Love And Pain, Me And Her - Bab 262 Semuanya Telah Berubah

Raisa menghelakan napas sedih. Dia menatapku dan berkata dengan masam, "Sedang dalam perjalanan ke rumah sakit. Kemungkinan segera tiba."

Robi perlahan berjalan kemari. Dia memandang kami dan berkata, "Apakah kalian sudah selesai berbicara?".

Raisa mengangguk. Robi mencibir, "Ayo, keluar menunggu Sutan!".

Setelah mengatakan itu, dia langsung berjalan ke arah pintu duluan.

Raisa menopang Veni, dan aku mengikuti mereka di belakang. Aku ingin mengatakan beberapa kata untuk menghibur Veni, tetapi untuk sementara aku tidak tahu harus berkata apa. Aku merasa sedih dan tak berdaya. Kehidupan seperti ini, terkadang kita lalai dengan hal-hal yang kecil. Dan pada akhirnya, kehidupan akan memberikan tamparan yang kuat kepada kita.

Jalan ditutupi oleh salju. Kami berempat berjalan perlahan menuju tempat parkir.

Di luar sangat dingin, Raisa menopang Veni masuk ke dalam mobil. Robi dan aku berdiri di samping mobil, mengisap rokok sambil menunggu Sutan.

Jika hal ini seperti biasanya, kemungkinan Robi sudah meledak besar-besaran. Tetapi pada saat ini, dia tampak sangat tenang. Ketenangannya membuatku merasa ketakutan. Ini benar-benar tidak mirip dia.

Aku mencari topik bertanya kepada Robi, "Bagaimana bisnis toko bungamu?".

Robi mencibir, "Bagus, sangat bagus!".

Aku pura-pura memarahi dengan santai, "Bangsat, bicara baik-baik!".

Tetapi Robi mengabaikanku sama sekali, dia merokok dengan stress. Satu kakinya terus menggosok salju yang berada di tanah.

Raisa juga turun dari mobil. Dia berjalan ke arah kami dan menatap kami kemudian berkata, "Di luar terlalu dingin, duduk di mobil saja".

Robi menggelengkan kepalanya, "Tidak! begini saja!".

Kami bertiga terdiam lagi. Tidak ada yang bicara. Sejenak kemudian, Raisa tiba-tiba bertanya kepadaku, "Ugie, aku mendengar kamu sekarang sudah mengundurkan diri dari pekerjaan?".

Aku tidak tahu apakah Raisa mengetahui dengan jelas kondisi antara aku dan Isyana. Tetapi karena dia tidak bertanya dengan spontan, maka aku juga tidak banyak berkata. Hanya mengangguk dengan senyuman masam.

"Apa rencanamu selanjutnya?".

Setelah Raisa selesai mengatakan. Sebuah mobil Mercedes-Benz langsung diparkir di sebelahnya. Kita semua bisa melihat dengan jelas, yang mengemudi mobil adalah Sutan. Mobil ini aku pernah duduk, itu merupakan mobil presdir perusahaan tempat Sutan bekerja.

Setelah turun dari mobil, Sutan tidak langsung datang mencari kami. Sebaliknya, dia membuka pintu belakang mobil dan memeluk seorang bocah kecil berusia lima atau enam tahun dari mobil. Tidak perlu dipikir lagi, aku juga mengetahui bahwa lelaki ini adalah putra dari presdir mereka Wulandari. Aku masih ingat namanya adalah Beibei. Penampilan si kecil ini gagah, dan terlihat sangat imut.

Sutan berjalan ke arah kami sambil menggandeng tangan Beibei. Dia berjalan ke arah kami dan bertanya, "Bagaimana dengan Veni? Di mana dia?".

Sutan tidak melihat Veni duduk di dalam mobil Raisa. Tidak ada satu pun dari kami bertiga yang berbicara. Semua memandang Sutan dengan diam.

Ketika Sutan tiba di samping kami, dia menatapku dan bertanya lagi, "Ugie, di mana Veni?".

Robi tiba-tiba membungkuk badan dan menatap Beibei, dia tersenyum dan berkata,

"Bocah kecil, siapa namamu?".

Bocah kecil ini sungguh luar biasa. Dia mengeluarkan suara "Huh" dan menatap Robi, mengangkat kepalanya dan mengatakan, "Tidak beritahu kepadamu! Ibuku tidak mengizinkan aku berbicara dengan orang asing".

Melihat penampilan imut bocah kecil, aku tertawa terbahak-bahak. Robi berbalik untuk melihat Raisa dan berkata dengan tenang, "Raisa, di luar terlalu dingin. Tolong bawa bocah kecil ini ke dalam mobil. Kami berbicara beberapa kata dengan Sutan."

