Love And Pain, Me And Her - Bab 175 Wirausaha

Yang paling menarik perhatian aku adalah di samping alat minum teh terletak sebuah asbak kristal cantik. Aku pernah melihat asbak kristal ini di ruangan Isyana. Jelas, asbak ini bisa berada di sini karena Isyana meletaknya di sini secara pibadi.

Hatiku terasa sedikit tersentuh dan pada saat yang sama juga terasa agak ambigu.

Aku ingin mengundurkan diri, tetapi kalau aku mengatakan hal ini kepada Isyana ketika dia sudah menyiapkan ruangan seperti ini untuk aku, sepertinya sedikit tidak masuk akal juga.

Pada saat aku sedang mengeliling, Lulu sibuk mengikuti aku dan berkata dengan bangga, "Bagaimana asisten Ugie, apakah kamu merasa puas dengan ruangan kamu? Aku beri tahu kamu, aku membersihkan ruangan ini secara pribadi, kamu harus berterima kasih kepada aku"

Bisa melihat, Lulu merasa sangat bahagia melihat aku dipromosi. Aku mengangguk sambil tertawa, "Iya, lumayan bagus, asisten Lulu telah bekerja keras"

Setiap kali berbicara dengan Lulu, aku merasa sangat lega.

Pada saat kami sedang berbicara, telponku tiba-tiba berdering, telpon dari Robi.

"Malam ini ada waktu kan? Aku traktir kamu makan"

Baru-baru ini aku terlalu sibuk, tidak sempat kontak bersama Robi. Mendengar pertanyaannya, aku pun segera setuju, "Bisa, kamu pilih tempat saja. Setelah ada tempat tujuan beri tahu aku"

Aku tahu situasi keuangan Robi baru-baru ini agak ketat, pekerjaaan barnya juga tidak bisa dilakukan lagi karena aku. Jadi aku berencana untuk membiarkan Robi memilih tempat dan aku mentraktirnya.

"Sudah ada tempat tujuan, sampai jumpa di pintu gerbang kampus!"

Aku menjawab iya sebelum mengakhiri telpon. Lulu yang berada di samping melirik ke aku dengan penuh nihaan, "Hais, Asisten Ugie kita baru saja dipromosikan sudah ada yang mau mentraktir dia makan. Kehidupan ini benar-benar terlalu membuat orang iri"

Lulu tidak tahu yang menelpon aku itu Robi, aku memberikan sebuah senyuman keapda dia dan berkata, "Malam ini kamu tidak ada urusan kan? Mau pergi bersama aku?"

"Siapa saja?"

Lulu bertanya.

Aku sengaja bercanda, "Rose!"

Lulu langsung menggelengkan kepala dengan wajah ketakutan.

"Lupakan saja! Aku mendingan makan mie isntan di rumah juga tidak mau pergi bersama kamu"

Aku tertawa. Rose sudah menjadi setan menakutkan di dalam hati Lulu.

"Aku hanya bercanda saja, bukan Rose, selesai pulang kerja aku akan memanggilmu"

Setelah mendengar Rose, Lulu baru setuju.

Setelah Lulu meninggalkan tempat, aku mendekorasi ruangan lagi sesuai dengan kebiasaanku. Setelah itu aku duduk di atas sofa dan mulai merokok. Karena pintu yang tidak tertutup, aku bisa mendengar suara dari luar.

Ruanganku sangat dekat dengan ruangan Isyana. Aku percaya, asal Isyana kembali, aku pasti bisa mendengar suara langkah kakinya. Sayangnya, sampai sore hari pun aku tidak mendengar suara sepatu hak tinggi yang familier itu. Sepertinya Isyana benar-benar sangat sibuk, sampai dia tidak kembali ke kantor pada sore hari.

Aku mencari Lulu dan kami naik taksi ke depan gerbang kampus. Angin dingin berhembus setelah kami turun dari mobil. Aku dan Lulu merasa kedinginan, tetapi kami tidak menemukan bayangan tubuh Robi.

Aku mengeluarkan ponselku dan menelpon kepada Robi. Setelah telpon terhubung aku langsung memarahinya, "Hei Robi, kamu di mana? Aku sudah mau mati kedinginan"

Robi tertawa dan berkata dengan santai, "Kamu menoleh ke belakang sekarang sudah bisa melihat aku"

Setelah melihat ke belakang untuk waktu yang lama, aku baru melihat Robi yang berdiri di depan jendela lantai atas toko baju, Robi melambaikan tangannya kepada aku sambil tersenyum.

"Naik ke sini"

Setelah itu Robi pun mematikan telpon.

Tempat Robi berada adalah jalan komersial di seberang kampus. Karena lokasinya dekat dengan universitas, bisnis di sini umumnya lumayan laris. Hanya saja aku merasa agak aneh, lantai 2 yang Robi berada tidak menggantung plak bisnis apa pun. Apa yang sedang dia lakukan di sana?

Bau cat segera menyerang hidungku begitu aku dan Lulu masuk ke dalam ruangan. Tempat ini jelas baru saja direnovasi, dindingnya berwarna merah muda dan di sekelilingnya terdapat beberapa vas bunga dan rak.

Pada saat aku sedang melihat di sekeliling, Robi yang berada di lantai 2 pun berteriak, "Sini, naik dulu untuk melihat"

Aku naik ke lantai 2 bersama Lulu. Sama, lantai 2 juga telah direnovasi, warna dinding yang digunakan juga warna hangat. Tetapi barang di lantai 2 lebih banyak daripada lantai di barang 1, setelah naik, kamu akan melihat sebuah bar melingkar dan rak barang yang kosong di belakang.

Di setiap sisi dinding bahkan memiliki ukiran bunga. Tetapi ukirannya tidak sama dengan ukiran yang aku melihat basanya, semua ukiran di sini adalah bunga berjantuhan. Hal ini membuat tempat yang awalnya terlihat hangat ini terasa melankolis.

Robi berdiri di tengah tempat yang kosong dan merentangkan kedua lengannya sambil menatap aku dengan wajah bangga, "Ugie, bagaimana dengan tempat ini?"

Aku menatapnya dengan aneh, sebelum aku sempat bersuara, Lulu sudah berkata, "Bagus, aku lumayan menyukai tempat ini. Kalau bisa meletak sebuah sofa yang nyaman di depan jendela, mencicipi kopi sambil melihat pemandangan kampus di seberang, perasaan itu pasti sangat menyenangkan"

Robi segera menunjukkan ibu jarinya kepada Lulu dan mengangguk, "Lulu, pandangan kamu benar-benar sangat bagus. Abang tidak salah melihat kamu. Aku memang ingin meletakkan satu set sofa besar di sana"

Sambil berkata, Robi pun menunjuk ke tempat di depan jendela.

Biasanya Robi dan Lulu merupakan orang yang saling bermusuhan setelah bertemu, tetapi pada saat ini mereka malah memberikan kesan saling menyayangi dan membenci mengapa baru bertemu pada saaat ini.

Tetapi aku tetap langsung memotong pemikiran mereka, aku bertanya kepada Robi dengan wajah tidak mengerti, "Robi, kamu menyewa tempat ini?"

Robi mengangguk dan berkata dengan bangga, "Iya! Mulai sekarang tempat ini akan menjadi tempatku. Bagaimana?"

Aku merasa semakin aneh, setelah melihat ke sekeliling, aku bertanya, "Kamu mau menjadikan tempat ini sebagai apa? Bar? Cafe? Atau tempat menjual minuman dingin?"

Robi tertawa dan memeluk bahuku, "Kita pergi makan dulu. Sambil makan aku akan menceritakan rencana wirausaha hebat aku kepada kamu"

Aku merasa semakin aneh, pria ini jelas sudah tidak memiliki uang, kenapa masih menyewa tempat toko begitu mahal?

Tempat yang kami bertiga pergi itu tempat langganan yang sering kami kunjungi, Kaki Domba Mongolia.

Melihat kaki domba merah yang segar berubah warna secara perlahan di atas api arang. Aku minum sedikit bir sebelum bertanya kepada Robi, "Robi, cepat beri tahu aku, apa yang ingin kamu lakukan?"

Robi mematikan rokok di tangannya sebelum melihat kepadaku dengan bangga, "Lantai satu membuka toko bunga, lantai dua membuka cafe. Tempat itu seberangan dengan kampus, target pelanggan aku adalah para mahasiswa kampus"

Melihat kaki domba merah, Lulu menelan air liurnya dan mengangguk, "Robi, ternyata kamu masih memiliki pandangan bagus? Uang mahasiswa adalah uang yang paling mudah diambil"

Aku menatap ke dua orang ini dengan senyuman pahit, aku sudah tidak tahu harus berkata apa karena merasa marah dengan Robi.

Novel Terkait

Unplanned Marriage

Unplanned Marriage

Margery
Percintaan
5 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
4 tahun yang lalu
Kamu Baik Banget

Kamu Baik Banget

Jeselin Velani
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
5 tahun yang lalu
Love And War

Love And War

Jane
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
4 tahun yang lalu
Terpikat Sang Playboy

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
5 tahun yang lalu