Love And Pain, Me And Her - Bab 448 Kekasih Bawah Tanah

Dalam hal ini, aku hanya mempedulikan pemikiranku sendiri dan mengabaikan situasi perusahaan mereka. Aku benar-benar harus memikirkan poin ini dengan baik. Tengah aku sedang berbicara dengan Viali, terdengar ketukan pintu dari luar. Karena aku sedang bertelepon, aku berencana untuk membiarkan orang tersebut menunggu di luar sampai aku selesai bertelepon.

Tanpa diduga, setelah beberapa ketukan, pintu kantor terbuka. Aku mendongak, terlihat Isyana masuk dengan kantong besar dan kecil. Melihatku sedang bertelepon, dia langsung berjalan ke sofa. Dia meletakkan barang-barang di tangannya ke atas sofa, diam-diam memandangku bertelepon dengan Viali.

Begitu urusan Papang selesai dibicarakan, Viali langsung berkata, "Oke, aku mau rapat dulu. Kamu harus lebih perhatian terhadap masalah ini."

Meletakkan ponsel, aku langsung tersenyum pada Isyana. Melihat kantong-kantong di sekitarnya, aku bertanya, "Apakah kamu kabur dari kerja siang ini dan pergi berbelanja lagi?"

Usai aku berbicara, Isyana memelototiku dengan cemberut. Dia merespons dengan nada agak manja, "Apa maksud dari kabur? Aku minta cuti! Kamu lupa, besok adalah hari ulang tahun Sutan. Aku dan Veni pergi membeli hadiah untuknya."

Sambil berkata, Isyana mengambil kantong di sebelahnya, menatapku dan berkata, "Aku kebetulan memilih satu set pakaian untukmu. Cepat dicoba."

Aku tersenyum dan berjalan ke arah Isyana. Hatiku merasa sangat bahagia. Di masa lalu, aku akan merasa beban jika Isyana membeli hadiah untukku. Karena bagaimanapun aku yang dulu hanyalah seorang pekerja kantoran miskin yang bekerja padanya.

Tapi sekarang beban itu sudah lama menghilang. Aku aku sudah punya usaha sendiri, meski tidak besar, tapi usaha ini semakin baik seiring berlalunya hari. Pria memang seperti ini, kepercayaan diri mereka akan lebih cukup saat berusaha sendiri. Rasa rendah diri yang dulu juga telah lama lenyap.

Aku berjalan ke sisi Isyana. Isyana mengeluarkan kemeja lengan pendek dan sepasang celana panjang. Sambil membuka lipatannya, dia berkata, "Cuaca semakin panas, ini sudah tiba waktunya untuk memakai lengan pendek. Kamu sekarang adalah penanggung jawab perusahaan, cara berpakaianmu tidak boleh sembarangan seperti sebelumnya. Sebagai seorang profesional, cara berpakaian sangat penting."

Perubahan Isyana semakin besar. Perhatiannya padaku perlahan merambat dari sisi karier ke kehidupan pribadiku.

Aku sekilas memerhatikannya dan menemukan bahwa setelan ini ternyata bermerek Versace, serta model terbaru tahun ini. Aku diam-diam tersenyum pahit di dalam hati. Setelan ini setidaknya berharga 60 sampai 80 juta.

Melihat Isyana merapikan pakaian, aku terkekeh dan menggodanya dengan sengaja, "Isyana, aku menyadari bahwa kamu semakin mirip dengan ibuku?"

Kemiripan yang kumaksud adalah aspek mengomel dan menceramahi. Tentu saja, omelan dan ceramahan semacam ini amat menghangatkan hati.

Isyana memberiku tatapan putih, berkata dengan manja, "Omong kosong lagi. Bagaimana kalau kamu memanggilku ibu, biarkan aku mendengarnya?"

Aku tertawa. Aku tidak pernah terpikir bahwa Isyana akan membuat lelucon seperti itu denganku.

Mengambil pakaian, Isyana berkata lagi, "Coba dulu apakah cocok atau tidak. Jika tidak cocok, aku akan kembali ke sana dan menyesuaikan ukurannya."

Seusai Isyana berbicara, aku hendak melepas kaosku. Isyana tertegun, dia buru-buru meraih tanganku dan berkata dengan ragu, "Kenapa kamu begitu menyebalkan, bagaimana kalau seseorang masuk ke kantor? Pergi ke kamar mandi untuk ganti."

Aku mengangkat bahu tanpa daya. Tidak sangka Isyana segitu pemalu.

Sampai di kamar mandi, aku mengganti pakaian dan celanaku. Begitu aku keluar, Isyana melangkah maju. Dia berdiri di depanku, membantuku merapikan pakaian. Kami berdua berjarak sangat dekat. Saat dia menyesuaikan kerahku, nafas lembus menghembus langsung ke wajahku.

Jantungku berdebar kencang. Aku menelan ludah. Berteriak dengan suara rendah, "Isyana."

Ketika Isyana mendongak, kami saling memandang. Kontak dekat semacam ini membuat napasnya juga menjadi berat. Aku mengulurkan tangan, melingkari pinggangnya yang ramping. Sementara tubuhnya lekas melunak seperti tiada tulang, menempel langsung ke dalam pelukanku.

Isyana masih sedikit malu, dia agak meronta. Dia bergumam, "Ugie, jangan sembarangan. Nanti ada yang masuk."

Sebelum dia berkata, semua baik-baik saja. Begitu kata-katanya terucap, aku memeluknya lebih erat lagi.

Nafas Isyana menjadi lebih berat dan lebih berat, dia mengangkat kepalanya dengan lembut. Saat aku ingin mencium bibir merahnya yang indah, dia sontak memalingkan muka dan menyandarkan kepalanya di bahuku. Di saat yang sama, tangannya memeluk pinggangku.

Kami berdua berpelukan seperti itu. Aku mengusap rambut Isyana dengan lembut, berbisik di telinganya, "Isyana, kenapa kamu begitu baik padaku?"

Isyana masih bersandar di bahuku. Dia membelai punggungku dan berkata dengan lembut, "Sebenarnya, apa yang dikatakan Robi benar. Aku tidak cukup baik padamu. Aku hanya peduli dengan perasaanku sendiri dan mengabaikan pemikiranmu. Aku terlalu egois. Keegoisan seperti ini akan menjadi penghalang terbesar kita di masa depan. Oleh karena itu, aku harus berubah. Aku mau memperlakukanmu lebih baik, aku mau memperlakukanmu lebih baik daripada perlakuan Raisa padamu sebelumnya."

Aku tersenyum pahit. Isyana masih menggunakan Raisa sebagai acuannya.

Sambil berkata, Isyana dengan lembut mengusap bahuku. Gerakannya ini membuat beberapa helai rambut jatuh menutupi wajahku. Perasaan menggelitik membuatku merasa lega.

Melihatku tidak berbicara, Isyana melanjutkan, "Ugie, kamu tidak boleh mengabaikanku hanya karena aku memperlakukanmu dengan baik. Kamu harus terus bersikap baik padaku, oke?"

Aku mengangguk kuat, mengiyakannya.

Isyana tiba-tiba mengangkat kepalanya dan menatapku. Wajah putihnya memerah. Tiba-tiba, raut mukanya berubah. Dia melirikku, "Ugie, jika kamu berani jahat padaku, aku akan"

Isyana berhenti, aku tersenyum dan bertanya padanya, "Apa yang akan kamu lakukan?"

Begitu pertanyaanku terucap, alisku sontak berkerut erat, aku lalu menjerit tak terkendali. Ternyata Isyana menggigit pundakku.

Selesai menggigit, dia menatapku, bertanya sambil tersenyum, "Sakit?"

Aku mengangguk dengan diikuti senyuman pahit, "Apa pentingnya sakit atau tidak? Asalkan kamu senang."

Isyana tersenyum. Dia menatapku dan berkata lagi, "Aku mau melabelkanmu. Dengan begitu, kamu akan selalu menjadi milikku."

Kata-kata Isyana membuatku amat bergairah. Tetapi pada saat yang sama, aku juga mempunyai sedikit perasaan ketidakberdayaan. Aku menatap Isyana, bertanya dengan lembut, "Tapi kamu belum setuju untuk jadi pacarku."

Isyana tersenyum tipis, dia mencubit daguku, mengeroncongkan bibirnya dan berkata, "Bukankah sekarang ini sudah sangat baik? Kita tidak menjadi pacar, tapi menjadi kekasih satu sama lain, kekasih bawah tanah!"

Novel Terkait

Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Yama's Wife

Yama's Wife

Clark
Percintaan
3 tahun yang lalu
King Of Red Sea

King Of Red Sea

Hideo Takashi
Pertikaian
3 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu