Love And Pain, Me And Her - Bab 458 Penyesalan

Veni yang hari ini terus-menerus terlihat sangat kuat, tetapi ketika sebuah lalu dinyanyikan hingga akhir, dia tidak tahan, jongkok di atas lantai, menangis terisak-isak.

Raisa diam-diam mengambil tisu, memberikannya kepada Veni. Dan Isyana berkata kepadaku dengan suara rendah, "Ugie, Veni telah minum banyak wine. Aku akan mengantarnya pulang."

Aku menganggukkan kepala, lalu mengatakan satu kalimat lagi, "Jika bisa, sebaiknya kamu menemaninya pada malam hari."

Isyana setuju, lalu membawa Veni bersama dengan Raisa, keluar dari ruang kerja.

Semua orang satu per satu pergi. Dalam kantor hanya tersisa aku dan Robi. Dia memegang gelas wine, duduk di hadapanku. Dia menatapku, kemudian berkata, "Ugie, minumlah denganku."

Aku tersenyum pahit dan menganggukkan kepala. Aku bersulang dengannya lalu bersama-sama minum tegukan yang besar. Kemudian, aku mengisap rokok lagi, menatap Robi dengan tersenyum pahit juga, lalu berkata, "Robi, kamu benar-benar bisa menyembunyikan dirimu sendiri. Hari jika bukan karena Sutan mengatakannya, aku tidak tahu bahwa orang kamu selalu kamu sukai ternyata adalah Veni."

Robi menyalakan sebatang rokok, dia menghela napas, tidak menjawab perkataanku.

Aku tahu, suasana hati Robi hari ini juga pasti sangat rumit. Dia menyukai Veni, dia berharap Veni bahagia. Tetapi sekarang, Veni malah masuk ke dalam kemalangan.

Setelah meliriknya, aku bertanya dengan datar, "Robi, jangan berbohong padaku lagi kali ini. Katakanlah, apa yang akan kamu lakukan selanjutnya?"

Robi menghela napas, dia mengisap rokok. Dia mengangkat kepala dan menghembuskan asap ke udara. Beberapa saat kemudian, dia baru berkata, "Ugie, sekarang benar-benar sangat menyesal. Aku benar-benar menyesal, seharusnya tidak mundur dari persaingan dengan Sutan. Mengingat waktu itu, ketika kami baru saja kuliah. Ketika melihat Veni pada pandangan pertama, aku langsung menyukainya. Aku juga pernah menulis dua buah surat cinta untuknya secara diam-diam, juga mengajaknya kencan dan mengungkapkan perasaanku padanya. Tetapi Veni menolak karena baru saja kuliah dan tidak mengerti satu sama lain."

Aku menatap Robi, yang dia katakan ini, aku tidak mengetahuinya sama sekali. Robi ini, dia terlalu pandai menyembunyikan diri sendiri.

Ketika Robi berbicara, dia mengambil gelas wine, lalu minum seteguk besar dan melanjutkan, "Saat itu aku berpikir, kalau begitu aku akan menunggu. Terus menunggu, hingga setelah kita saling mengerti satu sama lain, mungkin Veni juga akan setuju. Penantian ini berlangsung selama beberapa bulan. Ketika aku melihat pesan itu, aku sangat gembira hingga tidak dapat mengendalikan diri. Aku berpikir Veni memberiku kesempatan. Tetapi ketika aku tiba di tepi danau, Veni malah tiba-tiba memberi tahu kepadaku. Sutan juga sedang mengejarnya."

Aku mengerutkan kening, melirik Robi. Berkata dengan simpati, "Robi, kamu selalu berkata bahwa kamu memiliki IQ yang tinggi, mengapa aku merasa kamu begitu bodoh? Veni memberi tahu kepadamu bahwa Sutan mengejarnya, sebenarnya dia sedang mengode kamu. Jika kamu berjuang lebih keras lagi, kamu sangat memiliki kemungkinan untuk berhasil."

