Love And Pain, Me And Her - Bab 391 Menghilang

Sambil berkata, Sutan mengangkat telepon, dan berkata dengan dekat.

“Istri, aku baru saja ingin meneleponmu. Ugie nanti malam akan makan ke rumah, kamu siapkan beberapa lauk lagi.”

Tidak tahu apakah karena ada aku sehingga Sutan sengaja menunjukkan padaku, atau pada biasanya dia juga berbicara kepada Veni dengan begitu dekat. Intinya, sikap Sutan terhadap Veni sepertinya lebih baik dari sebelumnya.

Detik berikutnya, tidak tahu Veni mengatakan apa di sebelah sana, tetapi Sutan mengernyit, dan bertanya dengan wajah terkejut, “Bagaimana mungkin mereka hilang? Kamu tidak pergi lihat ke taman di bawah gedung?”

Perkataan Sutan juga membuatku kaget, meskipun aku tidak mendengar apa yang dikatakan Veni, tetapi aku paham, mereka yang dikatakan oleh Sutan, pasti adalah orangtua Sutan.

“Sudah, begini dulu saja, tunggu aku pulang dulu!”

Sambil berkata, Sutan menutup telepon. Lalu dia bergegas membuka laci, dan mengeluarkan kunci mobil. Dia menatapku, dan berkata dengan cemas, “Ugie, orangtuaku menghilang, aku harus pulang.”

Aku segera ikut berdiri, dan berkata.

“Ayo, aku ikut denganmu!”

Direktur dari Indoma Food, dilengkapi dengan mobil khusus. Setelah aku dan Sutan naik ke mobil, Sutan menyetir dengan cemas ke arah rumahnya.

Sutan adalah anak berbakti yang terkenal, melihat tampangnya yang panik, aku berkata menenangkan, “Sutan, kamu jangan panik, mungkin paman dan bibi sedang jalan-jalan di sekitar, belum pulang saat ini.”

Sutan langsung bergeleng, dan bergumam dengan tidak fokus, “Dalam beberapa hari mereka datang ke sini, selain taman kecil di bawah gedung, mereka belum pernah pergi ke tempat lain, mereka bernyali kecil, takut sesat di jalan, pasti tidak akan pergi ke tempat lain.”

“Kaau tidak memberi mereka ponsel?”

“Huh! Mana mungkin tidak beli, tetapi mereka tidak pakai, diletakkan di rumah saja, sama sekali tidak mereka pakai.”

Sambil berkata, Sutan menginjak pedal gas, dan mobil pun melaju.

Ketika tiba di rumah Sutan di lantai atas, dan memasuki pintu rumah, terlihat Veni sedang berdiri di ruang tamu dengan cemas. Melihat Sutan dan aku masuk ke rumah, dia bergegas menyambut kami. Sutan mengerutkan alis, dan sambil menatap Veni, dia bertanya dengan cemas, “Sebenarnya apa yang terjadi? Bagaiamana mereka bisa hilang?”

Veni mengerutkan wajah, dan berkata dengan panik, “Sore hari aku pergi beli sayur ke pasar, ketika aku pergi, mereka masih ada. Tetapi ketika aku pulang, mereka sudah tidak ada di dalam kamar. Aku kira mereka pergi ke taman kecil di bawah, juga tidak perhatian. Tetapi ketika hampir selesai memasak, mereka masih belum pulang. Aku mencari ke taman, juga tidak melihat sosok mereka. Lalu aku meneleponmu.”

Sutan menatap Veni dengan sedikit tidak senang, dan berkata mengeluh, “Kalau begitu kenapa kamu tidak telepon aku lebih awal?”

Mendengar perkataan Sutan, mata Veni seketika memerah. Melihat tampang Veni yang kasihan, hatiku merasa tidak rela. Sebenarnya masalah ini tidak ada hubungannya dengan Veni, awalnya aku ingin menegur Sutan, tetapi melihat tampangnya yang cemas, aku pun menahannya.

Sutan pergi ke kamar orangtuanya, aku dan Veni mengikuti di belakangnya. Veni berkata dengan suara kecil, “Barang-barang masih ada, pakaian yang dibeli beberapa hari ini juga digantung semua di dalam lemari!”

Sutan juga tidak berbicara, dia mengubek-ubek dengan asal. Setelah mengubek-ubek satu laci, dia menoleh menatap Veni, dan langsung berkata, “Ayo, pergi ke stasiun kereta. Mereka pasti pulang kampung.”

Aku dan Veni menatap aneh pada Sutan. Sutan menjelaskan, “Obat mereka sudah dibawa semuanya, pakaian lama mereka juga hilang semua.”

