Love And Pain, Me And Her - Bab 319 Papang Yan

Melihat Lulu yang depresi, aku sedikit penasaran. Sengaja menggodanya dan berkata, “Lulu, ada apa? Apakah kamu putus cinta?”

Lulu melototiku dan bergumam, “Putus apa, tidak ada pacar, putus dari mana?”

Lulu mencemberutkan mulutnya, menghela nafas, duduk di kursi putar di sebelahku. Sambil mengguncang kursi ke kiri dan kanan, dia bertanya dengan getir, “Ugie, menurutmu apakah Indoma Food bisa melewati krisis ini?”

Aku sedikit tertegun. Tidak disangka Lulu juga mengetahui masalah cb.

Aku menatap Lulu, bertanya dengan ragu, “Lulu, kamu sudah tahu masalah cb?”

Lulu tersenyum masam, menghela nafas, “Aduh! Bukan hanya aku yang tahu, seluruh perusahaan juga tahu. Berita baik tidak tersebar keluar, malah berita buruk yang tersebar ribuan mil jauhnya. Sekarang perusahaan dalam keadaan kacau balau, kalau tidak aku juga tidak akan datang ke tempatmu untuk menenangkan diri. Ugie, apakah kalian sudah makan? Kalau ingin memesan makanan, tolong pesan punyaku satu porsi.”

Aku menganggukkan kepala. Gadis ini, tidak peduli dalam situasi apa pun, juga tidak mempengaruhi nafasu makannya.

Setelah meminta Deren menambah satu porsi, aku bertanya kepada Lulu, “Sebenarnya apa yang terjadi di perusahaan? Ceritakan lebih rinci.”

Lulu menggelengkan kepalanya sambil menghela nafas, dan berkata dengan pelan, “Awalnya dua hari yang lalu seharusnya mulai pembayaran gaji. Sampai saat ini gaji masih belum dibayar. Ditambah pekerja dari perusahaan konstruksi membuat masalah, dan sekarang semua orang tahu cb adalah penipu. Sekarang semua orang dalam keadaan panik, tidak ada yang mempunyai niat bekerja. Banyak karyawan yang memasukkan CV di internet untuk mencari perusahaan baru. Ada juga yang menunggu kepulangan Isyana untuk meminta gaji padanya. Begitu gaji dibayar, mereka juga akan mengundurkan diri.”

Aku juga ikut menghela nafas. Aku tidak terkejut bisa terjadi hal seperti ini. Jangankan karyawan biasa Indoma Food, bahkan petinggi perusahaan mungkin saat ini juga sedang kebingungan.

Melihat aku yang tidak berbicara, Lulu terbatuk, dan bertanya dengan getir, “Ugie, menurutmu. Apakah Indoma Food bisa melewati krisis ini?”

Aku menatap Lulu, tersenyum menganggukkan kepala, “Tenang saja, pasti tidak ada masalah!”

Sebenarnya aku juga tidak percaya dengan apa yang aku ucapkan. Karena aku tahu, sangat sulit untuk melewati rintangan ini. Kecuali menemukan Milu, mencari pelaku dibalik ini. Mengembalikan uang ini secara hukum. Selain ini, tidak ada cara lain lagi. Dan bisa atau tidak menemukan Milu, semuanya tergantung dari pihak kepolisian, kita sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa hanya bisa mengikuti takdir.

Tapi aku tidak ingin mengatakan yang sebenarnya kepada Lulu. Sebagai orang terdekat Isyana, kalau dia juga memiliki pemikiran yang goyah, apalagi yang lain.

Saat berbicara, delivery mengantar makanan masuk ke dalam. Setelah menerimanya, kami bertiga makan di meja makan. Meskipun mulutku makan dengan lahap, tapi benakku memikirkan Isyana. Sekarang seharusnya dia sudah tiba di Beijing . seharusnya dia mengabariku, tapi sampai sekarang sama sekali tidak ada kabarnya. Aku berpikir, kalau dia masih tidak menghubungiku, aku akan meneleponnya.

Aku berpikir sembarangan sambil makan. Tiba-tiba, pintu studio didorong. Dua pria berjalan masuk. Pria yang berjalan di depan berusia tiga puluhan tahun. Dia berkepala botak dan wajahnya petak. Ekspresinya sangat serius, memberi orang perasaan marah.