Begitu aku selesai berbicara, Robi tersenyum pahit dan menggelengkan kepala, menghela napas dan lanjut berkata, "Benar, waktu itu memang bodoh, bodoh hingga menyedihkan. Pada saat itu aku berpikir, Veni memberi tahu kepadaku hal ini, karena dia ingin menolakku. Ditambah waktu itu aku ambisius, bangga dan merasa diri sendiri tidak bisa diandalkan seperti Sutan. Jadi, aku memilih untuk mundur. Pada akhirnya, dua bulan setelahnya, Veni baru bersama dengan Sutan. Pada awalnya, aku selalu berpikir bahwa perasaanku kepada Veni hanyalah sejenis dorongan emosional masa muda. Berpikir setelah beberapa saat, semua ini akan berlalu. Tetapi semakin berlalunya waktu, aku semakin menyadari, aku dari awal telah mencintai Veni sangat dalam, tidak bisa lepas. Ugie, apakah kamu tahu mengapa aku selalu bolos ketika sekolah? Sebenarnya aku bukan ingin bermain, aku hanya tidak ingin melihat pemandangan kedua orang itu yang mesra. Jadi, ketika bisa menghindar, aku semaksimal mungkin menghindar. Begitu bersembunyi, telah lebih dari delapan tahun. Delapan tahun, Veni adalah sebuah mimpiku yang tidak terselesaikan. Jadi, aku tinggal di kota ini. Menunggu hingga hari di mana Veni memakai gaun pengantin, baru aku pergi dari sini. Tetapi bagaimanapun juga aku tidak menyangka, yang aku tunggu, ternyata berakhir seperti ini."

Perkataan Robi, membuat hatiku sedikit sakit. Aku benar-benar tidak menyangka, Robi yang selalu menunjukkan sikap berwibawa, ternyata memiliki masa lalu yang sangat disesalkan dengan Veni.

Setelah minum seteguk wine, aku bertanya kepadanya lagi, "Toko bunga yang dibicarakan Sutan, kamu benar-benar membukanya untuk Veni?"

Robi tersenyum sedih, sedikit menganggukkan kepala dan berkata, "Mungkin kamu telah lupa. Pada hari Valentine saat tahun kedua kuliah, Sutan membelikan Veni seikat mawar. Tetapi Veni tidak sengaja mengatakan bahwa yang paling dia suka sebenarnya adalah bunga lily. Jadi, aku terus berencana untuk membuka sebuah toko bunga. Awalnya aku berpikir dalam toko bunga hanya ada bunga lily. Tetapi setelah memikirkannya, sebaiknya aku juga menambahkan bunga mawar. Karena ada mawar yang mencolok, baru bisa menonjolkan ketenangan dan elegan dari bunga lily."

Aku mendengar cerita Robi dengan termenung. Hatiku sangat campur aduk, kita pernah menjadi lima teman yang sangat baik, tetapi sekarang, malah sampai di titik ini.

Ketika Robi berkata, dia mengangkat gelas wine, bersulang denganku. Kita berdua menghabiskan wine yang ada dalam gelas dalam satu tegukan. Meletakkan gelas wine, Robi berkata lagi, "Ugie, aku telah memutuskan. Karena aku telah melewatkannya sekali, maka tidak boleh melewatkannya untuk kedua kali. Jadi, aku ingin mengejar Veni dari awal. Aku tidak bisa membiarkan diriku menyesal lagi, aku pasti akan membuat Veni hidup bahagia."

Keputusan Robi ini, aku tidak terkejut. Tetapi aku sedikit khawatir, menatap Robi, aku berkata dengan suara ringan, "Robi, tadi ketika Veni bersulang denganmu, dia telah berkata, dia berharap kalian adalah teman seumur hidupnya."

Begitu aku berkata, Robi langsung menggelengkan kepala, dia segera berkata, "Apa yang dikatakannya tidak penting, apa yang aku perbuat barulah yang terpenting!"

Aku tidak menyangka Robi begitu teguh. Tetapi tidak tahu mengapa, hatiku selalu merasa hampa. Setelah berpikir sejenak, aku bertanya kepadanya lagi, "Bagaimana dengan Lulu?"

Begitu mengungkit Lulu, Robi tiba-tiba menjadi hening. Keheningannya, sepertinya juga menunjukkan beberapa masalah. Setidaknya, dia masih peduli dengan perasaan Lulu.

Setelah hening untuk beberapa saat, melihat Robi tidak berbicara, aku bertanya lagi, "Robi, katakan kepadaku, apakah kamu benar-benar sedikit pun tidak menyukai Lulu?"

Robi menghela napas lagi, dia bergumam, "Aku juga tidak tahu. Aku hanya tahu, jika tidak melihatnya untuk waktu yang lama, aku akan rindu. Begitu memikirkannya, aku akan tersenyum. Tetapi ini sebenarnya adalah apreasiasi antara teman, atau rasa suka antara pria dan wanita, aku juga tidak paham."

Aku mendengar dengan diam, mengisap rokok, lalu bertanya kepada Robi lagi, "Kalau begitu, jika Veni dan Sutan tidak putus, Lulu terus mengejarmu seperti ini, apakah kamu akan menerimanya?"

Begitu aku berkata, seketika Robi langsung menjadi hening.Bab 458 Penyesalan

Veni yang hari ini terus-menerus terlihat sangat kuat, tetapi ketika sebuah lalu dinyanyikan hingga akhir, dia tidak tahan, jongkok di atas lantai, menangis terisak-isak.

Raisa diam-diam mengambil tisu, memberikannya kepada Veni. Dan Isyana berkata kepadaku dengan suara rendah, "Ugie, Veni telah minum banyak wine. Aku akan mengantarnya pulang."

Aku menganggukkan kepala, lalu mengatakan satu kalimat lagi, "Jika bisa, sebaiknya kamu menemaninya pada malam hari."

Isyana setuju, lalu membawa Veni bersama dengan Raisa, keluar dari ruang kerja.

Semua orang satu per satu pergi. Dalam kantor hanya tersisa aku dan Robi. Dia memegang gelas wine, duduk di hadapanku. Dia menatapku, kemudian berkata, "Ugie, minumlah denganku."

Aku tersenyum pahit dan menganggukkan kepala. Aku bersulang dengannya lalu bersama-sama minum tegukan yang besar. Kemudian, aku mengisap rokok lagi, menatap Robi dengan tersenyum pahit juga, lalu berkata, "Robi, kamu benar-benar bisa menyembunyikan dirimu sendiri. Hari jika bukan karena Sutan mengatakannya, aku tidak tahu bahwa orang kamu selalu kamu sukai ternyata adalah Veni."

Robi menyalakan sebatang rokok, dia menghela napas, tidak menjawab perkataanku.

Aku tahu, suasana hati Robi hari ini juga pasti sangat rumit. Dia menyukai Veni, dia berharap Veni bahagia. Tetapi sekarang, Veni malah masuk ke dalam kemalangan.

Setelah meliriknya, aku bertanya dengan datar, "Robi, jangan berbohong padaku lagi kali ini. Katakanlah, apa yang akan kamu lakukan selanjutnya?"

Robi menghela napas, dia mengisap rokok. Dia mengangkat kepala dan menghembuskan asap ke udara. Beberapa saat kemudian, dia baru berkata, "Ugie, sekarang benar-benar sangat menyesal. Aku benar-benar menyesal, seharusnya tidak mundur dari persaingan dengan Sutan. Mengingat waktu itu, ketika kami baru saja kuliah. Ketika melihat Veni pada pandangan pertama, aku langsung menyukainya. Aku juga pernah menulis dua buah surat cinta untuknya secara diam-diam, juga mengajaknya kencan dan mengungkapkan perasaanku padanya. Tetapi Veni menolak karena baru saja kuliah dan tidak mengerti satu sama lain."

Aku menatap Robi, yang dia katakan ini, aku tidak mengetahuinya sama sekali. Robi ini, dia terlalu pandai menyembunyikan diri sendiri.

Ketika Robi berbicara, dia mengambil gelas wine, lalu minum seteguk besar dan melanjutkan, "Saat itu aku berpikir, kalau begitu aku akan menunggu. Terus menunggu, hingga setelah kita saling mengerti satu sama lain, mungkin Veni juga akan setuju. Penantian ini berlangsung selama beberapa bulan. Ketika aku melihat pesan itu, aku sangat gembira hingga tidak dapat mengendalikan diri. Aku berpikir Veni memberiku kesempatan. Tetapi ketika aku tiba di tepi danau, Veni malah tiba-tiba memberi tahu kepadaku. Sutan juga sedang mengejarnya."

Aku mengerutkan kening, melirik Robi. Berkata dengan simpati, "Robi, kamu selalu berkata bahwa kamu memiliki IQ yang tinggi, mengapa aku merasa kamu begitu bodoh? Veni memberi tahu kepadamu bahwa Sutan mengejarnya, sebenarnya dia sedang mengode kamu. Jika kamu berjuang lebih keras lagi, kamu sangat memiliki kemungkinan untuk berhasil."

Begitu aku selesai berbicara, Robi tersenyum pahit dan menggelengkan kepala, menghela napas dan lanjut berkata, "Benar, waktu itu memang bodoh, bodoh hingga menyedihkan. Pada saat itu aku berpikir, Veni memberi tahu kepadaku hal ini, karena dia ingin menolakku. Ditambah waktu itu aku ambisius, bangga dan merasa diri sendiri tidak bisa diandalkan seperti Sutan. Jadi, aku memilih untuk mundur. Pada akhirnya, dua bulan setelahnya, Veni baru bersama dengan Sutan. Pada awalnya, aku selalu berpikir bahwa perasaanku kepada Veni hanyalah sejenis dorongan emosional masa muda. Berpikir setelah beberapa saat, semua ini akan berlalu. Tetapi semakin berlalunya waktu, aku semakin menyadari, aku dari awal telah mencintai Veni sangat dalam, tidak bisa lepas. Ugie, apakah kamu tahu mengapa aku selalu bolos ketika sekolah? Sebenarnya aku bukan ingin bermain, aku hanya tidak ingin melihat pemandangan kedua orang itu yang mesra. Jadi, ketika bisa menghindar, aku semaksimal mungkin menghindar. Begitu bersembunyi, telah lebih dari delapan tahun. Delapan tahun, Veni adalah sebuah mimpiku yang tidak terselesaikan. Jadi, aku tinggal di kota ini. Menunggu hingga hari di mana Veni memakai gaun pengantin, baru aku pergi dari sini. Tetapi bagaimanapun juga aku tidak menyangka, yang aku tunggu, ternyata berakhir seperti ini."

