Love And Pain, Me And Her - Bab 171 Makan Malam

Aku mengerti perasaan ayah dan ibu, di dalam hati mereka, sejak awal mereka sudah menganggap Raisa sebagai keluarganya sendiri. Tetapi yang Aku tidak mengerti ialah raisa telah memilih untuk mengakhiri hubungannya dengan kami. Tetapi mengapa ia masih kehilangan amarahnya di depan orangtuaku.

Jawaban yang ada dipikiranku adalah kemungkinan ia menyesal? Pilihan yang sebelumnya dia buat membuatnya menyesal. Namun sekarang seiring waktu berjalan semuanya sudah berubah, dia berubah, Aku pun juga berubah. Dengan kata-katanya, kami tidak akan kembali lagi.

Setelah beberapa saat, Raisa kembali dari kamar mandi, matanya masih terlihat kemerahan. Secara sekilas juga tahu bahwa ia pasti baru saja menangis.

Acara makan berlanjut dengan suasana yang canggung, ibu juga tidak melanjutkan topik tadi, semua orang mengobrol dengan santai seperti biasanya. Beberapa saat kemudian, ponsel Raisa tiba-tiba berdering.

Dengan pencapaian Raisa, dalam situasi seperti ini, ia tidak akan mengangkat telepon di depan kami. Tetapi ia malah bertindak sebaliknya, dan mengangkat telepon di depan meja makan.

"Rehan, Aku berada di rumah makan IKAN SATU, baiklah, jika kamu sudah sampai hubungi Aku saja."

Dalam percakapan pendek itu, Aku tahu dengan pasti bahwa yang menghubungi Raisa adalah Rehan. Isyana duduk tepat di sampingku, namun tidak tahu mengapa, ada perasaan kehilangan yang tidak bisa dijelaskan di hatiku.

Sambil menaruh ponselnya, Raisa tersenyum pada orang tuaku dan berkata, "Maaf Paman dan Bibi. Pacarku mencariku karena ada urusan, dia datang ke sini menjemputku, Aku harus pergi dulu."

Ibu dan ayah saling melirik satu sama lain, kemudian keduanya tersenyum dengan pahit. Ibu menghela nafas, "Ah! Kalau begitu kamu pergi saja dulu. Ingat jika ada waktu kosong, pastikan untuk meneleponku."

Raisa menganggukan kepala, kemudian ia menyapa Isyana dan pergi meninggalkan ruangan tersebut.

Begitu Raisa pergi, Isyana kemudian menatapku. Kami berdua tahu, telepon tadi pasti direncanakan oleh Raisa sebelumnya, tidak mungkin hanya sebuah kebetulan saja.

Dalam ruangan tersebut, hanya tersisa kami berempat. Wajah ayah sedikit kemerahan karena ia tadi mengonsumsi minuman beralkohol, ia melihat ke arah Isyana, kemudian tiba-tiba bertanya, "Isyana, apa pekerjaan orang tuamu?"

Isyana tersenyum dengan sopan, kemudian menatapku dan menjawab, "Ayahku adalah seorang pebisnis. Ibuku sudah pensiun di rumah, biasanya ia bergabung dengan beberapa komunitas orang-orang lanjut usia."

Isyana tidak mengatakan apa-apa tentang perceraian orang tuanya. Ayah mendengar, kemudian ia dan ibu saling memandang dan mengangguk pelan.

Acara makan malam berakhir dengan suasana normal. Awalnya Aku berencana untuk membawa kedua orang tuaku menginap di rumahku, namun ayah berkata bahwa dia sudah memesan hotel, dan menyuruhku pulang ke rumah sendiri.

Saat Aku berjalan keluar, Aku teringat saat Aku menanyakan tujuan kedua orang tuaku datang. Ayah memberitahuku bahwa ibu pensiun dari pekerjaannya lebih awal dari yang direncanakan. Mereka berdua sepakat untuk menggunakan waktu ini untuk jalan-jalan, ibukota provinsi hanyalah tempat pemberhentian mereka sementara, selanjutnya mereka bersiap-siap untuk pergi ke bagian selatan.

Setelah membawa kedua orang tuaku kembali ke hotel, Aku dan Isyana melaju menuju ke kota. Saat di dalam mobil, Isyana hanya diam sepanjang perjalanan. Setelah memasuki kota, Isyana tidak mengemudi ke arah rumahku. Aku kemudian bertanya, "Isyana, Kemana kita akan pergi?"

Isyana tersenyum, senyumannya tersebut terdapat sedikit kepahitan, namun ia kembali bertanya kepadaku dengan santai, "Coba tebak?"

Angin musim gugur bertiupan di luar jendela. Mobil kami juga telah melewati rumah Isyana. Aku tersenyum kecil dan bertanya padanya, "Kamu tidak sedang ingin makan es krimkan?

Aku tahu ini kebiasaan Isyana sejak kecil. Saat suasana hatinya buruk, ia selalu pergi makan es krim yang berada di samping sekolahnya dulu. Ia dulu memberitahuku, rasa sejuk dan dingin tersebut saat masuk ke mulut, memberikan dia sensasi segar ke seluruh tubuhnya, suasana hatinya juga akan membaik.

Namun hatiku merasa sedikit bersalah. Rencananya hari ini Aku ingin memperkenalkannya dengan kedua orang tuaku, namun, Aku malah membuat Isyana tidak senang. Aku mengerti Isyana, jika Aku berada di posisinya, situasi tersebut juga akan membuatku tidak nyaman.

Lexus berwarna merah anggur tersebut berhenti di sebuah jalan kecil. Aku dan Isyana melihat ke dalam gang secara bersamaan. Sangat disayangkan, kios es krim tersebut sudah tidak ada. Sebaliknya, yang terdapat disana ialah sebuah papan dengan lampu terang yang berkelap-kelip, disana tertulis "Toko Minuman Dingin", disamping terdapat cacatan kecil tertulis menyediakan minuman panas.

Dalam beberapa bulan, kios kecil tersebut berubah menjadi sebuah toko minuman dingin. Ekspresi Isyana terlihat sedikit hancur, ia menghela nafas, kemudian mematikan mesin mobil.

"Mari kita pergi lihat, Aku tidak tahu apakah bosnya masih kakek tua yang dulu."

Aku mengangguk dan turun dari mobil bersama Isyana.

Saat memasuki toko tersebut, mata Isyana langsung menunjukkan kekecewaan. Toko minuman dingin ini sekilas terlihat jelas bahwa ia baru buka, udaranya masih tercium bau dekorasi. Sebuah ruangan yang luasnya kurang dari 10 meter persegi, ditata dengan lima atau enam meja. Tamunya tidak sedikit, namun kebanyakan dari mereka adalah pasangan murid SMA yang les tidak jauh dari sini. Mereka mengobrol seolah di sekitar mereka tidak ada orang.

Penampilanku dan Isyana terlihat sedikit aneh dan tidak cocok disini.

Aku mengira Isyana akan memilih untuk pergi dari sini, namun ia malah pergi mencari tempat duduk. Seorang lelaki paruh baya yang memakai celana jeans dengan rambut keriting datang dan menyambut kami berdua. Isyana tidak langsung memesan, ia lalu berkata kepada pemuda tersebut, "Aku ingin bertanya, dimana kakek tua yang menjual es krim dulu?"

Pemuda tersebut menyisir rambutnya, menjawab sambil tersenyum, "Kakek tua yang kamu sebut itu adalah ayahku. Pemikiran kakek tua itu terlalu konservatif dan ketinggalan zaman, ia hanya peduli dengan kios es krimnya, ia tidak memikirkan tentang inovasi baru. Maka dari itu, Aku mengambil alih, mengubahnya menjadi toko minuman dingin, bisnis ini jauh lebih baik dari sebelumnya."

Selama dia berbicara, terlihat sebuah kepuasan dalam raut wajahnya.

"Lalu dia dimana?"

Isyana kembali bertanya.

Pemuda itu tersenyum dengan acuh tak acuh, "Ia marah kepadaku dan mengurung diri di rumah. Mari hentikan percakapan ini. Kalian berdua datang untuk minuman dingin atau minuman hangat?"

Isyana tersenyum dengan pahit, memandangku, meminta mendapatku, "Ugie, kamu ingin minum apa?

"Samakan dengan punyamu saja."

Isyana menganggukan kepala, "Dua gelas es krim"

Pemuda tersebut kemudian mengambil menu dan berjalan pergi dengan girang. Ekspresi Isyana semakin lama semakin terlihat sedih. Ia memandangi sekelilingnya, pandangannya terlihat rumit. Setelah beberapa saat, ia bergumam.

"Apakah ada hal yang tidak akan pernah berubah di dunia ini?"

Hela nafas Isyana membuat hatiku pilu. Aku tahu, suasana hatinya yang buruk sekarang itu dikarenakan makan malam hari ini.

Tiba-tiba, Isyana membalikkan pandangannya ke Aku, kemudian bertanya padaku, "Ugie, paman dan bibi sangat menyukai Raisa kan?"

Aku menganggukkan kepala secara perlahan, Aku tidak bisa menyangkalnya, perlakuan ayah dan ibu tadi terhadap Raisa dapat terlihat jelas oleh Isyana.

"Lalu bagaimana denganmu, apakah kamu masih menyukainya?"

Novel Terkait

Chasing Your Heart

Chasing Your Heart

Yany
Dikasihi
3 tahun yang lalu
Someday Unexpected Love

Someday Unexpected Love

Alexander
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Denny Arianto
Menantu
4 tahun yang lalu
Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
4 tahun yang lalu
My Beautiful Teacher

My Beautiful Teacher

Haikal Chandra
Adventure
3 tahun yang lalu
Antara Dendam Dan Cinta

Antara Dendam Dan Cinta

Siti
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
3 tahun yang lalu
Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
3 tahun yang lalu