Setelah menjelaskan singkat, Sutan pun tidak berkata lagi. Sutan berjalan keluar dari pintu dan langsung turun ke bawah. Veni bahkan tidak sempat berganti pakaian, dia mengenakan baju rumah dan memakai sehelai mantel, lalu bergegas ikut turun ke bawah.

Di mobil, aku duduk di kursi sebelah pengemudi, sedangkan Veni duduk di kursi belakang. Aku menatap bingung pada Sutan, dan bertanya, “Sutan, kenapa paman dan bibi tiba-tiba pergi, bahkan tidak memberi kalian pesan?”

Mendengar perkataanku, tidak menunggu Sutan menjawabnya, Veni langsung berkata, “Iya! Aku juga merasa tidak terlalu mungkin. Ketika aku keluar untuk beli sayur, mereka masih menonton televisi sambil bercanda tawa, bagaimana mungkin pergi dengan tiba-tiba?”

Veni bukanlah orang yang banyak bicara, dia berkata begitu, adalah ingin memberitahu Sutan, dia tidaklah membuat kedua orang tua marah.

Maksud Veni, Sutan tentu saja paham. Sutan menghela napas berat, dan berkata sambil bergeleng, “Huh! Siapa yang tahu karena apa!”

Setiap keluarga memiliki kesusahan tersendiri. Awalnya mengira kedatangan orangtua Sutan akan mempercepat pernikahan Sutan dan Veni, karena dalam mata orang tua, tinggal serumah sebelum menikah pastilah bukan masalah jangka panjang. Tetapi tak disangka, di tengahnya akan terjadi masalah seperti ini pada orangtua Sutan.

Suasana di dalam mobil semakin tertekan. Veni memandang keluar jendela, dan tidak berkata apa-apa. Melihat kekecewaan dan kesedihan di wajahnya yang putih cerah, sebagai teman, aku pun tidak tahan merasa sakit hati untuknya.

Setelah tiba di stasiun kereta api dan memarkirkan mobil, kami bertiga bergegas berlari ke arah ruang tunggu. Tetapi keamanan sudah meningkat sekarang, jika tidak ada tiket kereta, sama sekali tidak bisa masuk ke dalam ruang tunggu.

Tepat ketika kami sedang memikirkan bagaimana untuk menjelaskan keadaan kepada staf dan meminta bantuan mereka, tiba-tiba Veni menunjuk kepada sekelompok orang yang sedang duduk di anak tangga, dan berkata, “Sutan, cepat, paman dan bibi ada di sana.”

Aku dan Sutan bergegas menoleh mengikuti arah jari Veni. Ada dua bayangan punggung yang tua yang sedang duduk di anak tangga, ayah Sutan sedang merokok, sedangkan ibu Sutan sedang duduk di sebelahnya dengan berhati-hati.

Kami bergegas berlari ke sana. Kemunculan kami bertiga, sebaliknya membuat kedua orang tua kaget. Sutan menatap mereka dengan tampang tidak berdaya, dan berkata dengan cemas, “Ayah, kalian ini sedang apa? Kenapa pergi begitu saja tanpa kabar?”

Lalu Veni bergegas maju memapah lengan ibu Sutan, dan berkata dengan lembut, “Bibi! Jangan duduk di sini, di sini dingin.”

Ibu Sutan mengikuti Veni bangkit berdiri. Lalu Veni bertanya lagi dengan suara lembut, “Bibi, kalian kenapa, apakah ada perlakuanku yang kurang berkenan?”

Ibu Sutan segera bergeleng dengan canggung, wajahnya yang berkeriput menampilkan sedikit kecanggungan yang susah diucapkan. Dia melirik ayah Sutan, dan tidak berbicara.

Sementara ayah Sutan duduk di anak tangga, dan terus merokok. Sesaat kemudian, dia memadamkan puntung rokoknya, dan bangkit berdiri, lalu berkata sambil menatap Sutan, “Sutan, kamu ikut denganku, ada yang ingin kukatakan denganmu.”

Jelas sekali, perkataan ayah Sutan, tidak ingin didengarkan oleh Veni. Sutan menatap Veni sekilas, dan segera mengikuti orangtuanya berjalan ke samping.

Meskipun sekarang adalah awal musim semi, tetapi cuaca di hari petang masih terasa sedikit dingin. Veni yang hanya memakai sehelai mantel, tak tertahankan bergidik di tengah angin dingin.

Novel Terkait

The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Dark Love

Dark Love

Angel Veronica
Percintaan
5 tahun yang lalu
My Lady Boss

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu
The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
4 tahun yang lalu
My Perfect Lady

My Perfect Lady

Alicia
Misteri
4 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
5 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
5 tahun yang lalu