Love And Pain, Me And Her - Bab 530 Menemui Sutan

Aku mematikan puntung rokok, mengulurkan tangan dan memeluk Isyana, dia berbaring dengan patuh dalam pelukanku. Berbalik dan melihat Isyana, Isyana segera menatapku dengan manja. Berkata dengan sedikit tidak puas "Apa yang kamu lihat? Apa yang menarik? "

Aku tersenyum. Mengulurkan tangan, mencubit dagunya. Aku tidak berbicara, aku langsung menundukkan kepalaku. Ingin memberikannya ciuman yang dalam dan panjang. Hampir menyentuh bibirnya yang merah dan halus, namun Isyana menoleh dengan segera. Bergumam dengan tidak puas "Jangan cium aku, bau rokok."

Aku tersenyum meminta maaf. Memang, aku baru saja merokok dan langsung menciumnya, ini memang tidak bagus. Tetapi, aku menyukai perasaan sekarang. Karena Isyana semakin seperti wanita kecil didepanku. Dia akan manja, bertingkah. Singkatnya, dia tidak berbeda dengan gadis kecil yang sedang pacaran.

Dia bersandar di bahuku dengan malu-malu, aku memeluk pinggang kurusnya, bertanya dengan lembut "Isyana, apakah kamu sudah memberitahu Bibi Salim bahwa kita sedang pacaran? "

Isyana menggelengkan kepalanya, dia menjawab dengan lembut "Belum, dia sibuk bermain kartu dua hari ini. Dan aku juga terus bersamamu dan tidak punya waktu untuk memberitahunya. Tapi, aku berencana mencari waktu untuk memberitahunya, sehingga dia tidak bergumam kepadaku tiap hari."

Sambil mengatakan, tiba-tiba Isyana mengingat sesuatu. Dia menatapku dan berkata dengan lembut lagi "Ugie, Aku juga ingin memberitahu ayahku. Bagaimanapun, dia juga ayahku. Hal sebesar ini, seharusnya aku memberitahunya."

Usulan Isyana masuk akal, aku langsung mengangguk dan setuju tanpa memikirkannya.

Dan mengobrol dengan Isyana. Tiba-tiba, telepon di meja kopi berdering. Isyana mengambilnya, dia melihat layar, sambil menyerahkan ponsel kepadaku dan berkata dengan terkejut "Dari Sutan."

Aku juga terkejut. Mengambil ponsel, melihat nama Sutan di layar dan ragu-ragu. Tapi aku juga mengangkatnya.

Dan terdengar suara Sutan yang lemah dari sana "Ugie, aku ingin bertemu denganmu! "

Aku terdiam. Hatiku sedang kacau. Aku tidak ingin bertemu dengan Sutan, apa yang terjadi di pesta pernikahan membuatku pasrah dengan Sutan. Sebenarnya aku tidak tahu, apa yang bisa aku bicarakan dengannya ketika aku menghadapinya.

Tapi ketika aku berpikir, saat dia berbaring di genangan darah, aku merasa tidak rela. Bagaimanapun persahabatan kami hampir sepuluh tahun, mana mungkin aku bisa melupakannya hanya semalam?

Setelah memikirkan, aku bertanya langsung padanya "Apakah dokter mengizinkan kamu menemui tamu? "

Tanpa memikirkannya, Sutan menjawab "Dia tidak berhak melarangku menemui siapapun, itu adalah kebebasanku."

Cara ngomong Sutan menjadi semakin arogan. Dan ini membuatku merasa tidak enak, namun aku tetap bertanya dengan dingin kepadanya "Beritahu aku nomor kamarmu! "

"4025! "

Sutan menjawab dengan lugas, setelah menjawab, dia langsung menutup telepon.

Isyana sangat dekat denganku, apa yang kubicarakan dengan Sutan, dia mendengar dengan jelas. Dia melihatku dengan khawatir "Ugie, apa kamu benar-benar ingin pergi menemuinya? "

Aku menghela nafas, melihat Isyana dan mengangguk dengan diam. Isyana menggelengkan kepalanya dengan pelan dan berkata dengan lembut "Aiya, aku tidak mengerti kalian pria, jika ini terjadi pada kami wanita, mungkin saja tidak akan bertemu dan berhubungan lagi. Namun, kalian masih mau bertemu, aku benar tidak mengerti ketika kalian ketemu apa yang bisa kalian bicarakan, apa yang sebaiknya dibicarakan."

Meskipun Isyana berkata begitu, dia tetap bangun dan membantuku mengemas-ngemas. Sebelum keluar, Isyana berkata lagi padaku "Ugie, pulanglah lebih awal. Aku akan memasak untukmu malam ini."

Setelah selesai berbicara, Isyana tersenyum dengan malu-malu dan berkata lagi "Tapi aku tidak tahu bisa makan atau tidak."

Kata-kata Isyana, membuat hatiku merasa hangat. Aku tahu, dia tidak bisa memasak. Tetapi demi aku, dia pergi belajar, hal ini membuatku tersentuh. Aku melihat Isyana dan berbisik di telinganya "Jangan khawatir, selama kamu yang membuatnya. Meskipun mentah, aku juga bisa memakannya."

Isyana menatapku dengan malu, memberitahuku sedikit hal. Kemudian, aku keluar dan masuk ke mobil menuju rumah sakit.

Sepanjang jalan, aku terus memikirkan. Adegan seperti apa, ketika aku bertemu dengan Sutan lagi. Dan juga Wulandari itu, sikap apa yang akan digunakannya untuk menyambut kedatanganku.

Setelah berpikir sepanjang jalan, aku sampai rumah sakit. Selesai memarkir mobil, aku pergi ke nomor kamar yang Sutan katakan padaku. Aku langsung ke lantai atas. Tiba di pintu kamar 4025, aku mengetuk ringan dan terdengar suara lema dari dalam, "Masuk."

Dorong pintu masuk, aku melihat Sutan berbaring di tempat tidur, di kamar yang mewah. Dia memakai pakaian rumah sakit, kepalanya dibungkus dengan kain kasa, kakinya dibungkus gips. Satu kaki digantung tinggi.

Yang mengejutkan aku, di kamar yang begitu besar, tidak ada seorang perawat pun. Hanya Sutan yang berbaring di ranjang.

Melihatku masuk, Sutan melihatku sekilas dan berkata dengan dingin "Demi bertemu denganmu! aku menyuruh mereka pulang. Hari ini hanya kita berdua, aku ingin mengobrol denganmu. Apa yang kita bicarakan hari ini, tidak akan ada orang ketiga yang mendengarkannya! "

Aku tidak menjawab kata-kata Sutan, hanya menatapnya dengan dingin, menunggu dia terus berkata.

Postur Sutan sepertinya tidak nyaman, dia menggerakkan kakinya sedikit. Hanya bergerak sedikit, dia menyeringai kesakitan. Sepertinya dia ditabrak parah oleh Don Juan.

"Berikan aku sebatang rokok, aku sudah tidak bisa menahannya."

Aku mengeluarkan rokok, menyalakan dimulutku dan meletakkan di mulut Sutan. Seperti yang dikatakan Sutan, ketika rokok di mulutnya, dia menghirup dengan kuat. Karena terlalu kuat dan dua hari tidak merokok. Hanya menghirup dua kali, dia terbatuk karena tersedak.

Aku juga menyalakan sebatang, berdiri didepan tempat tidurnya. Namun aku tidak melihatnya, tetapi aku melihat pemandangan di luar jendela,

Setelah beberapa saat, Sutan berhenti batuk. Menatapku dan bertanya dengan langsung "Dimana Veni? Bagaimana dengannya sekarang? "

Aku sudah menduga ketika aku kemari, Sutan pasti akan bertanya kepadaku tentang Veni. Aku tidak menyembunyikannya dan berjawab dengan biasa "Seperti keinginanmu, dia sudah pergi dan tidak akan kembali lagi! "

Kata-kataku membuat Sutan menghela nafas. Dia berkata dengan pelan "Aiya! Begini juga bagus. Aku akui bahwa aku sudah menyakitinya."

Aku mencibir, akhirnya Sutan mengatakan sesuatu yang manusiawi.

Cibiranku sepertinya membuat Sutan merasa tidak puas. Dia melihatku, menunjukkan kakinya dan bertanya padaku lagi "Ugie, apakah kamu merasa puas melihatku seperti ini? "

Novel Terkait

The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
3 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Nikah Tanpa Cinta

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
3 tahun yang lalu
Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Tiffany
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
4 tahun yang lalu
My Cold Wedding

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
4 tahun yang lalu
Chasing Your Heart

Chasing Your Heart

Yany
Dikasihi
3 tahun yang lalu