Di belakangnya ada seorang pria tinggi kurus berusia dua puluhan. Melihat dirinya yang penuh hati-hati, aku merasa dia seharusnya asisten atau supir pria di depannya.

Aku buru-buru meletakkan kotak makan siang, menyeka mulut, berdiri, dan berkata dengan sopan, “Halo, ada yang bisa saya bantu?”

Aku mengatakannya sambil memandang mereka dengan teliti. Tidak tahu mengapa, orang ini memandangku dengan tatapan akrab. Tapi untuk sesaat tidak bisa mengingat dimana melihatnya.

Dia juga memiliki perasaan yang sama, menatapku dan bertanya dengan ragu, “Apakah kita pernah bertemu?”

Aku tersenyum menganggukkan kepala, “Seharusnya pernah! Siapa namamu?”

Pria itu segera menjawab, “Namaku Papang Yan.”

Tiba-tiba aku ingat. Aku bertemu pria ini di rumah sakit. Kala itu aku dan Robi pergi menjenguk Viali, kala itu pria ini juga ada. Dia membawa sebuah dokumen mencari Viali untuk berinvestasi di rencana kewirausahaan. Sayangnya, Viali tidak tertarik dengan rencananya. Karena hari itu pusat perhatian aku dan Robi berada pada diri Viali. Kami mengabaikan Papang, jadi tadi aku tidak bisa mengingatnya.

Begitu aku mengatakan masalah ini, Papang segera tertawa keras. Bisa dilihat, sifatnya sangat baik. Dia berkata, “Tidak disangka begitu kebetulan. Kala itu aku di depan Direktur Viali bertemu denganmu, hari ini kembali bertemu denganmu lagi. Oh iya, bagaimana keadaan Direktur Viali?”

Begitu mengungkit Viali, aku segera tersenyum masam. Aku tidak menjawab masalahnya kemarin, tidak tahu dia marah seperti apa padaku sekarang.

Aku masih belum menjawab pertanyaan Papang, hp yang ada di meja tiba-tiba berdering. Aku mengira Isyana yang menelepon, tapi ketika aku melihatnya. Ternyata nomor Viali. Aku tersenyum pahit, ini juga kebetulan sekali. Baru saja menyebut Viali, dia sudah menelepon.

Aku melirik nomor itu, dan menyerahkan hp ke Lulu. Berkata kepadanya, “Sekarang kamu anggap aku sebagai Direktur Isyana. Kamu yang menjawab telepon, beritahu dia aku sedang sibuk.”

Meskipun Viali kemarin sudah membantuku. Tapi aku tidak ingin berhubungan dengannya. Aku tahu, aku tidak membenci Viali. Yang terpenting adalah, berbicara denganya memberiku perasaan tertekan. Mungkin ini ada hubungannya dengan rasa minderku!

Pekerjaan asisten seperti ini, Lulu sangat profesional. Dia mengangkat telepon dan langsung mengatakan, “Halo, ini kantor BOSS Studio. Apakah ada hal yang bisa aku bantu?”

Aku tidak mendengar apa yang dikatakan Viali. Tapi mendengar Lulu berkata, “Maaf, Direktur Ugie sekarang sedang bertemu dengan tamu penting. Kalau ada hal penting, aku bisa membantumu menyampaikannya. Atau, dua jam kemudian baru menelepon lagi.”

Lulu berkata dengan sangat sistematis. Tapi dia tidak hati-hati, menghidupkan speaker. Aku mendengar suara dingin Viali, “Kamu tanya Ugie, kapan dia beritahuku, alasan Robi tidak kembali ke Beijing .”

Begitu mengungkit Robi, Lulu sedikit gugup. Dia melirikku, aku takut dia kehilangan kendali. Lalu sibuk memberinya isyarat unuk mematikan telepon.

Lulu mengangguk dan berkata, “Baik, aku akan membantumu menyampaikannya. Kalau tidak ada hal lain, sampai jumpa!”

Lalu, Lulu mematikan teleponnya.

Novel Terkait

CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Terpikat Sang Playboy

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Penyucian Pernikahan

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
My Cute Wife

My Cute Wife

Dessy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Diamond Lover

Diamond Lover

Lena
Kejam
4 tahun yang lalu
Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu