Love And Pain, Me And Her - Bab 176 Pinjam Uang

Aku tidak pernah menyangka Robi bisa membuat masalah sebesar ini dalam waktu singkat ini. Bahkan aku sama sekali tidak menyadari di proses masalah ini. Sebenarnya aku merasa agak aneh juga, Robi adalah orang yang sangat menginginkan kebebasan. Waktu kami masih menjadi mahasiswa dan perusahaan sedang merekrut karyawan, banyak perusahaan ingin menawarkan pekerjaan kepada Robi. Bahkan di antara itu termasuk perusahaan yang berada di dalam peringkat 500 perusahaan terkuat di dunia. Tetapi Robi sama sekali tidak bersikap berminat.

Raisa pernah bertanya kepada Robi mengapa dia masih mengirim lamaran ketika dia tidak ingin pergi. Jawaban Robi sangat sederhana, dia mengirim lamaran hanya untuk mebuktikan dia lebih kuat dari pada aku.

Tetapi sekarang dia malah mau membuka toko bunga dan cafe. Bisnis ini jelas merupakan binis yang sangat mengikat kebebasan.

Daging kaki domba mulai mendesis dengan minyak di atas panggangan arang yang berapi. Lulu mengambil sebuah daging yang agak kurus dan makan sambil bertanya dengan santai, "Asisten Ugie, mengapa kamu sepertinya tidak setuju kepada ide Robi mau membuka toko?"

"Oh, sekarang sudah menjadi asisten ya? Selamat"

Robi mengambil gelasnya dan memasang gaya mau menyentuh gelasku, aku mengabaikannya dan menatap ke Lulu sambil menggelengkan kepalaku secara perlahan.

Selanjutnya aku bertanya kepada Robi, "Robi, bukannya kamu sudah tidak memiliki uang? Dari mana kamu mendapat uang menyewa tempat itu?"

Sambil minum bir, Robi menjawab, "Aku meminjam 800 juta dengan kakak saudaraku, kemudian aku menjual saham yang aku punya dengan harga 20 juta lebih. Biaya tempat menghabiskan 600 juta lebih, sisanya sudah digunakan untuk renovasi"

Aku benar-benar sudah menyerah, kepalaku terasa pusing. Aku melirik kepada Robi dengan wajah tidak senang, "Robi, apa yang sedang kamu pikirkan? Apakah otakmu bermasalah? Aku bertanya kepadamu, berapa harga sewa bulanan?"

"54 juta"

Robi menjawab dengan santai.

"Biaya sewa ditambah biaya air, listrik, pajak dan gaji karyawan beserta berbagai aset. Kalau kamu tidak menghasilkan laba bersih kurang dari 4 juta sehari, kamu sama dengan sedang mengalami kerugian, itu pun belum menghitung gaji pribadi kamu"

Robi mencicipi birnya dengan gaya tidak peduli, "Aku sudah menghitung semua ini, ada apa dengan itu?"

Semakin santai sikap Robi, semakin marah aku merasa. Aku melototnya dan memarahinya, "Ada apa? Kamu ini bukan sedang berbisnis, tetapi sedang membakar uang! Kamu tahu seberapa sulitnya ekonomi sekarang dan kamu masih menginvestasi begitu banyak uang? Seberapa kaya pun keluarga kamu juga tidak bisa menahan kamu begitu! Mengapa kamu tidak membahas dengan aku dulu?"

Serangkaian pertanyaanku sama sekali tidak membuat Robi merasa menyesal, dia malahan tertawa dan berkata, "Kamu sedang berteriak apa? Aku kan sedang membahas dengan kamu sekarang"

Melihat gayanya yang seperti anak kecil, aku benar-benar ingin menuangkan bir ke wajahnya. Lulu pun bersuara, "Ugie, tempat toko itu berlokasi dekat dengan kampus, seharusnya bisnisnya akan lumayan laris?"

Aku tertawa dengan dingin dan melirik ke Lulu dengan nada suara tidak senang, "Lumayan laris? Kamu merasa uang mahasiswa gampang diperoleh? Kita semua juga berjalan ke sini dari zaman itu, meskipun mahasiswa sekarang lebih kaya daripada kita, berapa banyak mahasiswa yang akan sering membeli bunga? Membeli bunga pun mereka akan membeli bunga yang dibuat oleh mahasiswa yang bekerja keras di kampus. Karena mau bagaimanapun, bunga seperti itu murah dan terjangkau. Ada berapa mahasiswa yang akan membeli bunga di toko bunga? Lalu, secangkir kopi di Cafe paling murah juga beharga puluhan ribu. Kamu berasa ada berapa banyak mahasiswa yang akan sering-sering pergi ke Cafe untuk minum kopi? Pasangan pun lebih memilih menghemat uang ini dan pergi membeli 2 minuman kaleng atau membuka kamar di hotel kecil. Ditambah para mahasiswa biasanya harus kuliah juga, kamu berharap mereka pergi ke Cafe itu pada saat akhir pekan?"

Setelah aku berkata, Lulu pun berpikir dengan serius sebelum mengangguk, tetapi dia tetap mengomel, "Seharusnya tidak separah itu. Mahasiswa zaman sekarang menghabiskan banyak uang"

Aku tidak bersuara. Di dalam tatapan aku, bisnis ini adalah bisnis yang pasti merugikan dan tidak akan menguntungkan. Yang membuat aku merasa paling kesal adalah, Robi sudah mengambil tempat toko tersebut dan telah menyelesaikan renovasi.

Setelah Lulu berkata, dia pun menoleh ke Robi. Ekspresi Robi tetap terlihat santai dan tidak peduli, dia menghabiskan birnya dan melihat aku, "Kalau rugi, biarkan rugi saja. Siapa berkata membuka toko harus menghasilkan uang?"

Kemarahan aku membuat aku tertawa, aku menyandar di atas kursi dan menunjukkan jari jempolku kepada Robi, "Bagus, kamu hebat! Anggap saja kata-kata aku adalah kentut tadi, kamu terus membuka toko bungamu saja"

Kemampuan Robi membuat orang marah itu luar biasa. Aku bukan merasakan hal ini untuk pertama kali. Aku tidak ingin berkata dengan dia lagi, berkata terlalu banyak hanya akan membuat diriku semakin marah.

Robi tertawa dan memasang wajah menawan sambil berkata kepada aku: "Jangan berkata tentang hal lain, aku masih ada urusan mau meminta tolong kepada kamu"

Aku melihat ke Robi dan sengaja menoleh ke samping.

Robi memberikan sebatang rokok kepada aku dan menyalakannya dengna penuh penghormatan, "Aku sudah menyediakan semuanya. Tetapi dana belum sampai, kamu harus mensponsori aku sedikit"

Ini adalah Robi! Pada saat dana saja belum ada, dia sudah menghabiskan semua uang.

Meskipun marah, aku tetap bertanya, "Kamu butuh berapa?"

"200 juta!"

Aku tertawa dengan pahit! Dia tahu aku memiliki bonus 200 juta lebih kali ini, tidak menyangka dia menargetkan uang ini dalam waktu singkat ini. Aku tidak berbicara dan hanya merokok dengan frustrasi. Sementara Lulu yang berada di samping berkata, "Robi, aku memiliki beberapa puluh juta, kalau kamu mau, aku bisa meminjamnya kepada kamu"

Robi sama sekali tidak menerima, dia memiringkan kepalanya dan berkata dengan bangga: "Aku tidak pernah mau meminjam uang wanita"

"Apakah kakak saudaramu bukan seorang wanita?"

Kalimat Lulu ini berhasil membuat Robi diam. Dia memasang wajah tidak senang kepada Lulu dan Lulu yang tidak mau kalah pun mengangkat pisau makannya dan memasang gaya mau menusuk Robi.

Pada saat mereka sedang sibuk bermain, aku melirik ke Robi dan berkata dengan terus terang: "Robi, aku tidak ingin meminjamkan uang ini kepada kamu!"

Robi yang awalnya masih bermain dengan Lulu langsung melamun sejenak setelah mendengar kata-kataku. Dia menoleh kepadaku dengan wajah bodoh dan aku sibuk menjelaskan kepadanya, "Robi, logikaku memberi tahu aku, kamu akan menghabiskan semua uang ini dengan rugi kalau aku meminjamnya kepada kamu"

Aku tahu Robi tidak menyukai mendengar kata-kata seperti ini. Tetapi semua ini adalah fakta dan aku harus memberi tahu dia.

"Haha"

Robi tertawa dengan wajah dingin dan tidak senang, "Ugie, aku menyadari kamu sudah menjadi semakin mirip dengan Sutan! Selalu memasang gaya jenius pengusaha. Logika? Kamu beri tahu aku, apa itu logika?"

Aku mengisap rokok dengan kuat tanpa menjawab Robi. Robi lanjut berkata, "Kalau begitu aku yang beri tahu kamu saja! Logika adalah barang bodoh yang digunakan manusia untuk menunjukkan seberapa munafik dirinya. Aku tidak pernah tahu apa itu logika. Aku hanya tahu aku ingin menjalankan kehidupan sesuai dengan keinginan aku, apakah kamu mengerti?"

Robi seharusnya merasa sangat kecewa. Mungkin di dalam hatinya dia selalu merasa asal dia meminta bantuan kepada aku, aku akan setuju tanpa syarat.

Novel Terkait

The Winner Of Your Heart

The Winner Of Your Heart

Shinta
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Be Mine Lover Please

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
3 tahun yang lalu
Anak Sultan Super

Anak Sultan Super

Tristan Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
The Break-up Guru

The Break-up Guru

Jose
18+
4 tahun yang lalu
Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
4 tahun yang lalu