Love And Pain, Me And Her - Bab 627 Hidup Dan Mati

Helaan nafas yang dia berikan membuat orang lain merasakan sebuah tekanan di dalamnya. Kemudian mendengar Veni yang dengan perlahan berkata "Ugie, dua hari lalu aku mendengar Raisa berkata. Dia sudah melihat Sutan?"

Perkataan Veni ini di luar dugaanku. Aku bagaimanapun tidak bisa menduga, dia masih bisa menanyakan Sutan. Aku menatapnya singkat dengan sembunyi dan melihat dia dengan gugup melihat ponsel, sedang berharap dan menunggu apa yang akan dikatakan oleh Veni.

Aku dengan tidak ragu, langsung menjawab dan berkata "Ya, sudah melihatnya."

"Ugie, aku mendengar sepertinya saat ini kondisi Sutan tidak terlalu bagus. benar ya?"

Sutan adalah orang yang menjunjung martabatnya. Terutama Veni adalah wanita yang paling dia cintai. Di hadapan Sutan, aku tidak berani untuk langsung menjawab pertanyaan Veni.

Aku kembali mendengar helaan nafas dari Veni dan kembali berkata kepadaku "Ugie, bisakah kamu bantu aku untuk membuat janji dengannya. Aku ingin mengobrol dengannya."

Ketika Veni mengucapkannya. Aku melihat Sutan yang menjadi terpaku, dia menaikkan pandangannya menatapku singkat. Dalam pandangannya terpancar kehausan tiada batas. Aku melihat Sutan, pada saat ini aku tidak tahu bagaimana menjawab Veni dengan sepantasnya.

Aku yang sedang memikirkan jawaban yang tepat. Tiba-tiba bibir Sutan bergetar. Dia berkata dengan suara yang ringan ke arah ponsel "Veni."

Suara Sutan tidak besar, namun Veni masih bisa mendengarnya dengan jelas.

"Sutan? Kamu sedang bersama dengan Ugie?"

Veni dengan bingung bertanya.

Sutan menaikkan pandangan menatapku singkat, dia mengisyaratkan kepadaku dengan matanya. Aku segera mengangkat ponsel. Sutan pada saat ini sudah mengalihkan perhatiannya sepenuhnya kepada ponsel. Dia menjadi lebih santai terhadap Isyana. Walaupun jarak antara kami sangat dekat, namun aku masih tidak berani bertindak sembarangan. Aku takut dengan tidak hati-hati dan kembali melukai Isyana.

Sutan menjawab singkat dan langsung bertanya kepada Veni “Veni, apakah kamu saat ini baik-baik saja?”

Sutan bertanya dengan terbata-bata. Veni terdiam sejenak dan kemudian dengan lemah lembut berkata "Aku cukup baik, bagaimana dengan kamu? ”

Sutan tidak menjawab pertanyaan Veni. Mungkin dia tahu, kehidupannya saat ini sangat tidak baik. Sehingga dia langsung tidak menjawab dan melanjutkan bertanya kepada Veni "Aku dengar kamu sudah menikah. Apakah dia memperlakukanmu dengan baik?"

Ketika perkataan Sutan ini dia katakan, aku terus menatapnya. Pertanyaan ini bagi Sutan pribadi sangatlah sensitif. Aku takut dia kembali berbuat hal yang gila, menimpakan alasan Veni meninggalkannya kepadaku.

Veni tersenyum singkat, kemudian dia dengan perlahan berkata "Dia sangat baik kepadaku, semua keputusan ditanyakan kepada diriku. Selain itu, aku saat ini sudah hamil."

Ketika Veni mengatakannya, Sutan seperti tersambar petir, terdiam di tempat, mulutnya terbuka lebar. Tangan yang mencengkram tangan Isyana pun menjadi lebih longgar. Sangat jelas perkataan Veni ini membuat dia sangat terkejut.

Sutan hanya berdiri terpaku seperti ini. Dan Veni yang mendengar dia tidak berbicara langsung bertanya dengan ringan "Sutan?"

"Ya!"

Sutan akhirnya tersadar. Dia langsung dengan gembira berkata "Veni, ini adalah berita paling baik yang aku dengar selama satu tahun ini. Veni, aku dulu sangat bersalah kepadamu. Mendengar kamu sudah hamil, aku turut bahagia untukmu."

Sutan mengatakannya, matanya terlihat sedikit berair.

Veni menghela nafas, suaranya menjadi lebih lemah lembut.

"Sutan, semua sudah berlalu. Di antara kita sudah tidak ada hal yang perlu dipermasalahkan lagi. Mungkin takdir kita untuk tidak bisa bersama ya. Oh ya. Saat ini kondisi Raisa tidak baik, Robi dalam dua hari ini juga akan datang. Sutan apakah kamu bisa datang? Kita bisa menemani Raisa bersama-sama, jika bisa aku ingin kita berlima bisa berkumpul lagi seperti dahulu, mungkin ini adalah pertemuan kita bersama yang terakhir kali. Karena Raisa dia."

Veni mengatakannya, suaranya sedikit tersedak. Dan Sutan juga sangat emosional, sudut matanya juga berlinang air mata, tubuhnya juga bergetar dengan ringan. Mungkin hanya Veni saja yang bisa menghidupkan sisa hati nurani di dalam hati Sutan.

Melihat ponsel di tanganku, Sutan dengan perlahan menganggukan kepala. Dia dengan suara yang kecil berkata "Baik, Veni aku berjanji kepadamu, besok aku akan pergi mengunjungi Raisa denganmu. Kamu tunggu aku ya?"

Veni menyetujui singkat, setelah mengucapkan "Sampai ketemu besok" Dia pun menutup panggilannya.

Dan Sutan terus menatap ponsel di tanganku, seakan Veni akan kembali meneleponnya. Aku tidak berani bergerak, hanya diam tanpa mengalihkan pandangan terus menatap Sutan.

Setelah beberapa saat, Sutan baru dengan bibir yang gemetar berkata dengan perlahan "Ugie, apakah aku masih bisa bertemu dengan Veni?"

Sutan lebih mengerti dibanding aku, kejahatan apa yang telah dia lakukan. Dan di luar pintu besar itu, polisi sudah menunggunya. Sehingga dia baru bisa bertanya seperti itu kepadaku.

Aku baru ingin menghiburnya singkat. Tiba-tiba Sutan menaikkan pandangannya. Dengan pandangan yang kosong menatapku dan berkata "Ugie, jika bertemu dengan Veni, tolong gantikan aku beritahu dia. Aku pasti akan mengunjunginya di lain waktu."

Melihat Sutan, aku hanya menganggukan kepala dalam diam. Dan Sutan menghela nafas dengan panjang, melonggarkan genggamannya, pisau buah itu berdentang di lantai. Dan tangan yang mencengkram tangan Isyana juga dengan perlahan dilepas.

Aku segera maju ke depan, memeluk Isyana. Isyana masih dalam kondisi yang syok dan dia menempel di sampingku dengan erat.

"Kalian semua pergilah."

Sutan berkata dengan bergumam.

Aku tidak memperdulikan hal lain, menarik tangan Isyana dan buru-buru berjalan ke arah pintu depan. Namun baru melangkah dua langkah, tiba-tiba sebuah bayangan hitam melintas melewatiku. Aku dan Isyana terkejut, aku menariknya mundur ke belakang.

Kemudian, aku mendengar suara teriakan kaget dari Isyana. Dia dibuat terkejut oleh adegan yang terjadi di hadapannya.

Kami tidak ada yang menduga, Asisten Han yang sebelumnya hanya terdiam membisu di tempat, bisa tiba-tiba maju. Dia mengambil pisau buah di lantai dan dengan tenaga menusuk ke arah Sutan.

Ketika aku melihat kilatan dari pisau buah menusuk masuk ke dalam tubuh Sutan. Aku menjadi terpaku. Sutan jatuh ke lantai dengan perlahan, namun sama sekali tidak ada ekspresi kaget yang tergurat di wajahnya. Dia memalingkan kepala menatapku dan ternyata sedang tersenyum.

Ini adalah senyuman yang tulus. Senyuman ini sudah cukup lama tidak aku lihat terpancar di wajah Sutan. Sutan yang tergeletak di atas tanah, dengan mata yang berdarah masih memancarkan senyuman di wajahnya.

Isyana duduk di dalam mobilku. Kami mengikuti di belakang mobil polisi yang menggunakan alarm. Melihat lampu polisi yang berkilau, Isyana dengan suara ringan bertanya kepadaku "Ugie, apakah menurutmu Sutan akan meninggal?"

Aku pada yang sama juga melihat mobil polisi di depan. Setelah beberapa saat baru dengan sedikit menghela nafas berkata "Tidak tahu! Hidup atau Mati, mungkin bagi dia saat ini sudah bukan hal yang penting!"

Novel Terkait

That Night

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
My Cute Wife

My Cute Wife

Dessy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
4 tahun yang lalu
Loving Handsome

Loving Handsome

Glen Valora
Dimanja
4 tahun yang lalu
Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
5 tahun yang lalu
Wanita Pengganti Idaman William

Wanita Pengganti Idaman William

Jeanne
Merayu Gadis
5 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
4 tahun yang lalu