia
Misteri
4 tahun yang lalu
Get Back To You

Get Back To You

Lexy
Percintaan
4 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
5 tahun yang lalu
My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
4 tahun yang lalu
Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Denny Arianto
Menantu
5 tahun yang lalu
Asisten Bos Cantik

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
4 tahun yang lalu