Love And Pain, Me And Her - Bab 261 Selamanya Tidak Dapat Hamil Lagi

Aku pertama kali merasakan beberapa kemalangan terjadi sekaligus. Kehilangan cinta, kehilangan karier. Peluang di antara jari-jariku juga lewat begitu saja.

Bong Casa melihat aku tidak berbicara, dia menatapku dan berkata, "Ugie, aku masih tetap seperti perkataan tadi. Aku sangat mengagumimu. Meskipun kita tidak bisa menjadi rekan kerja. Tetapi sebagai seorang senior, aku dapat memberikan dua saran kepadamu. Yang pertama, aku dapat merekomendasikan beberapa perusahaan temanku. Namun, posisi kamu bergabung, aku pikir mungkin tidak akan setinggi yang diberikan KIMFAR kepadamu. Kedua, aku pikir jika sifatmu bisa lebih tabah. Kamu dapat mencoba untuk memulai bisnis sendiri. Sekarang ini adalah zaman untuk berwirausaha bagi semua orang. Jika kamu percaya diri, kamu mungkin bisa bertarung dalam gelombang ini. Sukses atau gagal, setidaknya pernah mengalaminya. Tidak akan menyiakan masa muda kamu."

Kata-kata Bong Casa sangat tulus. Aku juga mendengarkan dengan serius. Aku sekarang jelas menyadari bahwa alasan mengapa aku mencapai titik hari ini. Bukan menyalahkan orang lain yang menjebakku di belakang. Yang lebih banyak adalah karena kekurang dalam sifatku.

Aku sangat berterima kasih kepada Bong Casa. Kata-katanya membuatku menilai kembali diriku. Sepertinya aku harus melakukan beberapa perubahan.

Ketika keluar dari KIMFAR, waktu telah siang. Beberapa hari ini aku tidak makan denga baik, sekarang sangat lapar. Aku menemukan sebuah restoran mie di jalan kemudian aku masuk dan memesan dua piring lauk dan semangkuk mie daging sapi. Ketika aku sedang makan, aku memikirkan kata-kata Bong Casa. Tetapi setelah memikirkan dalam waktu yang cukup lama, aku masih bingung. Sejenak ini, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan selanjutnya!.

Sebelum menghabiskan semangkuk mie daging sapi, telepon tiba-tiba berdering. Ketika melihat ternyata adalah panggilan dari Robi. Setelah terhubung, aku langsung mendengar Robi mengatakan dengan cemas, "Ugie, aku berada di rumah sakit rakyat kota, kamu segera datang ke sini.

Nada bicara Robi sangat buruk. Ditambah lagi, dia mengatakan bahwa sedang berada di rumah sakit. Aku terkejut dan bertanya dengan tergesa-gesa, "Ada apa? Mengapa kamu pergi ke rumah sakit?".

"Kamu segera kemari! Aku menunggumu di rumah sakit".

Setelah mengatakan, Robi juga tidak menunggu aku bertanya lagi, dia langsung menutup telepon.

Aku segera bangkit dan membayar makanan tersebut. Kemudian keluar dan langsung naik taksi ke rumah sakit rakyat.

Rumah sakit mungkin saja merupakan salah satu bisnis paling menguntungkan di dunia. Bukan hari libur, tetapi begitu memasuki aula tetap sangat ramai. Aku mencari dalam waktu yang lama, akhirnya melihat Robi berada di samping koridor. Dia mengerutkan kening, ekspresinya sangat dingin. Aku bisa merasakannya dengan sekilas, saat ini dia sedang marah.

Raisa dan Veni sedang duduk di bangku yang tidak jauh darinya. Wajah Veni pucat, matanya memerah, dan air mata di sudut matanya belum kering sepenuhnya. Dia bersandar lembut di tubuh Raisa. Dan wajah Raisa juga tampak sedih, dia memeluk bahu Veni dengan lembut. Keduanya diam, tidak ada yang mengatakan apa-apa.

Ketika aku melihat adegan ini, aku sedikit tersedak. Firasat yang sangat tidak menyenangkan menyelimutiku. Aku cepat-cepat bergegas ke samping Robi dan mengangguk dengan Veni dan Raisa. Kemudian langsung bertanya kepada Robi, "Robi, apakah Veni dirawat di rumah sakit lagi?".

Robi menatapku, dan ingin mengatakan sesuatu. Kata-kata itu telah sampai di mulut tetapi dia telan kembali. Melihatnya berhenti berbicara, aku semakin cemas. Bertanya kepadanya lagi, "Mengapa kamu terbata-bata, segera bicarakan".

"Hei!"

Robi menghela nafas berat, menoleh melihat ke arah Raisa, dan berkata dengan stress, "Raisa, kamu mengatakan dengan Ugie saja. Aku tidak mengerti dengan masalah wanita."

Raisa menyandarkan Veni dengan pelan. Dia berdiri dan berjalan ke sampingku. Dia menatapku dengan wajah yang sedih, berkata dengan sakit hati, "Ugie, Veni melakukan pengecekan hari ini. Kondisinya sangat buruk."

Dia berkata sambil meremas bibirnya dengan keras dan berusaha menahan air matanya.

Penampilan Raisa membuat aku semakin khawatir. Aku buru-buru mendesak, "Apa yang terjadi, cepat katakan!"

Raisa kemudian menatapku dan berkata dengan pelan, "Kedepannya Veni mungkin tidak bisa menjadi seorang ibu".

"Apa?"

Aku menatap Raisa dengan ekspresi terkejut. Maksudku, Veni dan Sutan sama-sama sangat menyukai anak-anak. Berita ini tidak perlu diragukan lagi merupakan halilintar bagi mereka berdua. Aku melirik Veni yang pucat, dan berbisik pada Raisa, "Bagaimana ini bisa terjadi?".

Raisa menghela nafas, dan dia berbisik, "Sejak kemarin keluar dari rumah sakit Veni selalu merasa tidak enak badan. Hari ini dia memanggilku, dan kupikir Robi juga tidak sibuk, serta dia memiliki kaki yang cepat, dapat naik turun membantu kami berdua mengambil hasil tes, akhirnya aku sekaligus memanggilnya kemari. Tadi hasil tes telah keluar, rumah sakit mengatakan bahwa karena keguguran serta pemulihan yang buruk setelah keguguran. Oleh karena itu, kedepannya Veni tidak bisa hamil lagi."

Aku hampir tidak bisa mempercayai kata-kata Raisa. Aku kembali melihat kerumunan yang tak ada habisnya di rumah sakit, mengerutkan kening, menatap ke arah aula, dan bertanya pada Raisa dengan bingung, "Rumah sakit terbaik di kota kita. Sialan, hanya sekali melakukan aborsi, langsung membuat orang tidak bisa hamil seumur hidup? ".

Aku bukan hanya emosi, tetapi sudah sangat marah. Rumah sakit seperti apa ini? Kualitasnya sangat buruk!.

Aku sedikit emosional, semua orang yang lewat menatapku. Raisa buru-buru menarik lenganku dan dia menyeretku ke samping. Menatapku dan berbisik, "Suara kamu pelan sedikit, itu tidak ada hubungannya dengan rumah sakit".

Aku semakin bingung dan menatap Raisa dengan aneh. Raisa menghela nafas dan terus menurunkan nada suaranya dan berkata, "Ini sudah merupakan aborsi ke...ketiga kali Veni".

Kata-kata Raisa membuat darahku naik, dan kepalaku terasa panas. Aku menatap Raisa dan sulit mempercayai kata-katanya. Setelah sejenak, aku kemudian bertanya pertanyaan omong kosong, "Bagaimana mungkin?".

Raisa melirik ke arah Veni. Dia merendahkan suaranya dan berkata dengan sedih, "Sebelumnya aku juga tidak tahu. Hari ini menemaninya datang ke rumah sakit dan dia mengatakan dengan dokter. Aku baru mengetahui hal ini".

Melihat Raisa, aku perlahan menggelengkan kepala. Aku tidak tahu apakah aku sedang marah atau tidak berdaya. Veni dan Sutan selalu menjadi pasangan yang paling patut kita ditiru. Ketika dulu aku berpacaran dengan Raisa, Raisa sering membandingkan mereka dengan kami. Tetapi aku tidak pernah berpikir bahwa Veni telah melakukan pengorbanan yang begitu besar dan bodoh demi Sutan.

Melihat wajah Veni yang lemas dan kesakitan yang tidak jauh dari sana. Hatiku merasa kasihan dan sedih. Kasihan karena kondisinya saat ini, sebagai seorang wanita, dia selamanya tidak bisa menjadi seorang ibu. Yang membuat aku sedih adalah Veni telah kehilangan dirinya di dalam dunia dia dan Sutan. Di dalam hidupnya, hanya ada Sutan.

Robi yang berada di samping menatap Veni dengan kasihan. Aku menoleh dan menghela nafas kemudian bertanya pada Raisa, "Dimana Sutan, mengapa tidak melihatnya?".

Novel Terkait

Aku bukan menantu sampah

Aku bukan menantu sampah

Stiw boy
Menantu
3 tahun yang lalu
Innocent Kid

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu
Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu
Excellent Love

Excellent Love

RYE
CEO
4 tahun yang lalu
Awesome Guy

Awesome Guy

Robin
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
4 tahun yang lalu
Kamu Baik Banget

Kamu Baik Banget

Jeselin Velani
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Akibat Pernikahan Dini

Akibat Pernikahan Dini

Cintia
CEO
4 tahun yang lalu