Love And Pain, Me And Her - Bab 616 Hidup Tidaklah Kekal

Melihat Isyana perlahan berjalan ke arahku, aku merasa diriku juga kaku. Masalah tidak berjalan sesuai arah yang aku tetapkan, tapi kembali lagi ke jalur sebelumnya.

Isyana tidak melihatku, kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku. Sambil tersenyum melihat Raisa. Begitu juga dengan Raisa sambil tersenyum melihatnya. Mereka berdua tampaknya seperti teman lama yang sudah lama tidak bertemu, satu sama lain saling menyapa menggunakan senyuman.

Menyeberangi jalanan, Isyana segera sudah akan tiba di hadapan kami. Mendadak, sebuah mobil off-road yang melaju kencang, sama sekali tidak mengurangi kecepatan, melaju kencang ke arah Isyana.

Pada detik itu, pikiranku kosong. Sama sekali tidak memiliki waktu untuk berpikir, tanpa sadar aku menerobos ke depan. Satu tangan meraih lengan Isyana, sekuat tenaga menariknya, agar Isyana bersembunyi di dalam pelukanku.

Dan aku juga memejamkan mata. Sedang menunggu datangnya bahaya tak terduga ini.

Suara “berderit”. Hembusan angin menerpa wajahku. Begitu menoleh, ternyata melihat mobil off-road rem mendadak, mobil berhenti. Bemper di depannya kurang dari satu meter dariku.

Selanjutnya melihat pintu mobil off-road dibuka. Satu sosok yang familiar keluar dari dalam mobil. Ada senyuman olok-olok dan ejekan di wajahnya. Begitu dia turun dari mobil, langsung memiringkan kepala melihatku, berkata: “CEO Mirani, Pak Ugie, kalian saat jalan harus lebih hati-hati, kali ini aku mengerem tepat waktu, tidak sampai menabrak kalian. Tapi bukan berarti lain kali kalian masih bisa menghindar.”

Sambil bicara, dia tertawa dengan puas.

Aku tidak menyangka, Sutan bisa mendadak muncul. Jelas sekali, dia mengikuti Isyana datang ke sini. Hari ini dia tidak ingin menabrak kami. Tujuannya sangat sederhana, hanya ingin menakuti kami.

Isyana melepaskan diri dari pelukanku. Dan begitu aku melihat Sutan, langsung emosi, bersiap memukulnya dengan keras. Baru saja maju selangkah, tiba-tiba Isyana menarik bajuku erat-erat. Dia berada di belakangku berkata dengan suara pelan: “Ugie, jangan sampai bersikap impulsif.”

Dan wajah Sutan tetap penuh senyuman ejekan. Melihatku, dia memiringkan kepala berkata dengan nada menantang: “Ayo sini, bukankah ingin memukul?” Ayo, Pak Ugie, pukul saja! Tenang saja, aku pasti tidak akan membalas!”

Aku mengepalkan tangan, melototi Sutan dengan galak. Sedangkan Sutan mencibir, dia lanjut mengatakan: “Ugie, kamu jangan lupa. Pada waktu itu di upacara pernikahanku, bagaimana kalian menyuruh Don Juan Romino memukulku. Sekarang, aku hanya sekedar menakuti kalian saja, kamu sudah semarah ini?”

Sutan tetap mengira, waktu itu dia dipukul oleh Don Juan Romino ada hubungannya dengan kami.

Sambil bicara, Sutan mengalihkan pandangan ke Isyana yang ada di belakangku. Dia lanjut mencibir, berkata: “Isyana, kamu ingat. Aku Sutan pasti bukan seorang pria yang akan bersikap pengertian pada wanita, kamu bisa membuatku ditendang keluar, maka aku bisa membuatmu kehilangan segalanya!”

Sutan mengancam Isyana dengan arogan.

Melihat Sutan, rasa sedih di hatiku sudah melebihi amarahku. Aku pelan-pelan menggeleng, kembali tenang, melihat Sutan dan mengatakan: “Sutan, apakah kamu tahu apa yang sedang kamu lakukan?”

Sutan melihat aku, dia mencibir. Memiringkan kepala, dia sengaja menggunakan sikap tidak serius untuk mengatakan: “Tentu saja aku tahu, aku bukan hanya tahu apa yang sedang aku lakukan. Aku masih tahu langkah selanjutnya harus melakukan apa? Kenapa, Ugie, apa kamu takut?”

Aku menatap Sutan dengan dingin. Sedikit kebaikan yang tersisa dalam hatiku, sedang menghilang sedikit demi sedikit. Kemudian, aku berkata dengan dingin: “Sutan, kamu sedang menggali kuburanmu sendiri!”