Pada saat ini, Sutan berbalik kemudian melihat Veni berada di dalam mobil. Dia baru saja ingin berjalan ke sana, Raisa sudah memeluk Beibei masuk ke dalam mobil. Bocah kecil ini cukup patuh, ingin mendengarkan perkataan Raisa.

Raisa tepat berada di depan Sutan, dan Sutan baru saja ingin melangkah maju untuk membuka pintu. Tiba-tiba suatu bayangan gelap bergegas melewatiku. Aku sudah mengetahui itu merupakan Robi.

Kemudian, langsung melihat Robi meninju bagian belakang kepala Sutan. Sutan tidak ada pencegahan sama sekali dan ditinju Robi hingga gemetaran. Ketika dia berdiri tegak dan menoleh, Robi melangkah maju dan meninju lagi. Tinjuan kali ini pada hidung Sutan. Aku melihat terdapat darah merah mengalir keluar dari lubang hidungnya.

Sebenarnya, aku memiliki kesempatan untuk menahan Robi, tetapi aku tidak bergerak. Aku mengetahui keheningan Robi sebelumnya adalah untuk ledakan sekarang. Sebenarnya, aku juga ingin melangkah maju dan menampar Sutan dengan keras. Tetapi dalam hubungan cinta, aku sendiri adalah orang yang gagal. Sehingga aku tidak berhak mengatakannya.

Raisa memasukkan Beibei ke dalam mobil, dia segera berbalik dan menarik Robi, pada saat yang sama dia meneriak aku, "Ugie, apa yang kamu lakukan? Segera kemari".

Dan Beibei menangis histeris di dalam mobil. Veni yang berada di dalam mobil juga berteriak ke luar dengan lemah, "Robi, apa yang kamu lakukan?".

Seketika situasi menjadi sangat kacau. Banyak orang yang melewati sana kemudian berhenti di sekitar menonton kejadian ini.

Sutan mengelap darah di bibir bawahnya. Dia menatap Robi dan berteriak dengan marah, "Robi, apakah kamu gila?".

Robi masih diam, tidak mengatakan sepatah kata pun. Dia menatap Sutan dengan marah, dan ingin bergegas maju ke depan terus memukulinya. Raisa memeluk pinggang Robi, dia menangis sambil berteriak,

"Apa yang ingin kalian lakukan? Apakah kalian merasa masalah ini tidak cukup kacau? Kalian jangan mengacaukan lagi, oke? Apa yang salah dengan kami, apa yang terjadi?".

Kata-kata Raisa membuat hatiku sakit seperti tertusuk jarum. Benar, apa yang sedang terjadi? Mengapa masa muda kami begitu indah, tetapi sekarang berubah menjadi seperti ini! Apakah kami telah mengecewakan kehidupan, atau kehidupan yang mempermainkan kami? Aku juga tidak tahu!.

Aku menghela napas dan menatap Veni yang menangis di dalam mobil. Setelah mengehelakan napas yang dalam, aku berjalan ke depan Robi, melepaskan tangan Raisa dan berkata kepada Robi dengan pelan,

"Robi, tenang dulu! Biarkan Sutan berbicara dengan Veni terlebih dahulu".

Robi kemudian tidak berjuang lagi. Sutan juga menyadari bahwa Veni yang di sana pasti tidak ada kabar baik. Jika tidak, sekarang tidak akan seperti ini.

Dia mengelap darah di hidungnya dan bergegas masuk ke mobil Raisa. Ketika pintu ditutup, tidak ada yang bisa mendengar apa yang mereka berdua katakan.

Raisa masih menangis. Dia sama sekali tidak bisa mengendalikan emosinya, berjongkok di lantai, gemetaran dan menangis tersedu-sedu.

Aku menghela nafas, dan menepuk pundak Raisa dengan lembut kemudian berkata dengan pelan, "Raisa, jangan menangis lagi! Percayalah, semuanya akan berlalu dan kami akan segera membaik."

Raisa tiba-tiba memegang tanganku yang berada di bahunya. Dia perlahan berdiri dan tiba-tiba memelukku, aroma tubuh yang familier. Hanya saja orang yang paling akrab sekarang telah menjadi asing.

Sambil menangis, Raisa tersedak dan bertanya kepadaku, "Ugie, kamu katakan padaku, apa yang terjadi. Katakan, apa yang terjadi dengan kita?".

Sebenarnya, aku juga ingin mengetahui apa yang sedang terjadi?.

Novel Terkait

Meet By Chance

Meet By Chance

Lena Tan
Percintaan
4 tahun yang lalu
Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
5 tahun yang lalu
Awesome Guy

Awesome Guy

Robin
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
4 tahun yang lalu
Everything i know about love

Everything i know about love

Shinta Charity
Cerpen
5 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu
Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
5 tahun yang lalu
Penyucian Pernikahan

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu