Love And Pain, Me And Her - Bab 129 Perpecahan

Ketika aku keluar. Tidak tahu apa yang dikatakan Don Juan, aku mendengar suara tawa Isyana. Suara tawanya sangat manis, tapi bagiku. Itu sangat menyakitkan telinga. Perasaan kecewa dan merendahkan diri yang mendalam, sekali lagi muncul dari lubuk hatiku.

“Apa yang terjadi dengan kamu dan Presdir Mirani ?”

Lulu mengikutiku dari belakang. Melihat sekeliling tidak ada orang, dia bertanya dengan suara pelan. Aku menoleh melirik ke arahnya, mencoba tersenyum, lalu menggelengkan kepala, berpura-pura santai dan berkata, “Tidak apa-apa, aku ingin berbicara masalah pekerjaan dengannya. Tidak disangka”

Berbicara sampai ini, bahuku bergetar. Sengaja membuat ekspresi tak berdaya.

Lulu tersenyum dingin, berkata kepadaku dengan menghina, “Ugie, kamu pikir aku bodoh? Kamu tahu betapa menyedihkan dirimu tadi? Semenjak Presdir Mirani datang, suasana hatimu tidak baik. Pasti kamu yang membuatnya marah, kalau tidak dia tidak akan seperti ini”

Aku menghela nafas panjang. Tekanan dalam diriku seolah berkurang. Tapi aku tiba-tiba membenci diriku, jelas-jelas diriku tidak berharga dan tidak mempunyai apa-apa. Isyana tidak pernah mengeluh. Dan mengapa aku selalu melakukan sesuatu yang membuatnya tidak senang?

Hari ini ditakdirkan untuk menjadi hari yang sulit bagiku. Aku di kantor menunggu dipanggil Isyana. Begitu telepon berdering, aku segera mengeluarkan hp dan melihatnya. Sayangnya, tidak ada satupun telepon dari Isyana. Aku diam-diam mengirimkan beberapa pesan Wechat kepada Lulu, menanyakan kapan Isyana ada waktu? Lulu menjawab dengan dua kata, “Masih sibuk!”

Menunggu sampai jam tiga lebih, masih tidak ada kabar Isyana. Aku kesal dan pergi merokok di ruang merokok, begitu masuk melihat Amori sedang berdiri menghembuskan asap. Ketika melihatku, dia segera melambaikan tangan.

Aku berjalan menghampiri, menyalakan sebatang rokok. Setelah menghisap dalam-dalam, aku langsung bertanya kepadanya, “ Amori, malam ada acara? Ayo keluar”

Amori menunjukkan ekspresi santai tidak berubah, dia menggelengkan kepala, “Sudahlah, lebih baik kamu ajak Isyana saja. Malam aku ada urusan”

Aku tersenyum pahit. Aku ingin mengajak Isyana, sayangnya dia pasti tidak akan pergi.

Amori yang melihat aku tidak berbicara, tiba-tiba bertanya, “Ada kemajuan apa dengan Isyana?”

Di antara orang yang aku kenal, hanya Amori dan Robi yang mendukungku mengejar Isyana. Aku tersenyum pahit menggelengkan kepala. Awalnya ada kemajuan, sayangnya kejadian pagi ini, membuat aku dan Isyana memiliki perasaan tidak nyaman.

Amori mematikan rokoknya, dia tersenyum menepuk pundakku.

“Semangat! Masih ada harapan! Di Beijing, Presdir Mirani hanya tersenyum ketika kamu mengirimkan pesan untuknya. Dengan ini, seharusnya kamu bisa berhasil”

Ucapan Amori memberiku secercah harapan. Diam-diam aku memutuskan hari ini harus menjelaskan masalah ini kepada Isyana dengan jelas.

Amori yang sedang berbicara, tiba-tiba berhenti, dan memandangku, lalu berkata, “Oh iya, ketika di Beijing Don Juan Presdir SHOPI Advertising pernah datang sekali. Dan kemarin malam Presdir Don Juan juga pergi menjemput”

Harapan yang baru berkobar, kembali hancur dalam sekejap. Don Juan tahu kapan Isyana kembali, dan aku tidak tahu.

Ketika aku berpikir sembarangan, telepon berdering. Aku segera mengeluarkannya dan ternyata telepon dari Lulu. Aku tergesa-gesa mengangkatnya, mendengar suara pelan Lulu berkata, “Ugie, Presdir Mirani memintamu datang ke kantor. Segera”

Aku segera mematikan rokok, melambaikan tangan pada Amori, bergegas pergi ke kantor Isyana.

Sesampai di depan pintu, aku mengetuk pintu dengan pelan. Sampai mendengar suara teriakan memanggil masuk dari dalam, aku baru mendorong pintu masuk ke dalam. Kali ini, aku tidak selancang tadi pagi.

Yang mengejutkanku adalah, di kantor Isyana masih ada dua orang. Salah satunya Kalin, dan Franda Direktur HRD.

Frandaberusia sekitar tiga puluh tahun, tidak tinggi dan berambut pendek. Mengenakan kacamata bulat. Semua orang mengatakan nama mencerminkan karakter seseorang, tapi dia berbeda. Dia tidak hanya tidak diam, sebaliknya memberi orang semacam perasaan dingin. Sebagian besar karyawan Nogo Internasional takut kepadanya.

Suasana di dalam kantor membuat orang sangat tertekan. Wajah ketiganya sedikit tidak sedap dipandang. Isyana duduk di tempatnya, dia menunjukkan ekspresi dingin. Dan Kalin duduk di depan Isyana, biasanya dia yang selalu memesona, saat ini menunjukkan ekspresi tidak puas. Franda tidak perlu dikatakan lagi, dia memasang wajah kaku. Tidak perlu mendekatinya, sudah bisa merasakan aura penindasan yang terpancar dari dirinya.

Setelah terdiam beberapa saat, Isyana kembali menatap Franda, dia langsung berkata, “Direktur Franda, kamu saja yang mengatakan”

Aku mengerutkan kening, sedikit tidak mengerti, apa yang ingin mereka sampaikan kepadaku.

Franda menatapku tanpa ekspresi. Tatapan matanya tajam seolah bisa melihat diriku.

“Ugie, apakah kamu bertemu klien Rabu lalu?”

Aku sedikit tertegun, dan segera mengingatnya. Minggu lalu aku sibuk menulis ringkasan dan laporan, selain menelepon beberapa klien penting, tidak bertemu klien manapun.

Memikirkan hal ini, aku menggelengkan kepala, melaporkan pekerjaan minggu lalu dengan singkat. Setelah itu, Franda tersenyum dingin. Dia memandangku dan berkata, “Karena tidak mengaku, aku akan membantumu mengingatnya. Rabu malam, di Bar Haha apakah kamu tidak pergi menemui klien yang bernama Song ?”

Mendengar ini, aku langsung mengingatnya. Kalin yang menyuruhku memberikan kontrak ke orang yang bernama Song. Dan di bar, kami memiliki konflik. Bahkan bertemu dengan Robi yang sedang bekerja di sana.

Aku yang sedang berpikir, Franda terus mengatakan, “Kamu tidak hanya menemui klien, tapi juga memukul orang, benarkan?”

Aku segera memberikan penjelasan, “Direktur Franda, masalah ini tidak seperti yang kamu bayangkan”

Aku baru saja mau menjelaskan, Kalin sudah menyela pembicaraanku, dia memandang Franda berkata, “Direktur Franda, tadi aku sudah mengatakan kepada kalian. Masalah ini tidak bisa menyalahkan Ugie, Song yang kasar memarahi Ugie. Dan yang memukul orang bukan Ugie, melainkan temannya. Dia hanya melemparkan sebotol wine, dan itu juga tidak mengenai dirinya. Apakah kamu tidak tahu Song itu orang yang seperti apa. Sebelumnya rekan kerja Sales kita dilecehkan olehnya hingga tidak berani mengangkat telepon. Sekarang dia duluan yang melakukan pelaporan, melaporkan Ugie. Sekalipun Ugie memiliki kesalahan, aku rasa Song layak mendapatkannya. Kalau saja aku di lokasi kejadian, aku juga akan memukulnya”

Aku tersenyum pahit. Tampaknya Song datang ke perusahaan melaporkan diriku. Tapi sebelumnya aku tidak mengatakan masalah ini kepada Kalin, tampaknya mereka juga sudah melakukan penyelidikan.

Novel Terkait

Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
A Dream of Marrying You

A Dream of Marrying You

Lexis
Percintaan
4 tahun yang lalu
My Charming Lady Boss

My Charming Lady Boss

Andika
Perkotaan
5 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
4 tahun yang lalu
The Winner Of Your Heart

The Winner Of Your Heart

Shinta
Perkotaan
5 tahun yang lalu
Pernikahan Kontrak

Pernikahan Kontrak

Jenny
Percintaan
5 tahun yang lalu
Gaun Pengantin Kecilku

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
4 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
4 tahun yang lalu