Perkataan Robi, membuat hatiku sedikit sakit. Aku benar-benar tidak menyangka, Robi yang selalu menunjukkan sikap berwibawa, ternyata memiliki masa lalu yang sangat disesalkan dengan Veni.

Setelah minum seteguk wine, aku bertanya kepadanya lagi, "Toko bunga yang dibicarakan Sutan, kamu benar-benar membukanya untuk Veni?"

Robi tersenyum sedih, sedikit menganggukkan kepala dan berkata, "Mungkin kamu telah lupa. Pada hari Valentine saat tahun kedua kuliah, Sutan membelikan Veni seikat mawar. Tetapi Veni tidak sengaja mengatakan bahwa yang paling dia suka sebenarnya adalah bunga lily. Jadi, aku terus berencana untuk membuka sebuah toko bunga. Awalnya aku berpikir dalam toko bunga hanya ada bunga lily. Tetapi setelah memikirkannya, sebaiknya aku juga menambahkan bunga mawar. Karena ada mawar yang mencolok, baru bisa menonjolkan ketenangan dan elegan dari bunga lily."

Aku mendengar cerita Robi dengan termenung. Hatiku sangat campur aduk, kita pernah menjadi lima teman yang sangat baik, tetapi sekarang, malah sampai di titik ini.

Ketika Robi berkata, dia mengangkat gelas wine, bersulang denganku. Kita berdua menghabiskan wine yang ada dalam gelas dalam satu tegukan. Meletakkan gelas wine, Robi berkata lagi, "Ugie, aku telah memutuskan. Karena aku telah melewatkannya sekali, maka tidak boleh melewatkannya untuk kedua kali. Jadi, aku ingin mengejar Veni dari awal. Aku tidak bisa membiarkan diriku menyesal lagi, aku pasti akan membuat Veni hidup bahagia."

Keputusan Robi ini, aku tidak terkejut. Tetapi aku sedikit khawatir, menatap Robi, aku berkata dengan suara ringan, "Robi, tadi ketika Veni bersulang denganmu, dia telah berkata, dia berharap kalian adalah teman seumur hidupnya."

Begitu aku berkata, Robi langsung menggelengkan kepala, dia segera berkata, "Apa yang dikatakannya tidak penting, apa yang aku perbuat barulah yang terpenting!"

Aku tidak menyangka Robi begitu teguh. Tetapi tidak tahu mengapa, hatiku selalu merasa hampa. Setelah berpikir sejenak, aku bertanya kepadanya lagi, "Bagaimana dengan Lulu?"

Begitu mengungkit Lulu, Robi tiba-tiba menjadi hening. Keheningannya, sepertinya juga menunjukkan beberapa masalah. Setidaknya, dia masih peduli dengan perasaan Lulu.

Setelah hening untuk beberapa saat, melihat Robi tidak berbicara, aku bertanya lagi, "Robi, katakan kepadaku, apakah kamu benar-benar sedikit pun tidak menyukai Lulu?"

Robi menghela napas lagi, dia bergumam, "Aku juga tidak tahu. Aku hanya tahu, jika tidak melihatnya untuk waktu yang lama, aku akan rindu. Begitu memikirkannya, aku akan tersenyum. Tetapi ini sebenarnya adalah apreasiasi antara teman, atau rasa suka antara pria dan wanita, aku juga tidak paham."

Aku mendengar dengan diam, mengisap rokok, lalu bertanya kepada Robi lagi, "Kalau begitu, jika Veni dan Sutan tidak putus, Lulu terus mengejarmu seperti ini, apakah kamu akan menerimanya?"

Begitu aku berkata, seketika Robi langsung menjadi hening.

Novel Terkait

Cinta Yang Terlarang

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
5 tahun yang lalu
My Lady Boss

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
4 tahun yang lalu
Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Berpaling

Cinta Yang Berpaling

Najokurata
Pertumbuhan
4 tahun yang lalu
Kamu Baik Banget

Kamu Baik Banget

Jeselin Velani
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu