Love And Pain, Me And Her - Bab 38 Rumah Isyana

Aku tidak bisa menghindari pertanyaan Isyana. Aku melihat ke kaca spion, dan berkata, “Aku memang minum di bar sore tadi, tetapi Sutan yang membuat janji denganku.”

Aku tadinya mau memberi tahu Isyana tentang hubunganku dengan Sutan. Aku tidak ingin merahasiakannya. Lagi pula, gunung dan sungai pada akhirnya akan bertemu, suatu hari, hubungan ini akan terputus. Pada saat itu, posisiku akan lebih sulit.

Sebelum aku selesai berbicara, Isyana menyelaku. Dia menatapku di kaca spion dan berkata dengan sinis, “ Sutan ? Sejak kapan dia menjadi seorang wanita?”

Aku tersenyum pahit dan menggelengkan kepala lalu menjelaskan lagi, “ Presdir Mirani ! Ketika kamu datang, Sutan sudah pergi. Wanita yang duduk di hadapanku adalah seorang penyanyi di bar. Dia juga teman baikku, namanya Elisna !”

“Apa yang akan kita makan nanti?”

Isyana menyela perkataanku lagi. Tapi dia mengubah topik begitu cepat sehingga membuatku memandangnya dengan bingung.

Aku tidak bisa menebak apa yang ada dalam benaknya. Detik pertama dia masih bertanya apa yang aku lakukan pada sore hari. Detik berikutnya, dia bertanya apa yang akan dimakan nanti. Terlalu cepat berubah pikiran.

Sepertinya dia cukup puas dengan penjelasanku. Jadi dia segera mengganti topik pembicaraan.

Aku tersenyum, dia telah menanyakan pertanyaan ini kepadaku lagi. Aku tidak mengira bahwa dia masih sangat gigih dan terus bertanya. Aku sengaja menggodanya dan berkata, “Bagaimana kalau kita tidak makan diluar. Beli sedikit bahan makanan, aku akan memasak untukmu. Ekonomis dan terjangkau”

Isyana bertanya dengan terkejut, “Apakah kamu bisa masak?”

Aku mengangguk dan berkata dengan bangga, “Tentu saja! Masakanku cukup enak.”

Bukannya aku bangga, tetapi bersama dengan Raisa, tidak ada hal lain yang bisa dipraktikkan, sehingga keterampilan memasak menjadi jauh lebih baik.

Isyana terkejut, dia berkata dengan penasaran, “Lalu dimana kita akan memasak? Rumahmu?”

Saat ini Isyana sama sekali tidak seperti bos yang dingin, sebaliknya, dia seperti anak yang penasaran yang mendambakan makanan lezat.

Aku menjawab, “Jika kamu tidak berpikir bahwa rumahku terlalu kecil, pergi ke rumahku, kamu adalah pemilik kedua dan sudah pernah ke sana.”

Isyana berpikir sebentar, dia tiba-tiba menggelengkan kepalanya dan berkata, “Lupakan. Rumahmu penuh dengan aroma Raisa, aku tidak ingin menghancurkan kenangan indahmu.”

Aku tidak menyangka Isyana menyinggung soal Raisa. Aku sedikit mengernyit dan menoleh untuk melihat keluar jendela. Aku bukannya berpikiran sempit, dan juga aku tidak takut pada Raisa. Aku hanya tidak ingin dipengaruhi oleh masa lalu ketika aku sedang sangat ingin berjuang.

Aku benar-benar keterlaluan!

Isyana sepertinya menyadari bahwa ada yang salah dengan kata-katanya. Dia segera berkata kepadaku lagi, “Pergi ke rumahku! Ada supermarket di depan, kita pergi berbelanja bersama”

Aku tidak menyangka kalau Isyana akan mengajak untuk ke rumahnya, dengan sedikit aneh aku bertanya padanya, “Apa kamu tinggal sendirian?”

Isyana tertawa, dan tidak menjawab pertanyaanku.

Aku bertanya lagi padanya, “Kamu ingin makan makanan China atau makan makanan Western?”

Isyana memiringkan kepalanya, tampak serius. Setelah beberapa saat, dia dengan sengaja berkata, “Aku ingin makan makanan Korea, bisakah kamu memasaknya?”

Aku tertawa, “Bukankah itu sederhana? Semua jenis kimchi, ditambah sup miso, apakah ada yang lebih mudah dari itu?”

Tentu saja, ini hanya lelucon untuk Isyana.

Saat memasuki supermarket. Isyana mendorong pintu mobil dengan patuh, dan mengikuti aku. Untuk pertama kalinya, aku menemukan sisi Isyana yang polos dan cantik. Dia terus menunjuk ke sebelahku dan kemudian berkata dia mau makan ini lalu berkata aku mau makan itu. Dan setiap kali aku memilih sayuran, dia bertanya kepadaku bagaimana aku akan memasaknya dan membuatnya lezat.

Yang paling mengejutkan untukku adalah dia mengatakan bahwa dia tidak punya bumbu masak di rumah dan perlu membelinya sekarang. Aku jadi ingin lebih tahu tentang kondisi keluarganya. Tidak mungkin tidak ada asisten rumah tangga. Apakah keluarganya tidak memasak?

Tapi aku juga tidak menanyakannya, dan membeli berbagai bumbu.

Aku dan Isyana sudah berbelanja di supermarket untuk waktu yang cukup lama. Untuk sesaat, aku merasa akrab dengannya, dulu aku juga pernah berbelanja di supermarket seperti ini dengan Raisa. Hanya saja waktunya telah berubah dan segalanya berbeda.

Sampai kereta belanjaan itu penuh, kami baru menuju kasir. Isyana berjalan di depan, dia mengeluarkan barang-barang itu. Ketika kasir memberi tahu berapa harganya, dia berbalik dan menunjuk ke arahku sambil tersenyum dan berkata, “Bayar.”

“Ah, ” kataku, menggelengkan kepalaku sekaligus, “Kamu yang mengajakku untuk makan malam. Bagaimana bisa kamu menyuruhku membayar?”

Isyana memiringkan kepalanya dan berkata dengan bangga, “Aku bermaksud mengajakmu untuk makan malam, tetapi yang kumaksud adalah makan di restoran. Kamu menawarkan untuk pulang dan memasak. Yang kita lakukan sekarang sudah sesuai dengan permintaanmu. Jadi kamu yang harus membayar. “

Ketika kami berbicara, salah satu wanita di belakang memotong dengan tidak puas, “Aku berbicara kepada kalian berdua. Kalian berdua saling menggoda juga harus memilih tempat, kan? Kami masih menunggu dalam antrean di belakang sini. Bisakah kamu cepat? “

Kata-kata Bibi itu, membuat muka Isyana merah. Dia mengeluarkan lidahnya pada saat yang sama. Ada ekspresi yang lucu dan malu.

Aku tidak berani berbicara dengan Isyana lagi. Untungnya, hari itu aku meminjam uang dari Robi. Kalau tidak, hari ini akan menjadi hari yang memalukan.

Aku mengeluarkan uang lebih dari 1,5 juta untuk membeli barang-barang yang tidak jelas. Melihat betapa sedihnya aku ketika membayar, Isyana diam-diam tersenyum.

Isyana adalah bos dari perusahaan Nogo, dan ayahnya adalah ketua kelompok Djarum. biasanya, tempat tinggalnya adalah sebuah tempat tinggal mewah yang terpisah.

Tapi yang tidak aku duga adalah Isyana membawaku ke sebuah lingkungan tua. Bangunan itu sangat tua dan tidak memiliki fasilitas yang lengkap. sebenarnya tidak sebagus lingkungan tempat tinggalku. Itu membuat ku merasa sedikit aneh.

Dekorasi rumah Isyana juga kuno. Namun rapi dan ada aroma yang akrab di ruangan itu. Aromanya sama dengan Isyana.

Isyana juga sepertinya melihat keingintahuanku. Ketika kami membawa barang-barang ke dapur, dia menjelaskan kepadaku, “Aku dibesarkan di rumah ini. Aku memiliki perasaan khusus untuk tempat ini. Jadi ketika aku kembali dari luar negeri, aku pindah kembali ke sini.

Aku penasaran, “Bagaimana dengan orang tuamu?”

Isyana menatapku dan bertanya, “Ugie, mengapa kamu begitu tertarik pada urusan orang lain?”

Aku tersenyum tak berdaya. Dulu, ketika Isyana bertanya kepadaku tentang hubungan Raisa denganku. Begitulah cara aku menjawabnya. Aku tidak menyangka dia ingat dan menggunakannya untuk membalasku.

Saat memasak, Isyana datang untuk membantu. Ternyata semakin dia membantu menjadi semakin sulit. Hasilnya, dapur benar-benar berantakan. Pada akhirnya, tidak ada acara lain, aku langsung membawanya ke ruang tamu. Kalau tidak, aku tidak tahu kapan aku bisa menyelesaikan makanan ini.

Aku tidak memasak banyak. Ada empat masakan dan satu sup. Udang panggang garam, iga babi yang dimasak dalam kertas timah, akup ayam, salad, dan hidangan sup borscht.

Ketika makanan dibawa ke meja, Isyana bertepuk tangan karena terkejut. Dia mengeluarkan sebotol anggur merah. Setelah menuangkan anggur, aku menyuruhnya mencicipi makanan terlebih dahulu. Tetapi Isyana menggelengkan kepalanya dan berkata, “Tidak usah terburu-buru, kamu lihat ini dulu.”

Saat dia mengatakan ini, dia mengeluarkan sebuah kotak yang kecil namun halus dan meletakkannya di depan mataku. Aku memandangnya dengan sedikit terkejut dan bertanya, “Ini?”

Isyana tersenyum menawan. Dia menunjuk ke kotak hadiah dan berkata, “Untukmu, bukalah, apakah kamu suka?”

Membuka kotak itu. Ada korek api tembaga berlapis emas di dalamnya. Sekilas aku mengenali merk itu, yaitu Dunhill. Meskipun dalam hati aku senang, aku tidak dapat menahan diri untuk mengatakan, “ Isyana, hadiah ini terlalu berharga. Lupakan saja. Jika aku mengambilnya, bagaimana aku bisa membalasmu nantinya.”

Aku bekerja di periklanan. Kemewahan semacam ini tidak asing untukku. Korek api seperti ini, yang paling murah juga sekitar 8 atau 10 juta. Untuk orang-orang seperti aku, lebih baik menggunakan korek api sekali pakai yang harganya 2 ribu.

Isyana tersenyum. Dia menatapku dan berkata dengan tulus, “Ugie, jangan pikirkan itu. Alasan mengapa aku memberimu korek ini adalah karena ada dua alasan. Pertama, di Hainan, kamu memberiku sepasang sepatu. Jika aku tidak mengembalikanmu hadiah, aku pasti akan dicurigai mengambil keuntungan. Tentu saja, alasan kedua adalah yang paling penting. Ketika perusahaan sedang sangat sulit, kamu menarik projek Tiancheng. Dan, perencanaan yang seharusnya bukan pekerjaanmu, sekarang juga perlu kamu untuk menyelesaikannya. Entah untuk perusahaan atau aku, aku harus berterima kasih padamu!"

Kata-kata Isyana tulus. Tapi semakin dia seperti ini, semakin aku tidak bahagia. Aku ragu-ragu, menatap Isyana, dan memutuskan untuk mengatakan yang sebenarnya kepadanya, “ Isyana, sebenarnya aku kenal Sutan, Presdir pemasaran Food Tiancheng untuk waktu yang lama. Dan kami memiliki hubungan yang baik. Aku tidak mencoba yang terbaik untuk memenangkan proyek ini. Dia mengirimkannya kepadaku atas inisiatifnya sendiri. “

Novel Terkait

Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
5 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Jalan Kembali Hidupku

Jalan Kembali Hidupku

Devan Hardi
Cerpen
5 tahun yang lalu
Suami Misterius

Suami Misterius

Laura
Paman
4 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu