Love And Pain, Me And Her - Bab 198 Pacar Satu Hari

Jane memang lumayan. Ia cantik dan juga cakap. Tapi sayangnya, aku tidak memiliki perasaan lain padanya. Semua perhatianku tertuju pada Isyana . Apa yang aku tidak mengerti adalah, Jane sangat luar biasa, mengapa tiba-tiba dia ingin aku menjadi pacarnya? Melihatnya tingkah lakunya, sepertinya dia sengaja menggodaku.

Melihat aku hanya membelalakkan mata dan tidak berbicara. Jane menertawakan dirinya sendiri dengan ekspresi benci.

"Yo! Orang bilang pria mengejar wanita lebih susah seperti terhalang gunung, wanita mengejar pria lebih mudah seperti menarik selembar kain saja. Tapi aku sudah menarik kain itu, tapi tidak kusangka malah ditolak. Sebagai seorang wanita, aku cukup sedih.”

Aku tersenyum pahit dan memandang Jane, awalnya ingin menjelaskan beberapa kata, tetapi siapa sangka Jane malah tersenyum. Dia menatapku dan melanjutkan, "Kamu tidak perlu menjelaskan! Aku tahu kamu tertarik pada Presdir Mirani yang cantik itu. Aku hanya menggodamu saja tadi, tetapi itu tidak sepenuhnya dianggap menggoda. Aku membutuhkanmu untuk menjadi pacar sementaraku satu hari.”

"Satu hari?"

Aku memandang Jane dengan aneh.

Jane mengangguk, dan dia berkata tanpa daya, "Benar! Hanya satu hari. Ibuku akan kembali dari luar negeri beberapa hari lagi. Sebelumnya, dia terus mendesakku untuk mencari pacar. Aku sedikit kesal pada waktu itu, jadi aku sembarangan bicara sudah punya pacar. Sekarang dia akan kembali, ia mengatakan ingin bertemu dengan pacarku. Tak ada pilihan lain, aku hanya bisa mencari untuk sementara untuk diperlihatkan padanya. sayangnya, aku telah bekerja selama dua tahun, selain jabatan dan rumah, hanya ada dua teman lawan jenis di sekitarku, ibuku mengenalinya semua. Setelah kupikirkan, hanya kamu yang bisa membantuku."

Begitu Jane selesai berbicara, dia menatapku dengan penuh harap.

Tetapi aku agak merasa kesulitan, sejenak, aku tidak tahu harus berbuat apa. Biasanya aku akan membantunya, ini juga bukan masalah besar. Tapi yang aku khawatirkan adalah jika Isyana tahu tentang ini, dia akan marah. Hubungan kami berdua sekarang sedang memanas, aku tidak ingin hal lain saat ini.

“Jane."

Sebelum kata-kataku terlontar, Jane menyela dan berkata, "Jangan bicara omong kosong, katakan saja padaku, mau bantu atau tidak.”

Begitulah karakter Jane, tidak bertele-tele.

Aku memandangnya dengan wajah pahit. Setelah ragu-ragu sejenak, akhirnya tetap menggelengkan kepala, "Jane, maaf, aku tidak bisa membantumu akan hal ini.”

Jane terkejut. Mungkin dia tidak menyangka aku akan menolaknya. Dia tersenyum dingin dan menatapku, lalu berkata, "Oke! Tidak apa-apa!"

Setelah berkata demikian, Jane berdiri. Dia mengambil tasnya dan langsung berjalan pergi.

Aku tidak menyangka dia begitu kejam, tidak membantunya, dia langsung pergi begitu saja, bahkan tidak berkata apapun tentang iklan yang diturunkan itu.

Aku berdiri dengan cepat, lalu meneriakkan namanya, "Jane, dengarkan aku!"

Jane mencibir. Dia langsung menggelengkan kepalanya dan berkata dengan dingin, "Maaf, aku tidak ingin mendengar!"

Di mulut memang bilang begitu, tapi dia tidak juga pergi. Ia menatapku, lalu melanjutkan, "Ugie, aku baru menyadari kalau kamu itu bukan seorang pria! Di mulut bilang kalau aku temanmu, dan aku hanya meminta bantuan kecil darimu! Bukan benar-benar ingin menjadi pacarmu, apa kamu harus seperti ini? Apakah kamu pernah memikirkan perasaanku sebagai seorang wanita? Kuberitahu padamu, harga diriku telah terluka, benar-benar terluka!”

Jane dan Isyana berbeda. Dia lebih cekatan daripada Isyana, bicaranya juga lebih blak-blakan dan tidak menyembunyikan apapun.

Tapi sepertinya dia sedikit kecewa. Dia berkata sambil menatapku dengan marah. Sejujurnya, jika aku memikirkannya dengan empatik, apa yang aku katakan tadi memang agak menyakiti orang. Bagaimanapun juga, pihak lain adalah wanita cantik. Menjadi seorang wanita, harga diri mereka harus jauh lebih kuat daripada pria.

Aku memandang Jane dengan canggung, lalu berkata dengan terbata-bata, "Jane, sebenarnya kamu juga tahu, aku sekarang, lagi mengejar"

Melihatku terbata-bata, Jane menyela lagi, “Memang kenapa kalau kamu sedang mengejarnya? Apa kamu tidak punya teman selain Presdir Mirani? Bukankah kita teman? Apakah kamu menolak temannya yang butuh bantuan kecil?"

Jane mengajukan serangkaian pertanyaan kepadaku. Jane layak menjadi pendebat terbaik, ia mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sulit dijawab.

Aku merasa malu dengan apa yang dikatakan Jane. Pada saat ini, aku juga merasa bahwa aku tidak gentle. Padahal hanya membantunya sedikit, tapi aku malah mempersulitnya. Ketika memikirkan ini, aku akhirnya mengeraskan hati dan berkata padanya, “Baiklah, aku akan membantumu!”

Begitu perkataanku terlontar, Jane tersenyum. Dia tersenyum dengan sangat indah. Aku sebelumnya tidak memperhatikannya, ternyata Jane Jane memiliki dua lesung pipi yang dalam.

Aku pikir begitu aku mengatakannya, Jane tidak akan marah lagi. Siapa sangka raut wajahnya berubah, dia menatapku dengan dingin, “Maaf! Harga diriku sudah terluka. Sekarang kamu bersedia membantuku, tapi aku tidak membutuhkannya lagi.”

Kali ini aku tercengang. Tidak heran kalau Jane, gadis yang begitu cantik, membiarkan seorang pria lajang menjadi pacarnya sementara selama sehari. Tapi malah ditolak oleh pria ini. Jika itu aku, aku juga pasti akan merasa sakit hati.

Sesaat, aku agak bingung, tidak tahu harus berbuat apa. Sedangkan Jane mau langsung pergi. Aku bergegas berlari ke hadapannya dan berkata kepadanya, "Jane, dengarkan aku! Aku"

Jane memiringkan kepalanya dan menatapku dengan cuek.

Aku tahu, aku tidak boleh membiarkan Jane pergi. Begitu pergi dengan marah seperti ini, dengan kekuatanku, pastinya selamanya tidak akan pernah mengetahui masalah ini. Ketika memikirkan ini, aku segera berkata, “Begini saja, saat bibi kembali dari luar negeri, aku akan mentraktir kalian makan. Anggap saja aku kompensasi dariku, begini sudah bisa? Jika kamu masih marah, tendang saja aku. Tadi aku bingung, bagaimana mungkin aku menolak wanita secantik ini?”

Jane menatapku, dia terkekeh.

“Menjilat ludah sendiri!"

Setelah mengatakan itu, dia kembali duduk ke kursinya lagi. Akhirnya Jane menjadi tenang kembali. Aku baru saja akan bertanya kepadanya tentang penurunan iklan itu, tiba-tiba Jane menghela nafas sedikit dan menatapku, lalu berkata, "Ugie, aku tidak mempersulitmu lagi. Tapi kamu masih harus menemaniku dan ibuku untuk makan. Aku akan memberitahunya terlebih dahulu, bahwa kamu bukan pacarku. Hanya teman biasa, tapi aku merasa kamu lumayan, jadi ingin lebih lanjut. Kira-kira seperti ini, ibuku bisa dibodohi. Setidaknya dia tahu, putrinya masih bisa menganggap pria lumayan, tidak seperti yang dia katakan, selain kerja, tidak tahu pria seperti apa.”

Aku terhibur dengan kata-kata Jane. Usulannya bagus, bertemu dengan ibunya dengan status teman biasa, ini membuat tekananku sedikit berkurang.

Novel Terkait

Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Nikah Tanpa Cinta

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
4 tahun yang lalu
After Met You

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Beautiful Lady

Beautiful Lady

Elsa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Tiffany
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Tere Liye
18+
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu