Love And Pain, Me And Her - Bab 582 Eliminasi

Raisa terdiam lagi. Setelah beberapa saat, dia menghela nafas panjang dan berkata: "Ugie, di dalam kehidupan tidak ada begitu banyak kenapa. Yang sudah pergi tidak bisa kembali, mau seberapa menyesal pun, hal itu sudah terjadi. Jadi, mencari tahu alasan di balik hal itu juga sudah menjadi hal yang tidak berarti"

Kata-kata Raisa membuat aku tidak tahu harus berkata apa. Dia tetap tidak mau memberi tahu aku kenapa dia meninggalkan aku pada waktu itu.

Selanjutnya Raisa berkata lagi: "Ugie, aku sudah mau istirahat. Aku merasa capek. Kamu juga cepat tidur"

Pada saat mau mengakhiri telpon, Raisa menambahkan lagi: "Perlakukan Isyana dengan baik. Bisa bertemu dengan orang kita cintai yang kebetulan mencintai kita itu hal yang sangat sulit"

Setelah itu Raisa langsung mematikan telpon tanpa memberi aku kesempatan untuk berbicara. Hatiku terasa agak masam, aku bisa merasakan pada saat ini Raisa sama sekali tidak bahagia. Aku hanya ingin membantu dia, tetapi sebenarnya aku juga tidak berdaya. Duduk di dalam mobil, aku memikirkan semua ini dengan diam dan baru kembali ke rumah setelah merokok beberapa saat"

Setelah sekitar 2 minggu setelah Djarum meninggal, kota kami menyambut hujan salju pertama pada tahun ini. Pagi ini, aku berdiri di depan jendela besar yang terletak di kantorku dan melihat salju yang melayang sana sini dengan secangkir teh panas di tanganku.

Beberapa hari ini, aku ada mengirim pesan teks kepada Isyana. Tetapi dia membalas aku dan meminta aku untuk ingat kata-kata yang dia ucapkan kepada aku kemarin. Dia meminta kami untuk tidak saling kontak untuk sementara kecuali terjadi hal yang sangat darurat. Hal ini membuat aku sangat kecewa, tetapi aku tidak memiliki solusi lain dan hanya bisa menepati janjiku menunggu Isyana dengan diam.

Setelah pemakaman Djarum, Djarum Grup tidak menuntut aku juga. Mungkin benar-benar seperti apa yang dikatakan Djoko, Tyas hanya mau menakuti aku.

Setelah melihat pemandangan salju, aku pun kembali ke area bekerjaku. Aku menghidupkan laptop dan memulai hari yang baru. Setelah pembiayaan investasi putaran B berakhir, Cantique mengalami perkembangan yang sangat pesat. Semua departemen perusahaan sedang merekrut orang baru. Kami sudah mulai mempromosikan Cantique ke seluruh kota di dalam negara. Putaran pertama baru saja dimulai dan hasil yang kami dapat sudah lumayan besar, pengguna Cantique sekarang sudah melebih 10 juta orang. Dari posisi kedua di industri kecantikan, Cantique melompat ke posisi pertama.

Setelah mengurus beberapa email, ponselku tiba-tiba berdering. Bong Casa menelponku dan aku pun mengangkatnya. Bong Casa berkata dengan nada suara bercanda: "Presiden Ugie, aku tahu kamu sibuk. Tetapi mau sesibuk apa pun, kamu juga harus memberi waktu beberapa menit kepadaku"

Aku tertawa dan bercanda: "Presiden Bong, jangankan waktu beberapa menit, kalau anda ingin, aku akan segera muncul di hadapanmu sekarang"

Tidak tahu sejak kapan, aku dan Bong Casa, beserta pengusaha sukses seperti Bong Casa mulai mengobrol dan bercanda seperti ini. Sebenarnya, tanpa sadar, aku sudah menginjak ke dalam lingkaran bisnis elit dari dulu. Hanya diriku yang belum menyadari saja.

Bong Casa tertawa dan segera berkata: "Kamu tidak perlu muncul di depan aku. Tujuan aku menelpon kamu pada hari ini adalah mau membahas tentang masalah kami mau beriklan di aplikasi kalian. Hanya saja aku tidak ada waktu. Nanti aku meminta orang perusahaanku untuk pergi ke kalian saja, untuk informasi detail, kamu membahas dengan dia saja"

Pendapatan iklan memang adalah salah satu pendapatan utama Cantique. Tanpa berpikir aku segera menjawab: "Presiden Bong, kalau masalah ini mudah diurus. Nanti aku akan mengatur orang yang bertanggung jawab di departemen periklanan untuk melayani kalian secara pribadi. Kamu tenang saja, aku pasti akan memberi kalian harga yang masuk akal"

Bong Casa tertawa dengan senang: "Aku tetap lebih terbiasa memanggil kamu Ugie! Ugie, aku sudah berkata dari dulu. Aku tidak salah melihat orang juga. Kamu adalah orang yang melakukan hal-hal hebat. Kalau bukan kamu melewatkan kesempataan awal, sekarang kamu kemungkinan besar adalah wakil Presiden pusat Kimfar!"

Kata-kata Bong Casa membuat aku teringat dengan masa lalu. Waktu itu, kalau tidak ada Bong Casa, mungkin aku tidak bisa berkembang begitu cepat, tidak mungkin bisa mendirikan usaha sendiri dan bergabung dengan Cantique pada akhirnya.

Setelah mengobrol dengan Bong Casa sebentar, aku mengakhiri telpon dan menelpon ke departemen periklan. Aku memberi tahu mereka harus melayani klien ini dengan baik dan tidak boleh terjadi kesalahan apa pun.

Setelah telpon dengan departemen periklan berakhir, ponsel di atas meja berdering lagi. Aku sudah terbiasa dengan ritme telpon berdering tanpa henti setiap hari. Djoko menelpon aku, aku mengangkatnya dan Djoko berkata dengan suara kecil: "Ugie, apakah kamu aman untuk berbicara sekarang?"

Djoko sangat teliti. Setiap kali menelpon aku, dia akan bertanya apakah ada orang lain di sisiku. Aku segera menjawab: "Paman Santoso, aku sendirian di kantor sekarang. Katakan saja urusan anda"

Setelah itu Djoko baru berkata: "Aku menelpon kamu demi tiga hal. Pertama, Eddy akan pulang pada akhir pekan ini. Aku tidak ingin dia beristirahat, bermaksud meminta dia untuk langsung bekerja di Cantique"

Aku segera menjawab: "Hal ini adalah kabar baik. Aku akan menemani anda menjemput dia. Bekerja sebagai posisi apa, anda tetapkan saja. Anda tenang saja, aku akan mendidik dia secara pribadi"

Aku tidak pernah membenci Eddy. Anak itu hanya tercemar dengan kebiasaan bersikap manja, selain itu dia termasuk sangat baik.

Jawaban aku membuat Djoko sangat puas. Setelah itu dia berkata lagi dengan suara lebih rendah: "Masalah kedua itu mengenai Isyana"

Membahas tentang Isyana, aku langsung merasa agak gugup. Aku tahu, kalau Djoko memutuskan untuk memberi tahu masalah Isyana secara pribadi, masalah itu pasti bukan masalah kecil. Djoko berkata: "Sore ini perusahaan mau mengadakan rapat antar pemegang saham. Salah satu pembahasan rapat kali ini adalah tentang pengaturan jabatan Isyana. Aku mendengar Tyas berencana untuk menghapus semua jabatan Isyana di dalam perusahaan, Isyana tidak bisa bekerja lagi di dalam perusahaan dan hanya bisa menjadi pemegang saham mandiri"

Kata-kata Djoko membuat aku sangat terkejut. Pemegang saham mandiri, tidak menjabat jabatan apa pun di dalam perusahaan. Hal itu berarti Isyana akan menganggur secara total dan tidak berpartisipasi dalam manajemen perusahaan lagi. Dia hanya bisa mendapati pembagian bonus akhir tahun seperti pemegang saham yang lain. Hal ini juga berarti asal pernyataan itu menjadi sah, Isyana akan dieleminasi secara resmi dan langkah selanjutnya Tyas pasti adalah menyerang saham yang dipegang Isyana.

Berpikir sampai sini, aku segera bertanya kepada Djoko: "Paman Santoso, Isyana tidak akan bisa menerima hal seperti ini. Apakah kamu ada solusi yang bagus agar Isyana bisa tetap berada di dalam perusahaan? Menjabat jabatan yang rendah pun tidak apa-apa"

Setelah mendengar kata-kataku, Djoko pun berkat: "Hais! Aku bisa ada solusi apa? Kamu juga tahu, sebagai presiden, Tyas memiliki hak untuk voting dan berpendapat"

Kata-kata Djoko membuat hatiku merasa semakin tidak nyaman.

Novel Terkait

My Charming Wife

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
3 tahun yang lalu
The Serpent King Affection

The Serpent King Affection

Lexy
Misteri
4 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Asisten Bos Cantik

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
3 tahun yang lalu
Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Dalam

Cinta Yang Dalam

Kim Yongyi
Pernikahan
3 tahun yang lalu