Love And Pain, Me And Her - Bab 155 Maaf

Wajah Isma lebih pucat lagi. Dia menatap Riski, tidak mengatakan apapun.

Sedangkan karena terus aku paksa menanyakan, akhirnya Riski kesal. Dia berteriak keras kepadaku, "Aku memikirkan kalian? Siapa yang memikirkanku? Kuberitahu padamu Ugie! Aku bertahu padamu untuk terakhir kalinya, aku tidak tau kejadian ini, tidak ada hubungannya denganku! Kamu jangan bertanya padaku lagi, juga jangan mendekati pacarku! Kuperingati, kalau kamu terus seperti ini, hati-hati aku tidak segan kepadamu!"

Riski berteriak keras, tapi aku malah tertawa.

Aku tidak tau Riski bisa setidak sopan ini kepadaku. Sekarang aku malah sangat ingin tidak sopan kepadanya. Sebenarnya sudah tidak perlu curiga lagi, tapi sudah bisa dipastikan, dialah yang mengubah video klip. Tapi sekarang yang aku butuhkan adalah bukti yang kuat. Tapi aku juga tau, bukti ini ada di tempat Riski dan tidak bisa kudapatkan. Dia tidak mungkin mengakui sendiri kalau dia sudah berbuat kesalahan.

Lulu menendangku pelan di bawah meja, dia menyuruhku menahan emosiku, takut kalau aku gegabah, akan bertengkar dengan Riski.

Aku mengeluarkan sebatang rokok, menyalakannya. Masih tetap melihat Riski dengan dingin. Sedangkan Riski begitu dia selesai berteriak, langsung berdiri, mengatakan kepada Isma di sebelah, "Isma, jangan pedulikan mereka, ayo, kita pulang kerumah"

Isma tidak bergerak. Dia mengangkat kepalanya melihat Riski, tiba-tiba bertanya, "Riski, perusahaan yang kamu bantu hubungi, adalah perusahaan yang membantu pameran lukisan kami kali ini, namanya apa?"

Riski tercengang sebentar, dia dengan terkejut melihat Isma, terdiam sangat lama.

Dalam hatiku tiba-tiba tersadar. Riski hanyalah perencana iklan kecil biasa di stasiun TV. Dia sama sekali tidak bisa menghubungi sponsor perusahaan. Meskipun sebuah pameran lukisan menghabiskan tidak begitu banyak uang. Tapi perusahaan biasanya tidak akan menghabiskan uang dengan tidak berguna seperti ini. Bagaimana juga mereka adalah tingkat paling rendah, lukisan biasa dikatakan sama sekali tidak mempunyai nilai dagang apapun.

Aku sepertinya mengerti!

Ekspresi Riski sedikit canggung, dia mengerutkan keningnya. Dengan pelan berkata kepada Isma, "Isma, kita pulang kerumah dulu. Nanti aku beritahu dirumah"

Isma berdiri dengan diam, dia menggandeng lengan Riski. Tampak sekali, hubungan dua orang ini sangat baik. Di saat itu, hatiku sedikit melembut. Kalau Riski mengakui kalau dia yang melakukan hal ini, maka dia dan Isma mungkin juga akan berpisah mulai saat ini, menjalani hidup masing-masing.

Aku tanpa alasan terpikir aku dan Raisa. Kalau saat itu Raisa juga mempunyai pemikiran seperti ini, apakah aku akan melakukan kesalahan demi Raisa? Aku tidak berani memastikan!

Melihat kedua orang itu pergi. Lulu dengan panik menendang kakiku lagi dari bawah meja. Aku mengerti, kalau dua orang ini pergi. Maka masalah ini tidak akan mungkin selesai, gagal sepenuhnya. Aku sedikit menyayangkan hubungan mereka berdua. Tapi dalam waktu yang sama, aku juga harus memikirkan Nogo, memikirkan diriku!

Aku berdiri, berteriak ke arah punggung Isma, "Guru Muhad, apakah kamu bisa mendengar aku sebentar?"

Isma berhenti. Tapi Riski malah mengerutkan keningnya, dengan tidak senang berkata, "Isma, jangan dengarkan perkataan mereka, ayo kita pergi"

Isma tersenyum pelan, dia dengan lembut melihat Riski, dengan pelan berkata, "Biarkan dia katakan sampai selesai"

Riski tak berdaya, hanya bisa berdiri di posisinya.

Aku melihat Isma, dengan pelan berkata, "Guru Muhad, kudengar kamu adalah orang yang sangat baik dan penuh kasih. Kamu juga mengikuti dua kelompok perlindungan hewan. Oleh karena itu juga pernah mendapatkan pujian. Media juga pernah melaporkannya‘

Isma tidak berbicara, melihatku dalam diam. Aku tidak tau dia sedang memikirkan apa, tapi aku harus mengatakan semua yang ingin kukatakan. Aku lanjut mengatakan,

"Aku percaya, seseorang yang begitu penuh kasih terhadap hewan. Memperlakukan sejenisnya juga akan penuh kasih juga! Mungkin kamu tidak tau, kali ini setelah Nogo membayar ganti rugi kepada Kimfar, perusahaan menghadapi kesulitan. Cara satu-satunya adalah mempecat karyawan. Harusnya kamu mengerti, seberapa susah sekarang mau mencari sebuah pekerjaan! Karyawan yang dipecat itu, mereka mempunyai anak yang masih kecil, menunggu mereka mencari uang untuk membeli susu dan membayar uang sekolah, ada yang menunggu membayar cicilan rumah. Aku pikir mungkin ada yang merasa, hukum kelangsungan hidup dalam masyarakat ya seperti itu, makhluk yang kuat akan bertahan hidup, makhluk yang lemah akan tereliminasi. Tapi, masalah kali ini malah **, sedangkan bukan bencana alam. Aku merasa ini tidak begitu adil bagi mereka. Aku berharap orang yang menyebabkan masalah kali ini, harusnya berani keluar, menanggung semua kesalahan! Bagaimana menurutmu?"

Riski terus terdiam mendengarku berbicara, satu katapun tidak dia keluarkan.

Maksudku sudah sangat jelas. Setelah Isma selesai mendengarnya, dia tersenyum pahit sebentar, bertanya balik padaku, "Tuan Ugie, kamu sudah selesai berbicara?"

Sikap Isma sangat sulit membuat orang mengerti. Ekspresinya hampir tidak berubah sama sekali.

Aku dengan tak berdaya menghela nafas, dengan diam mengangguk.

Isma tersenyum, dengan pelan berkata, "Kalau begitu apakah kami sudah boleh pergi?"

Aku tertawa pahit lagi! Tampaknya semua yang kukatakan sia-sa. Aku mengangguk lagi, melihat kedua orang ini pergi.

Ruangan lukis yang besar, hanya tersisa kami bertiga. Aku menghisap rokokku dalam, Lulu juga dengan tak bersemangat duduk disana. Dia memangku rahangnya, juga tidak tau dia sedang memikirkan apa.

Rose melihatku dari awal sampai akhir, melihatku tidak berbicara, dia dengan pelan berkata, "Ugie, puisiku itu kapan ada kabar?"

Aku tersenyum pahit! Rose ini, aku tidak tau harus bagaimana mengatainya!

Lulu sedikit panik, dia dengan tidak senang melihat Rose, menaikkan suaranya, "Rose, sudah seperti ini, kamu masih memikirkan puisimu"

Rose tersenyum sedikit malu-malu, menggaruk rambutnya yang berantakan.

Aku menuangkan segelas bir, bersulang dengan Rose, dengan tersenyum berkata, "Tenanglah. Minggu depan aku akan mengurus puisimu! Mari, minum!"

Lulu tau moodku tidak bagus. Dia melihatku, dengan pelan berkata, "Ugie, sekarang kita harus bagaimana?"

Aku tersenyum, terus menuangkan bir, "Rencana Tuhan seperti ini, manusia juga tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Mau bagaimana ya lakukan saja, paling tidak aku saja yang menanggung kesalahan ini"

Aku sungguh tidak ada cara lagi. Yang harus kupikirkan, yang harus kukatakan, semuanya sudah kulakukan. Tapi sekarang tidak ada hasil apapun. Aku masih harus bagaimana? Hanya bisa menahannya.

Hidup seperti ini, dia membuat langkah kiat berat, tapi malah harus berjalan kedepan. Aku mencerahkan diriku, tidak adil ya sudahlag! Hidup siapa yang tidak pernah merasakan tidak adil? Anggap saja pelajaran hidup.

Malam ini, aku dan Rose minum tidak sedikit, aku tidak mengungkit masalah hari ini, membicarakan tentang puisi dengannya. Aku berbicara dengan pelan dan sangat berseni. Dalam waktu singkat, Rose sampai menganggapku sebagai dirinya sendiri.

Saat kembali kerumah, sudah hampir jam 12. Aku berbaring di tempat tidur, mengamil handphone. Berpikir begitu lama, terakhirnya juga mengirimkan sms kepada Isyana, tapi hanya ada 1 kata: "Maaf!"

Novel Terkait

My Beautiful Teacher

My Beautiful Teacher

Haikal Chandra
Adventure
3 tahun yang lalu
Excellent Love

Excellent Love

RYE
CEO
4 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
Gaun Pengantin Kecilku

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
3 tahun yang lalu
Satan's CEO  Gentle Mask

Satan's CEO Gentle Mask

Rise
CEO
3 tahun yang lalu
Antara Dendam Dan Cinta

Antara Dendam Dan Cinta

Siti
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Kembali Dari Kematian

Kembali Dari Kematian

Yeon Kyeong
Terlahir Kembali
3 tahun yang lalu