Love And Pain, Me And Her - Bab 459 Hidup Mewah

Beberapa saat kemudian, dia baru diam-diam menganggukkan kepala, berkata dengan ambigu, "Mungkin iya, mungkin tidak."

Meskipun jawaban Robi tidak jelas, tetapi aku sebagai pengamat, bisa merasakan dengan jelas. Robi seharusnya telah memiliki sedikit perasaan terhadap Lulu. Hanya saja dirinya sendiri belum pasti.

Aku tidak bisa menahan perasaan kasihan terhadap Lulu. Di bawah usahanya, secara perlahan-lahan, Robi telah muncul perasaan terhadapnya. Yang disayangkan adalah, pada saat ini, Sutan mengusulkan untuk putus dengan Veni. Ini juga membuat perhatian Robi, kembali tertuju pada Veni.

Menghela napas, mungkin dua orang ini benar-benar tidak ditakdirkan untuk bersama!

Sutan putus dengan Veni. Membuat kita beberapa orang di sekitar, memiliki pemahaman baru terhadap cinta dan kemanusiaan. Siapa pun juga paham, Sutan memilih Wulandari, bukan karena Wulandari sangat luar biasa, tetapi dia memakai lingkaran cahaya besar di kepalanya, cahaya ini, itu juga alasan Sutan mengalah. Cahaya ini merupakan identitas Direktur Indoma.

Mengingat ketika kami kuliah dulu, pernah dikatakan saat semua orang bercanda. Mencari seorang ayah mertua yang baik, perjuangan hidup ini mungkin akan kurang 20 tahun. Aku mengingat saat itu Sutan mengabaikan pernyataan ini, dia bersumpah dengan bersungguh-sungguh, pernikahan tidak bisa digunakan untuk berdagang. Ingin menjalani hidup orang kelas atas, harus mengandalkan perjuangan sendiri. Tetapi yang tidak disangka adalah, orang pertama yang menggunakan cinta untuk berdagang, ternyata adalah dia.

Meskipun aku mengkhawatirkan Veni, tetapi bagaimanapun juga aku adalah laki-laki, tidak bisa sering mengunjunginya. Masalah ini hanya bisa diserahkan kepada Isyana. Isyana menyetujui dengan senang hati, dia awalnya memang memiliki kesan yang baik terhadap Veni. Ditambah masalah kali ini, dia lebih merasa Veni sedikit menyedihkan. Biasanya setelah pulang kerja, dia sering membelikan sedikit makanan dan pergi menemani Veni. Ini juga meringankan bebanku secara kasat mata.

Cuaca semakin panas, pria dan wanita muda yang berpakaian dengan warna ria di jalanan, telah mengganti pakaian musim semi menjadi pakaian musim panas. Berjalan di jalan dengan santai, paha putih di sepanjang jalan.

Sore ini, aku berjumpa dengan klien dan baru pulang. Aku yang panas dan haus, begitu masuk kantor, mengambil gelas dan minum. Baru meletakkan gelas, ponsel yang ada di atas meja tiba-tiba berbunyi.

Mengambil dan melihatnya, aku seketika tertegun. Nama yang familiar muncul di atas layar ponsel, Sutan.

Aku duduk di kursi, setelah menyalakan rokok, baru mengangkat telepon.

Begitu telepon tersambung, langsung terdengar Sutan berkata, "Ugie, apakah kamu sibuk sekarang?"

Sutan dan Veni telah berpisah selama belasan hari. Dalam belasan hari ini, kami tidak ada komunikasi apa pun. Aku berkata dengan santai terhadap telepon, "Lumayan, ada apa?"

Nada bicaraku sangat dingin, seperti berbicara dengan orang asing.

Tetapi Sutan malah tidak memedulikan nada bicaraku yang dingin, dia segera berkata, "Ugie, aku akan menjemputmu sekarang. Aku ingin berbicara denganmu."

Aku sedikit tertegun, tetapi segera berkata, "Jika ada masalah katakanlah di telepon, nanti aku masih ada urusan."

Kenyataannya, aku tidak ada urusan. Tetapi aku benar-benar tidak ingin bertemu dengan Sutan, aku bahkan tidak tahu harus berbicara apa dengannya. Karena sekarang dia berubah hingga membuatku merasa sangat asing, sangat asing hingga titik di mana tidak ada yang bisa dibicarakan.

Sutan secara alami dapat merasakan kemarahanku. Dia hening sejenak, baru sedikit menghela napas dan berkata, "Ugie, aku tahu kamu tidak senang terhadapku. Aku mengakui, aku bersalah atas masalah Veni. Tetapi Ugie, kamu harus tahu, kita bukanlah anak kecil. Ini adalah masalah pribadi antara aku dengan Veni, benar-benar tidak ada hubungan dengan kalian. Di dunia ini, tidak ada yang boleh ikut campur dengan urusan pribadi orang lain. Dan lagi, ketika kamu putus dengan Raisa, bukankah tidak beda jauh dengan kondisiku dengan Veni? Mengapa saat itu kita masih bisa menerima Raisa, tetapi kalian tidak bisa menerimaku? Pastinya, aku bisa tidak peduli dengan bagaimana orang lain memandangku. Aku hanya berharap, Ugie, kamu, temanku yang paling baik, masih bisa sesekali keluar berkumpul dan curhat. Apalagi, yang akan aku bicarakanmu dengan hari ini, ada hubungannya dengan Isyana."

Perkataan Sutan membuatku sedikit tertegun. Yang dikatakannya sangat benar, kehidupan pribadi orang lain, kita tidak punya hak untuk ikut campur, terutama melibatkan perasaan. Tentu saja, perkataan dia yang paling menyentuhku adalah kalimat yang terakhir itu, ada hubungannya dengan Isyana.

Berpikir sampai sini, aku langsung berkata, "Aku di ruang kerja, teleponlah kepadaku ketika kamu tiba di pintu masuk."

Sutan merespon dan lalu menutup telepon.

Aku duduk di kursi, merokok sambil memikirkan sebenarnya mengapa Sutan mencariku dan juga berhubungan dengan Isyana.

Tidak lama kemudian, telepon berbunyi lagi. Sutan, dia memberi tahu dia telah tiba di pintu masuk, menyuruhku untuk keluar.

Membawa ponsel dan kunci, aku langsung keluar.

Begitu keluar, aku langsung melihat sebuah mobil Cayenne silver yang baru, sedang berhenti di samping. Yang duduk di kursi pengemudi, adalah Sutan yang memakai kacamata hitam. Melihatku keluar, dia menekan klakson dengan tenang, melambaikan tangan terhadapku.

"Ugie, sini, cepat masuk mobil."

Membuka pintu dan masuk mobil. Aku mengamati mobil mewah yang baru ini. Setelah melihatnya beberapa kali, aku berkata dengan dingin, "Pantas saja begitu buru-buru ingin meninggalkan Veni, ternyata bisa menjalani hidup yang begitu mewah."

Sutan mengabaikan ejekanku. Begitu dia menginjak pedal gas, Cayenne langsung melaju keluar.

Di dalam mobil, kita berdua juga tidak berbicara. Aku juga tidak tahu sebenarnya Sutan ingin membawaku ke mana, dia tidak mengatakan, aku juga tidak bertanya. Aku juga tidak memedulikan mobil barunya ini, menyalakan rokok, mengisap sambil melihat ke luar jendela.

Setelah keluar dari kota, aku baru menyadari. Sutan sedang mengendara menuju arah sungai. Ketika tiba di area vila di Jiangnan, Sutan tiba-tiba menghentikan mobilnya di pintu masuk sebuah vila. Mendengar Sutan menekan klakson, seseorang di dalam segera membuka pintu elektrik. Cayenne masuk ke dalam halaman dengan pelan.

Begitu masuk ke halaman, aku melihat pemandangan di halaman dengan santai. Meskipun ekspresiku sangat tenang, tetapi dalam hatiku masih sedikit terkejut. Berbagai jenis bunga segar dan tanaman hijau memenuhi setiap sudut halaman. Berwarna-warni, akan memberikan ilusi memasuki kebun raya.

Dan tidak jauh dari pintu masuk utama vila, adalah sebuah kolam renang terbuka. Air kolam biru, dapat melihat dasar kolam dengan jelas. Di sebelah kiri vila, terdapat sebuah kebun batu karang, di atasnya terdapat juga sebuah paviliun. Di lereng gunung, terdapat sebuah mata air buatan, mengalir menuruni gunung.

Setelah parkir, kami berdua baru turun dari mobil. Seorang pria muda berseragam segera berjalan kemari, berkata dengan hormat kepada Sutan, "Selamat sore, Presdir Sutan ! Silahkan masuk!"

Menghadapi hormat orang ini, Sutan malah tidak meliriknya sama sekali. Membawaku, langsung masuk ke dalam vila.

Novel Terkait

Harmless Lie

Harmless Lie

Baige
CEO
5 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
Awesome Guy

Awesome Guy

Robin
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
4 tahun yang lalu
Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
4 tahun yang lalu
Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Jiang Muyan
Percintaan
4 tahun yang lalu
Dark Love

Dark Love

Angel Veronica
Percintaan
5 tahun yang lalu
Marriage Journey

Marriage Journey

Hyon Song
Percintaan
3 tahun yang lalu