Pertama Sutan tercengang sejenak. Selanjutnya, dia tertawa terbahak-bahak. Sambil melihatku, dia berkata dengan nada mencemooh: “Baik, kalau begitu kamu antar aku ke dalam kuburan.”

Sambil bicara Sutan berjalan ke arahku. Mengertakkan gigi berkata padaku: “Ugie, aku beri tahu kamu. Jangankan masuk ke dalam kuburan, walaupun harus ke neraka, aku juga akan menyeretmu pergi bersamaku.”

Mungkin Sutan mengira, aku hanya mengucapkan kata-kata kejam saja. Bukan hanya dia, bahkan Isyana juga berpikiran seperti itu. Tapi hanya aku yang tahu, lubang kuburan sejak awal sudah selesai digali. Aku hanya memiliki secercah harapan terakhir terhadap Sutan, jadi, tidak mendorongnya jatuh ke bawah. Tapi, semua yang terjadi hari ini, membuat aku membulatkan tekad, harus menguburnya secara pribadi.

Sutan perlahan berjalan sampai di sampingku. Dia menatapku dengan mata yang seperti api. Aku tahu, kebenciannya padaku semakin mendalam. Baru saja Sutan mau bicara lagi. Tiba-tiba, dari belakang kami terdengar suara yang sangat lemah: “Sutan.”

Itu adalah Raisa, dia memanggil nama Sutan dengan lembut.

Seketika Sutan tertegun. Sebelumnya tatapannya hanya tertuju pada diriku dan Isyana. Dia benar-benar mengabaikan Raisa yang berada tidak jauh dari belakang kami.

Melihat Raisa, tatapan Sutan yang awalnya penuh keraguan, pelan-pelan berubah menjadi terkejut. Dia bergegas menyingkirkanku, berjalan ke hadapan Raisa. Melihat Raisa yang kurus dan lemah, Sutan terkejut dan bertanya: “Raisa, kamu, kamu ini kenapa?”

Meskipun Sutan dan aku bermusuhan bagaikan api dan air. Tapi semua masalah ini, sama sekali tidak ada hubungannya dengan Raisa. Di antara kami berlima, mungkin hanya Raisa, yang bisa bicara beberapa kata dengan Sutan secara normal. Tentu saja, semua ini karena dulu kami adalah teman kuliah yang sangat baik, sahabat terbaik.

Sambil bicara, Sutan lalu menjongkok di samping Raisa. Ekspresinya semakin terkejut. Sebenarnya ini tidaklah aneh, setiap orang yang dulunya kenal dengan Raisa, sekarang melihat dia lagi, hampir semua ekspresinya seperti Sutan. Apa lagi, Sutan dan Raisa, dulu adalah teman terbaik.

Aku dan Isyana menoleh ke sana. Melihat pemandangan di depan ini dengan tenang. Hanya melihat Raisa tersenyum tipis, dia mengulurkan tangan, pelan-pelan meraih tangan Sutan. Berbicara dengan suara pelan: “Tidak apa-apa, hanya sakit saja.”

Ucapan Raisa, membuat hidungku terasa berair lagi. Menghadapi hidup dan mati, Raisa malah mengatakannya dengan sangat santai. Nada bicaranya sama sekali tidak seperti sedang mengatakan dirinya sendiri, seperti sedang mengatakan kondisi penyakit orang asing saja.

“Penyakit apa?”

Sutan bertanya. Bisa dilihat, dia benar-benar cemas untuk Raisa.

Raisa tetap tersenyum, berkata dengan suara pelan: “Kanker payudara, sudah melakukan operasi. Namun, yang disayangkan, kanker sudah menyebar.”

“Ah?”

Sutan terkejut hingga membelalakkan mata, mulut terbuka lebar. Dia sama sekali tidak berani mempercayai ucapan Raisa. Setelah beberapa saat, dia baru bergumam mengatakan: “Raisa, bagaimana bisa begini?”

Raisa tetap tersenyum, dia perlahan menggeleng kepala, berkata dengan pelan: “Kenapa tidak bisa seperti ini? Apakah hanya orang lain yang boleh sakit, kita tidak boleh sakit? Sutan, sebenarnya banyak masalah sama saja, termasuk hidup yang tidak kekal. Jika dilihat dari sudut pandang lain, mungkin akan merasa lebih lega.”

Novel Terkait

I'm Rich Man

I'm Rich Man

Hartanto
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
5 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
4 tahun yang lalu
My Cold Wedding

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
5 tahun yang lalu
 Habis Cerai Nikah Lagi

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
5 tahun yang lalu
Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Beautiful Lady

Beautiful Lady

Elsa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Suami Misterius

Suami Misterius

Laura
Paman
4 tahun yang lalu